Slamet Rosyadi: Gaji Ke-13 Memberikan Dampak Pada Pertumbuhan Ekonomi 

Sabtu, 02 Juli 2022 – 17:55 WIB
Analis kebijakan publik Unsoed Purwokerto Slamet Rosyadi. ANTARA/Dokumentasi Pribadi

jpnn.com, PURWOKERTO - Pemerintah berencana mencairkan gaji ke-13 bagi aparatur sipil negara (ASN). 

Analis kebijakan publik dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Slamet Rosyadi menilai pencairan gaji ke-13 bagi ASN akan meningkatkan konsumsi masyarakat, dan daya beli. 

BACA JUGA: Alhamdulillah, Gaji ke-13 Puluhan Ribu Pensiunan PNS Cair, Daerah Anda Sudah?

“Pada akhirnya memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu (2/7).

Dia menjelaskan kebijakan gaji ke-13 sebenarnya sudah lama dilakukan pemerintah. Biasanya, kata dia, gaji ke-13 itu dicairkan pada Juli. 

BACA JUGA: Indonesian Drama Series Awards 2022 Segera Digelar, Bagikan 13 Penghargaan

Meskipun pada awalnya ditujukan untuk membantu ASN dalam memenuhi kebutuhan pendidikan anaknya, tetapi pencairan gaji ke-13 kali ini berbarengan dengan momentum lain yang cukup memberatkan masyarakat. 

"Kebijakan gaji ke-13 ini sebenarnya sangat bagus. Gaji ASN itu sebenarnya kecil jika dibandingkan tuntutan kebutuhan yang makin besar," katanya.

BACA JUGA: Sikap PWI soal Usulan Agar Wartawan Terima Gaji dari Pemerintah

Koordinator Program Studi S2 Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsoed itu mengatakan pencairan gaji ke-13 pada Juli 2022 merupakan langkah yang tepat. 

Sebab, hal itu berbarengan dengan adanya penyesuaian tarif listrik untuk pelanggan dengan golongan 3.500 VA ke atas (R2 dan R3) dan golongan pemerintah (P1, P2, dan P3) atau golongan pelanggan nonsubsidi.

Selain penyesuaian tarif listrik, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis pertalite dan solar mulai dibatasi. Demikian pula dengan elpiji kemasan tabung tiga kilogram direncanakan akan ada pembatasan konsumsi.

"Pencairan gaji ke-13 merupakan langkah, sehingga kalau tidak diberikan malah akan menurunkan daya beli masyarakat. Ketika harga barang-barang naik, itu, kan, akan berpengaruh pada inflasi juga, kan," katanya.

Rosyadi mengakui kenaikan harga yang dipicu oleh penyesuaian tarif listrik serta pembatasan konsumsi BBM jenis pertalite dan solar serta rencana pembatasan konsumsi elpiji 3 kilogram, juga akan berdampak terhadap masyarakat di luar ASN karena tidak menerima gaji ke-13.

Akan tetapi, pemerintah punya mekanisme untuk membantu masyarakat yang tidak mampu, antara lain melalui bantuan langsung tunai (BLT), program keluarga harapan (PKH), dan sebagainya.

"Itu salah satu cara untuk bagaimana mengamankan, di satu sisi ada kebijakan penyesuaian tarif listrik dan sebagainya, di sisi lain pemerintah juga mencoba untuk membuat kebijakan yang bisa menetralisasi," kata Rosyadi.

Dia mengatakan kebijakan-kebijakan tersebut diambil karena selama ini subsidi-subsidi yang diberikan pemerintah banyak dinikmati masyarakat kelas menengah ke atas, seperti subsidi pada BBM dan sebagainya.

Terkait dengan penyesuaian tarif listrik dan pembatasan konsumsi pertalite, dia menduga pemerintah memiliki perhitungan karena keuangan negara makin sempit dan volumenya berkurang.

"Ya, mau, tidak mau, harus melepas subsidi itu. Dengan demikian, pemerintah tinggal menggarap pengalihan subsidi itu untuk program-program ketahanan pangan, BLT, yang bisa langsung dinikmati oleh masyarakat kecil," katanya. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler