"Oleh karena itu, semua UU memang tidak pernah ada yang memuaskan umat manusia. Tapi, tentunya aturan ini berguna untuk saling menjembatani keinginan semua pihak," ungkap Nasarudin ketika ditemui usai sidak UN di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Jamiat Kheir, Tanah Abang, Jakarta, Senin (24/4).
Namun begitu, menurut Nasarudin, Kemenag sudah turut melakukan pendekatan, yang salah satunya menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Kerukunan Umat Beragama (KUB). Diharapkan, KUB ini dapat diterima positif oleh seluruh umat di negeri ini.
"Karena sesungguhnya yang paling berkepentingan di dalam UU ini adalah kaum minoritas. Kita tidak ingin menggunakan istrilah minor atau mayor seperti itu, ada istilah yang lebih penting dan lebih baik. Kalau menurut saya. Masalah KUB ini jadi masalah bersama," ujarnya.
Nasarudin menambahkan, RUU KUB ini juga bukan hanya untuk menyelesaikan masalah Ahmadiyah. Akan tetapi, siapapun yang akan berusaha memicu konflik itu akan terbentur UU ini. "RUU KUB ini diupayakan dapat meminimalisir ketegangan yang sering membayangi masyarakt kita. Kalau sebelumnya ada Permenag dan aturan lainnya, maka saat ini sudah waktunya kita mengeluarkan UU yang lebih komprehensif," paparnya.
Dikatakan, dalam menciptakan kehidupan kerukunan umat beragama tersebut juga harus didukung dengan kondisi yang kondusif, di mana harus adanya sikap saling pengertian yang sangat mendalam. "Tidak boleh ada anarkisme karena mentang-mentang mayoritas.Saya sangat yakin, kalau kita saling mau bertenggang rasa satu sama lain," katanya. (cha/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kaum Ibu PPP Resah, Bikin Pos Balita Sehat
Redaktur : Tim Redaksi