Soal Enzo Allie, Momentum Bagi Jokowi Pilih Figur yang Tepat

Kamis, 08 Agustus 2019 – 00:32 WIB
Rudi S Kamri. Foto: Dok Pri

jpnn.com, JAKARTA - Rudi S Kamri, Pegiat Media Sosial


Salahkah Hadiati Basjuni Allie saat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 menjadi pendukung militan Prabowo Subianto? Tidak salah. Itu hak dia sebagai warga negara Indonesia yang dijamin Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

BACA JUGA: Enzo Disebut Terpapar Radikalisme, Menhan Bereaksi Keras

Menjadi salah saat dia begitu “kekeuh” memuja berlebihan ideologi khilafah dan sangat kasar menghina serta mencaci kepala negara dengan ujaran kebencian yang tidak biadab.

Hadiati Basjuni Allie mungkin otaknya sudah terpapar virus khilafah. Dugaan saya terbukti dari unggahannya di akun Facebook pribadinya pada Desember 2018 yang dengan semangat mengelu-elukan ideologi khilafah.

BACA JUGA: Enzo Keturunan Prancis yang Lulus Akmil WNA atau WNI? Ini Kata Panglima TNI

Mari kita soroti anaknya, Enzo Allie. Tunas muda berdarah Indo-Prancis itu beberapa hari lalu menjadi spotlite media saat diajak ngobrol Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dengan menggunakan bahasa Prancis.

Video percakapan mereka menjadi viral. Keviralan video tersebut rupanya jalan Tuhan untuk menguak siapa sejatinya Enzo. Pemuda yang bangga mengibarkan bendera khilafah.

BACA JUGA: Mengintip Keistimewaan Jaket Edisi Khusus Giordano yang Dipakai Jokowi

Bagaimana mungkin anak muda yang gandrung dengan bendera khilafah dan anak dari seorang emak militan pejuang khilafah bisa lolos tes masuk Akademi Militer (Akmil)?

Saya belum berani mengatakan Enzo Allie sudah terpapar virus khilafah. Mungkin hanya ikut- ikutan ibunya. Mungkin hanya sok gagah mengibarkan bendera khilafah.

Bagaimana mungkin anak dari pengikut khilafah bisa lolos menjadi tentara penjaga negeri?

Menurut pengamat intelijen Indonesia Suhendra Hadikuntono, hal ini seharusnya tidak perlu terjadi. Karena, kalau benar ternyata ada upaya penyusupan kader prokhilafah ke dalam institusi TNI, hal ini akan membahayakan TNI dan negara.

Menurut dia, fungsi intelijen yang paling utama adalah mencegah dan menangkal, bukan penindakan.

Sekali lagi ini pelajaran yang paling berharga bagi kita semua. Beruntunnya kasus yang menimpa negeri ini mulai tragedi Bank Mandiri, blackout PLN, dan peristiwa lainnya harus dijadikan momentum bagi intelijen negara untuk mempertajam daya endusannya guna memantau pergerakan kaum prokhilafah.

Dengan kegagalan total mereka menunggangi Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019, saya meyakini mereka akan berupaya keras melakukan aksi infiltrasi ke segala lini vital di negeri ini.

Mungkin saatnya perlu dipikirkan bahwa institusi intelijen negara tidak lagi dipegang oleh politisi, polisi atau militer. Namun, seperti negara-negara lain di dunia seperti CIA di Amerika, KGB di Rusia dan MI6 di Inggris, institusi intelijen negara selayaknya dipegang oleh orang sipil yang mumpuni di bidang intelijen agar daya tangkal dan daya endus intelijen negara kita lebih fokus dan tajam.

Mudah-mudahan ini momentum emas bagi Presiden Jokowi untuk lebih jeli menentukan orang-orang yang tepat untuk membantu pekerjaan besar beliau untuk Indonesia.

Selanjutnya kita tunggu saja langkah konkret TNI untuk mengambil tindakan tegas dan nyata dalam kasus Enzo Allie. (*) 

BACA ARTIKEL LAINNYA... TNI Mengerahkan Pesawat Intai Strategis di Papua


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler