JAKARTA--Anggota Komisi VII DPR Dewi Aryani, menilai pernyataan Wakil Menteri ESDM di berbagai media soal kebijakan pembatasan BBM yang balik menuding DPR tidak siap, amat menunjukkan diri sebagai pemerintahan 'boneka'.
Bahkan, menurutnya, pemerintah tidak pernah siap mewujudkan kebijakan yang pas dengan kondisi sosial ekonomi dan politik dalam negeri termasuk kelemahan dalam mensikapi terpaan pengaruh perkembangan global.
Ia menjelaskan, pemerintah sudah sejak awal tahun 2011 membahas usulan soal kebijakan BBM. "Tapi, semua hanya wacana saja,mulai dari program konversi, diversifikasi, hingga kepanikan terjadi dan mengusulkan melakukan pembatasan BBM. Seharusnya Kementrian ESDM melakukan tugasnya dengan tanpa melempar handuk (melempar masalah) kepada DPR," kata Dewi, Sabtu (21/1), lewat keterangannya kepada JPNN, di Jakarta.
Politisi PDI Perjuangan itu menjelaskan DPR justru melakukan tugasnya dengan sangat intensif dalam bidang pengawasan. Tugas DPR, menurut dia, memperingatkan dan memberikan usulan solusi kepada pemerintah.
Pemerintah harus segera menjemput bola dan menghitung benar-benar bagaimana berbagai opsi itu dengan melihat semua aspek. Karena, ini kebijakan utk negara, untuk rakyat bukan untuk perusahaan atau perorangan dan kelompok. Diingatkan, kalau tidak siap jangan melempar isu ke publik sebuah kebijakan yang belum jelas benefitnya untuk rakyat. "Berikan opsi-opsinya kepada DPR dan mari menghitung bersama. Kita bahas tuntas semua secara terbuka dan akuntabel," kesal dia.
Ia menjelaskan, berbagai aspek resiko sudah dibeberkan DPR dan silahkan pemerintah melihat serta menganalisa dengan jernih. Pemerintah, kata dia, harusnya tidak hanya fokus kepada pengeluaran negara saja yang di besar-besarkan.
Tapi, rakyat juga menunggu transparansi pemerintah soal pemasukan negara seperti apa, darimana saja sumbernya dan juga peruntukannya selama ini untuk apa saja. "Manfaat 'in and out' keuangan negara tentunya endingnya semata mata seharusnya untuk kepentingan mensejahterakan rakyat," tambah Dewi.
Lebih jauh ia mengatakan, perlunya pemahaman dan implementasi good governance yang menyeluruh. Ia menilai, kearifan pemerintah tak ditunjukkan selama ini. Kecenderungan sikap emosi menghadapi tuntutan dan penolakan masyarakat menunjukkan pemerintah tak pernah siap. Skenario kebijakan energi yang seharusnya jadi payung semua tatanan kebijakan migas dan pertambangan hingga energi terbarukan saat ini menjadi makin krusial harus segera ditindak lanjuti.
"Hampir tiga tahun DEN (Dewan Energi Nasional) berdiri, harus segera menggelar prestasi kinerjanya yaitu melahirkan KEN (Kebijakan Energi Nasional) yang komprehensif dan mengutamakan pelaksanaan amanah UUD 45 pasal 33 dan menjunjung tinggi kepentingan rakyat, bertujuan utama mensejahterakan rakyat," pungkas Dewi. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemberantasan Korupsi Tersendat
Redaktur : Tim Redaksi