jpnn.com - JAKARTA - Target lifing minyak yang ditetapkan oleh badan anggaran (banggar) DPR sebesar 900 ribu barel per hari (bph) terus menuai keluhan.
Kali ini, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengaku pesimistis dengan target tersebut. Pasalnya, DPR malah memutuskan untuk memangkas usulan biaya cost recovery tahun depan.
Sekretaris SKK Migas Gde Pradnyana mengatakan, target tersebut sebenarnya sulit untuk dicapai secara teknis. Dengan asumsi realistis, pihaknya sudah mengusulkan target lifting minyak sebesar 845 ribu bph.
BACA JUGA: Bauran Batu Bara Maksimal 68 Persen
Namun, cara untuk mencapai angka DPR tersebut bukan tak mungkin. Yakni, dengan memajukan realisasi produksi proyek baru pada 2014.
"Teorinya, angka itu bisa dicapai kalau Proyek Blok Cepu maju produksi penuh sebesar 165 ribu bph bisa dipercepat. Ditambah lagi, target penambahan dari Pertamina sekitar 10 ribu bph. Itu sedang kami upayakan. Sebab, mencapai puncak produksi itu tidak mudah," jelasnya di Jakarta kemarin (24/9).
Namun, lanjut dia, upaya tersebut pun dipastikan bakal mengalami kendala. Kendala tersebut datang dari keputusan DPR untuk menetapkan cost recovery pada 2015 sebesar USD 16,5 miliar.
Padahal, pemerintah sudah mengusulkan untuk menaikkan biaya tersebut menjadi USD 17,8 miliar dengan pertimbangan investasi percepatan proyek.
"Kami tahu DPR adalah penyusun anggaran. Kami harus melaksanakan ketetapan itu. Tapi ini, logikanya terbalik. Kalau investasi dikurangi, tidak mungkin produksi naik. Seharusnya, lifting naik kalau cost recovery ikut naik," ungkapnya.
Dia menegaskan, produksi minyak Indonesia saat ini memang sedang dalam tahap penurunan yang cukup tinggi. Selain Blok Cepu dan Pertamina, kebanyakan proyek onstream pada 2015 masih cukup kecil. Hanya cukup untuk menekan decline rate yang mencapai 10-20 persen per tahun. "Tambahan lain bisa mengurangi decline rate menjadi 5 persen," tuturnya.
Karena itu, pihaknya mengaku perlu adanya dorongan investasi untuk menemukan cadangan baru. Menurutnya, Indonesia masih punya potensi sekitar 45-50 juta barel dalam tahapan sumber daya. Potensi itu membutuhkan perusahaan yang berani untuk melakukan eksplorasi dengan resiko tinggi.
"Fakta bahwa produksi minyak tidak bisa mengejar konsumsi itu bukan hanya di Indonesia. Tiongkok saja sekarang menjadi net importer dengan 95 persen BBM haru diimpor. Jadi, Indonesia perlu mendorong ketahanan energi dengan menarik investor masuk ke Indonesia. Selain itu, Pertamina juga kita dorong untuk menambah cadangan minyak di luar negeri," terangnya. (bil)
BACA JUGA: Tiongkok Inves Rp 3 T di Kawasan Bitung
BACA JUGA: Izin Tambang Diurus Provinsi, Bentuk Kemunduran Otda
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Langkah Jokowi Benahi Transportasi Laut
Redaktur : Tim Redaksi