SMA/SMK Beralih ke Pemprov, SPP Minimal Rp 130 Ribu per Bulan

Rabu, 16 November 2016 – 00:19 WIB
Siswa SMA. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - SURABAYA – Pemprov Jawa Timur akan menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2016 tentang kewenangan pengelolaan SMA/SMK, mulai 2017 mendatang.

Bantuan operasional (bopda) dari pemerintah kota/kabupaten pun berhenti.

BACA JUGA: Kemdikbud Minta Sekolah Aktifkan Lagi Piket Kebersihan

Untuk memenuhi operasional sekolah, siswa se-Jatim akan dipungut sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) sampai ratusan ribu rupiah per bulan.

Umi Hany Akasah - Wartawan Radar Surabaya

BACA JUGA: Mendikbud Minta Bank Penyalur PIP Aktif Bantu Siswa

Selama ini bopda adalah anggaran yang membuat sekolah di Jawa Timur gratis.

Sebab, bopda yang diberikan kota/kabupaten mampu mencukupi  kebutuhan anggaran di sekolah masing-masing.

BACA JUGA: Tolong Wakil Rakyat Segera Cari Solusi Sekolah Gratis

Di Surabaya misalnya. Setiap siswa SMA/SMK mendapatkan anggaran bos sebesar Rp 1,4 juta per tahun.

Untuk memenuhi anggaran itu, pemkot membantu dengan bopda Rp 152 ribu per bulan.

Dalam setahun, siswa mendapatkan dana Rp 1,824 ribu. Jika ditotal maka satu siwa di Surabaya mendapatkan dana pendidikan sebesar  Rp 3,224 ribu.

Jumlah itu sudah mampu mencukupi kebutuhan operasional sampai gaji GTT/PTT di sekolah.

Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Jatim Saiful Rachman mengatakan rata-rata cost siswa SMA/SMK di Jatim antara Rp 3 sampai 4 juta setahun.

”Cost pendidikan Rp 3 jutaan setahun. Sedangkan bopda Rp 1,4 jutaan setahun. Untuk menambah cost pendidikan Rp 1,6 juta makanya akan ada tarikan. Kalau Rp, 1,6 juta dibagi 12, maka minimal tarikan Rp 130 sampai Rp 150 ribu,” kata Saiful ditemui di ruangannya, Senin (14/11).  

Tarikan SPP sebesar Rp 130 ribu– Rp 150 ribu itu adalah yang terkecil. Jumlah itu bisa berubah tergantung beberapa hal seperti biaya operasional sekolah, kegiatan dan mutu proses pembelajaran, dan UMK (upah minimum kabupaten/kota) GTT/PTT.

”Ada hitung-hitungannya. Skema pembiayaan akan disusun Desember mendatang,” tegas Saiful.

Meski diperbolehkan penarikan SPP, lanjut Saiful, dispendik akan tetap memantau penarikan.

”Sekolah harus bebas pungli. Meskipun diperlukan biaya yang ditarik dari masyarakat, tetap harus sesuai dengan ketentuan yang ada," tutur Saiful.

Pungutan yang diperbolehkan ialah untuk menutupi kekurangan biaya operasional.

Selain itu, untuk inovasi program-program di sekolah.

”Pendaftaran tidak boleh ditarik biaya. Tidak ada penarikan gedung. Jika ada maka itu termasuk pungli,” terang mantan kepala Badan Diklat Jatim ini.

Sebab, kegiatan pembangunan harus dilakukan dengan standar pelaksanaan dan pengawasan yang sudah tercatat dalam RAPBS (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah).

Dalam aturan penarikan SPP, Saiful memastikan adanya aturan yang adil. Besaran nilainya akan mempertimbangkan kondisi daerah dan tipe sekolah. Artinya, besaran SPP tidak akan disamaratakan.

”Berapa pun yang akan ditarik sekolah ke siswa harus atas sepengetahuan kami,” jelasnya.

Sekretaris Dispendik Jatim, Sucipto mengatakan  penarikan pungutan juga diperbolehkan dari pihak ketiga.

Misalnya dana yang bersumber dari corporate social responsibility (CSR). Pihaknya tidak berkenan bila sekolah menggunakan komite sekolah sebagai alat untuk menggali dana ke wali murid.

”RAPBS juga harus dibicarakan dengan komite sekolah. Komite sekolah itu tugasnya hanya memfasilitasi sekolah bertemu dengan wali murid. Jangan sampai ikut mengumpulkan sumbangan, apalagi tanpa sepengetahuan sekolah, pungkas Sucipto,” ujarnya.(*/no/sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Waduh! Pendirian SMK Baru Gagal Total


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler