jpnn.com, JAKARTA - Pengurus nasional Sekretariat Kolaborasi Indonesia (SKI) Dr. Untoro Hariadi menilai proses rembuk antarwarga atau musyawarah tampak menghilang di tengah kehidupan modern.
Menurut Untoro, masyarakat Indonesia yang dikenal guyub mulai beralih menjadi individual, terutama di kota-kota besar.
BACA JUGA: Cari Solusi Bersama, SKI Ajak Warga Lakukan Forum Musyawarah Reboan
Padahal, kata dia, musyawarah adalah bagian dari budaya dan ciri khas bangsa Indonesia yang sudah diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang.
"Dengan bermusyawarah, masyarakat dapat menghasilkan ide ataupun memecahkan suatu masalah dengan cara yang paling ideal, yakni mengedepankan kepentingan bersama," ujar Untoro Hariadi, dalam keterangannya, Jumat (21/7).
BACA JUGA: 3.000 Lokasi Gelar Halalbihalal Bersama Anies, Awali Musyawarah Rabuan
Pendukung Bakal Calon Presiden Anies Baswedan ini menyatakan bahwa pendidikan saat ini kurang memberikan contoh bagaimana bermusyawarah yang baik yang benar.
Hal ini membuat generasi penerus bangsa saat ini tidak mengerti bagaimana berdiskusi dan melempar gagasan dengan cara yang sesuai dengan nilai dan norma.
BACA JUGA: Hasil Musyawarah Majelis Syura PKS: Mendukung Anies Capres 2024
"Ruang musyawarah di tingkat masyarakat itu sekarang nyaris tidak ada. Cara-cara bagaimana bermusyawarah, sikap-sikap yang harus dikedepankan, bagaimana bermusyawarah tidak pernah diajarkan di sekolah-sekolah," tutur Untoro Hariadi.
Dia lantas mempertanyakan pendidikan di Indonesia yang terkesan mengesampingkan musyawarah. Padahal, musyawarah adalah salah satu wujud ideologi masyarakat Indonesia yang tertuang di dalam sila ke-4 Pancasila.
"Di masyarakat itu sekarang, ya sudahlah, yang penting sekarang voting aja, voting! Suara terbanyak! Jalan pintas," ungkapnya.
Dengan tidak diperhatikannya pendidikan bermusyawarah, Untoro mengaku khawatir akan nasib dan masa depan bangsa Indonesia ke depan.
"Seolah-olah kita ini sedang digeser, dari masyarakat komunal menjadi liberal. Ini menurut saya bahaya bagi bangsa dan negara karena seperti dicabut ideologinya," katanya. (jlo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh