Skema Tarif Nikah Dibagi Tiga Jenis

Sabtu, 08 Februari 2014 – 07:19 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Revisi peraturan pemerintah (PP) tentang biaya pencatatan nikah segera selesai. Kemarin digelar koordinasi lintas kementerian. Selanjutnya tinggal pertemuan final dan membawanya untuk ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Rapat finalisasi revisi PP ini berlangsung di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra) kemarin. Selain dari Kemenko Kesra, rapat ini dihadiri unsur Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
 
Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag Abdul Djamil mengatakan, penetapan biaya nikah yang baru ini mendesak untuk dilakukan. Dia menyampaikan draf terbaru usulan revisi PP biaya nikah itu. Skema pembiayaan diatur dalam tiga jenis.
 
Pertama untuk masyarakat miksin, biaya pencatatan nikah digratiskan.  Kedua, tarif untuk pencatatan nikah di jam kerja dan di kantor urusan agama (KUA) ditetapkan sebesar Rp 50 ribu.

BACA JUGA: Kelulusan Honorer K2 Belum Diumumkan

Dan yang ketiga, pencatatan nikah di luar kantor dan jam kerja dipatok sebesar Rp 600 ribu. "Mudah-mudahan ini sudah final, tidak berubah lagi. Jadi tidak ada tarif tunggal," katanya.
 
Guru besar IAIN Walisongo Semarang itu mengatakan, Kemenag tidak bisa melarang aktivitas pencatatan nikah di luar kantor dan jam kerja. Sebelumnya aktivitas pernikahan yang lumrah dilakukan masyarakat ini, menjadi sorotan. Sebab keluarga mempelai, umumnya memberikan gratifikasi kepada penghulu.
 
Jamil mengatakan, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemenag baru saja melakukan penelitian tentang kecenderungan aktivitas pernikahan di masyarakat. Dia menuturkan bahwa 97 persen masyarakat yang diteliti mengatakan, ingin melakukan pencatatan nikah di luar kantor dan jam kerja KUA.
 
Selain itu, Jamil mengatakan, dalam PP biaya pencatatan nikah yang berlaku saat ini, pencatatan nikah di luar kantor dan jam kerja juga diperbolehkan. Dia menegaskan yang dilarang itu adalah praktek gratifikasinya. "Untuk itu diatur dalam revisi PP ini," paparnya.
 
Jika nanti setelah PP baru keluar masih ada penghulu yang menerima gratifikasi, akan ditindak tegas oleh aparat penegak hukum. Selain itu dalam praktek gratifikasi, pemberi hadiah atau biaya tambahan pencatatan nikah juga bisa ikut diseret.

Jamil meminta ke depan masyarakat ikut mengawasi, jangan sampai ada penghulu yang nakal dengan meminta uang pencatatan nikah di luar ketentuan.
 
Jamil menegaskan, uang tarif pencatatan nikah di luar kantor dan jam kerja yang Rp 600 ribu itu tidak masuk ke kantor penghulu. Tetapi disetor ke negara melalui skema Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

BACA JUGA: Punya Jualan, PKB Mulai Bicara soal Kemenangan

Dari seluruh PNBP pencatatan nikah yang terkumpul, 80 persennya akan dikembalikan lagi ke Kemenag untuk dibagikan ke masing-masing KUA. Nah uang bagi-bagi itu, bisa dipakai untuk membayar ongkos transportasi penghulu.
 
Sebelum revisi PP ini keluar, biaya pencatatan nikah tetap seperti aturan semula yakni hanya Rp 30 ribu per pencatatan. Sedangkan aktivitas pencatatan nikah di luar kantor dan jam kerja tetap diperbolehkan, karena ada aturannya.

Persyaratan menggelar pencatatan nikah di luar kantor dan jam kerja itu, harus mendapat persetujuan antara penghulu dan pihak mempelai. (wan/kim)

BACA JUGA: Terus Blusukan Sembari Bicara soal Kemandirian Pangan

BACA ARTIKEL LAINNYA... PPP Serukan Partai Islam Bersatu Bentuk Koalisi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler