SMK Tetap Sekolah, Bukan Pabrik

Minggu, 12 Februari 2012 – 23:33 WIB
Mendikbud Mohammad Nuh. Foto: Arundono/JPNN

SMK naik daun. Diawali heboh mobil Esemka, pemberitaan mengenai karya-karya fenomenal siswa-siswa SMK terus berlanjut. Tidak hanya merakit mobil, ada juga siswa SMK yang diketahui mampu merakit pesawat terbang. Kalau cuman merakit laptop, seolah bukan hal yang istimewa bagi anak SMK. Luar biasa!

Terlepas dari aroma rebutan mengapresiasi karya bocah-bocah ABG oleh sejumlah politisi yang sempat merebak, deretan karya anak SMK memunculkan harapan baru. Bahwa bangsa ini mampu. Bahwa kreatifitas anak-anak bangsa tidak bisa disepelekan. Yang menjadi pertanyaan, seberapa serius pemerintah memberikan perhatian?

Berikut wawancara wartawan JPNN Nicha Ratnasari dan Arundono, dengan Mendikbud Mohammad Nuh di ruang kerjanya, gedung Kemdikbud, Jakarta, beberapa hari lalu.

Apa sebenarnya latar belakang pendidikan jenjang SMK ini?
Kalau kita bicara SMK itu, tidak boleh dilepaskan dari bicara tentang konsep pendidikan vokasi (kejuruan). Pendidikan vokasi itu pendidikan yang diarahkan untuk meng-explore potensi peserta didik di dalam hal ketrampilan teknis. Sehingga nanti ujung-ujungnya itu bisa menjadi skill worker atau orang yang memiliki keahlian dan ketrampilan. Itu tentunya tidak cukup dengan ketrampilan teknis saja, tetapi juga dilengkapi dengan entrepreneur dan lain-lain. Sehingga, dia diharapkan nanti bisa hidup atau dilengkapi dengan life skill yang mana merupakan ilmu-ilmu yang bisa mengantarkan dia kesuksesan hidup.

Anak tentu bakatnya macam-macam tidak hanya dari sisi aspek ketrampilan teknis yang sifatnya hard, tapi juga ada yang soft. Maka dari itu, ada sekitar 121 konsentrasi atau jurusan di SMK. Mulai dari tata rias, tata boga, otomotif, pertanian, IT, perhotelan, dan lain sebagainya. Itu kenapa? Karena kita ingin menyajikan secara detail ketrampilan itu tadi. Oleh karena itu, tanpa harus melihat yang lain-lain, semuanya harus didorong.

Memang kalau sekarang yang sedang booming adalah otomotif, mulai dari mobil sampai pesawat. Tapi sebenarnya sekarang ini yang sedang kita dorong adalah jurusan Informasi Teknologi (IT). Banyak produk – produk animasi anak-anak yang bisa dipasarkan dan bisa diekspor. Termasuk juga animasi untuk pendidikan, juga komputer untuk jaringan dan laptop. Intinya, yang kita dorong sekarang ini adalah merangkai dan merakit  komputer, animasi dan komunikasi visual. Itu semua harus kita dorong. Karena yang dibutuhkan bukan hanya otomotif.

Selain itu, yang menarik juga perhotelan. Banyak anak-anak SMK kita yang mengisi hotel-hotel yang ada di Indonesia karena pariwisata kan juga meningkat pesat. Intinya, semua sektor akan kita dorong.

Anak-anak SMK juga ada yang merakit pesawat terbang. Tanggapan Anda?
Pesawat itu kan membutuhkan modal yang luar biasa besar. Yang penting anak-anak kita itu mengerti dengan dunia aeromatic. Karena kalau anak-anak SMK mampu membuat pesawat yang kemudian diarahkan ke komersial, saya kira memerlukan effort yang luar biasa. Karena kebutuhan kita untuk pesawat itu tidak sebesar dengan sepeda motor atau mobil. Lebih complicated.

Yang penting intinya sekarang ini anak-anak mengenal sistem aeromatic dan pesawat itu. Sehingga nanti ketika mereka bekerja di penerbangan, mereka pasti bisa di situ. Coba bayangkan, selama 5 tahun terakhir ini berapa perusahaan-perusahaan di Indonesia ini membeli pesawat maupun BUMN dan swasta? Itu semua kan membutuhkan teknisi, maka SMK itu bisa mengisi peluang yang ada di perusahaan penerbangan itu. Bukan membuat pesawatnya. Saya kira itu target terlalu ambisius lah kalau masuk ke wilayah sana.

Kalau diawali dengan merakit pesawat perintis ataupun pesawat untuk keperluan pertanian?
Kembali lagi, pesawat itu kan tingkat kebutuhannya tidak sebanyak mobil dan motor. Apalagi uji kelayakannya tidak mudah. Industri sebesar PT Dirgantara Indonesia (DI) saja harus berusaha keras untuk memperoleh predikat layak. Maka itu, SMK itu sasarannya bukan ke sana. Ini semua sasarannya itu mengisi peluang tenaga kerja itu tadi

Masalah uji kelayakan Mobil Esemka, sampai dimana perkembangannya?
Uji kelayakan itu kan harus dilakukan dengan lintas kementerian. Kan tidak mungkin buat sendiri, dinilai sendiri dan dipakai sendiri. Itu kan tidak benar. Mesti harus ada K/L yang terkait. Paling tidak ada 3 K/L yang terkait. Untuk uji emisi kita akan gandeng Kemristek dan Kemenhub. Kalau sudah model fabrikasi dan penjualannya berarti kita akan menggandeng Kemenperin dan Kemendag. Jadi, memang kita bisa melakukan uji internal. Tapi kalau untuk mengeluarkan sertifikasi atau sertifikat kelayakan dari sisi emisi, kita tidak bisa. Harus dilakukan oleh kementerian yang berwenang. Selanjutnya, juga harus ada jaminan after sales servicenya

Berarti dalam waktu dekat belum bisa dikeluarkan sertifikat kelayakannya?
Iya, belum. Tapi kata belum ini bukan berarti tidak akan dilakukan. Tetap terus akan dilakukan proses sertifikasi kelayakannya. Tapi tahun 2012 ini memang tahun untuk uji-uji kelayakan itu tadi. Oleh karena itu tahun ini fokus untuk audit semuanya.
Maka dari itu, biarkan ini berjalan sesuai dengan mekanisme designnya dan akhir tahun ini diharapkan semuanya sudah rampung. Sehingga tahun 2013 sudah masuk proses selanjutnya.

Banyak pihak berharap Mobil Esemka dicanangkan sebagai mobil nasional?
Nah, untuk yang satu ini saya sering katakan. Kemdikbud tidak boleh serta merta terjebak di dalam desakan dan keinginan itu. Tetap harus ada mekanisme yang harus dilalui. Tapi tetap Kemdikbud memberikan apresiasi atas harapan dan dorongan dari public agar produk ini dapat diproduksi secara massal. Entah itu jadi mobnas, mobil dinas atau lainnya, itu urusan belakang.

Yang penting dari sisi edukasi, ini harus tetap dipegang dan dikendalikan. Karena anak-anak SMK itu tidak boleh terjebak di dalam proses fabrikasi itu yang kemudian  meninggalkan konsep-konsep edukasi. Itu tidak boleh. Kalau anak-anak terjebak di situ, nanti malah jadi buruh bukan belajar. Sekolah SMK ini tetap sekolah, bukan pabrik.

Tapi ini soal apresiasi dan kebanggaan nasional loh Pak?
Saya tegaskan, dalam hal ini kita tidak boleh terlalu gegabah. Kalau ada orang yang pesan, ya boleh saja walaupun belum diproses. Kan banyak juga produk mobil XYZ lainnya bisa dipesan sebelum produk itu dibuat. Tetapi kalau untuk dijual, tetap menunggu sampai semuanya sudah memenuhi syarat.

Yang ingin saya tegaskan lagi, SMK itu sekolah. Maka roh atau jiwa karakteristik sekolah itu tidak boleh ditinggal. Namun begitu, dia juga harus mengenal industri, pasar dan lainnya. Itu harus. Kalau tidak, maka dikhawatirkan akan menjadi asing. Maka itu, ada kerja praktek untuk mengetahui dinamika di dunia industri dan masyarakat itu.

Bagaimana tanggapan Anda atas anggapan sejumlah politisi dan pejabat memanfaatkan mobil Esemka ini untuk pencitraan?
Tidak apa-apa. Saya kan juga pernah bilang, adanya mobil Esemka ini mengandung beberapa makna. Pertama, ada semacam kerinduan masyarakat terhadap prestasi anak-anak bangsa. Jadi kalau ada yang bisa apa, pasti ikut senang.  Kedua, melalui produk teknologi ini, maka anak-anak SMK ini dipakai untuk pencitraan. Saya tidak apa-apa, silahkan saja.

Jadi tak ada larangan politisasi karya anak SMK ini?
Ya, saya tahu itu. Silahkan saja, mau dimanfaatkan atau dipakai politik apa saja. Tapi saya tekankan, jangan ada yang sampai merusak roh sekolahnya. Sekolah tetap sekolah. Kami merasa bersyukur saja, kalau produk SMK ini bisa menjadi tunggangan yang lain. Tidak ada salahnya.  Saya tidak akan melarang. Mobil ini mau dipakai untuk kampanye pemilihan Gubernur, Walikota, Bupati, monggo saja. Yang penting tidak mempengaruhi sekolahnya.

Yang mencanangkan Esemka sebagai mobnas kok justru selalu dari pihak luar dan Kemdikbud tidak bersuara mengenai hal ini. Kenapa?
Saya sengaja berdiam diri saja. Saya tidak mau ikut-ikut bersuara seperti yang lain, ramai-ramai masuk koran, muncul di televisi sampai berhari-hari. Saya sengaja menahan diri untuk tidak mengunjungi sekolah-sekolah SMK seperti beberapa orang lainnya itu. Biarkan saja mereka begitu. Saya berpikir, untuk apa saya seperti itu? Kan sudah jelas, SMK itu punya siapa? Punya Kemdikbud. Ngapain saya ikut-ikut latah seperti itu? Wong kita yang punya kok.

Maka dari itu, saya memutuskan tidak mau ikut-ikut meramaikan di arena itu. Tapi kalau yang lain mau seperti itu, monggo saja, silahkan. Masa kita yang punya  harus ikut-ikut seperti itu? Ndak lucu dong. Saya kan juga bukan politisi dan tidak ada kepentingan politik.

Konsentrasi anggaran Kemdikbud tahun ini lebih pada pendidikan dasar. Untuk SMK bagaimana?
Perlu dicatat, tidak dikosentrasikan bukan berarti lalu kita abaikan. Itu tidak seperti itu. Anggaran SMK itu masih mencapai angka Rp  2,254 triliun. Itu belum termasuk APBN-P. Saya kira, angka ini sama dengan beberapa kementerian. Artinya, dana SMK itu cukup besar. Yang penting, supaya anak SMK yang memiliki ketrampilan teknis ini tidak berpindah-pindah dan bisa diasah lagi ketrampilan teknisnya, maka kami buka community college. Jadi anak-anak SMK yang sudah lulus pasti kan ada yang ingin meningkatkan ketrampilan dan keahliannya, oleh karena itu bisa disalurkan di community college yang bisa berjalan selama 2 – 3 tahun. Bisa juga dinaikkan lagi ke politeknik. Dengan demikian, anak SMK akan tetap terjaga tradisi dan budaya rohnya di dalam ranah teknis dan vokasi itu.

Kalau kita hanya mengandalkan SMK dan selesai begitu saja, maka tidak akan berkembang. Kan kasihan, setelah lulus SMK lalu bingung mau kemana, apalagi yang tidak punya biaya melanjutkan ke universitas. Sehingga, pemerintah harus memperkuat jenjang di atasnya (SMK) ini namun tetap rohnya tetap vokasi.

Dari sisi siswa, di tahun 2009-2010 jumlah siswa SMK dan SMA itu sebanyak  46 persen dan 54 persen. Sedangkan tahun 2010-2011, perbandingan jumlah siswa SMK dan SMK sebesar 48 persen dan 52 persen. Artinya, perjalanan jumlah siswa SMK ini cukup naik drastis. Ini nanti mau kita buat SMK yang lebih banyak proporsinya, karena kita ingin mengisi skill worker itu tadi. Mau kita naikkan yang SMK ini. Kalau SMA itu kalau untuk kerja memang kurang tepat, karena sifatnya masih umum. Maka itu, kita mau genjot yang SMK ini. Oleh karena itu, jumlahnya kita perbanyak.

Cara menggenjotnya seperti apa?
Jadi, untuk menindaklanjuti tentang SMK ini, sudah ada roadmapnya. Sekarang yang kita lakukan dan belum selesai adalah audit SMK. Jadi kita ingin mngetahui bagaimana fakta di lapangannya mengenai sekolah SMK dan anak-anak SMK ini. Kita audit kompetensinya, fasilitasnya, organisasi manajemennya, produknya, riset dan inovasinya, dan mitra bisnisnya. Yang melakukan audit itu adalah Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

Kenapa harus diaudit seperti itu?
Kita sengaja melakukan audit ini karena jika kita ingin melangkah yang lebih jauh lagi harus tahu dan paham betul bagaimana duduk perkaranya, dan  bagaimana kelengkapan-kelengkapannya. Oleh karena itu, setelah kita nanti tahu peta persisnya yakni dari sisi kompetensinya dan semuanya, maka tahun 2013 kita bisa tahu persis apa yang akan kita lakukan lagi selanjutnya. Sehingga, insyaallah di dalam anggaran 2013 nanti sudah bisa dikuatkan untuk SMK.

Berarti 2013 nanti konsentrasi pemerintah terfokus pada SMK?
Dalam masalah konsentrasi itu jangan dibayangkan pada satu titik saja. Jadi namanya konsentrasi itu semua titik. Tapi memang dari segi anggaran memang lebih banyak di pendidikan dasar, karena untuk rehabilitasi sekolah saja sudah mencapai Rp 9 triliun sendiri. Tapi bukan berarti yang lain tidak jadi fokus. Semua dari mulai Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Pendidikan Tinggi (Dikti) juga difokuskan dan ada program andalannya serta juga ada yang bertanggung jawab. ***

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Ingin Tapi Mungkin


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler