Soal Format Pilkada, Fahira Idris Tawarkan Uji Publik Calon Kepala Daerah

Sabtu, 23 November 2019 – 02:12 WIB
Senator dari DKI Jakarta Fahira Idris. Foto: Dok DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Wacana agar ada opsi lain dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) kembali mengemuka. Selain opsi tetap mempertahankan pilkada langsung oleh rakyat dengan meminimalisir efek negatifnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) saat ini tengah mengkaji opsi format pilkada yang lain yaitu pilkada kembali ke DPRD dan opsi terbaru yaitu pilkada asimetris.

Opsi terbaru (pilkada asimetris) adalah sistem yang memungkinkan adanya perbedaan pelaksanaan mekanisme pilkada antar-daerah. Perbedaan tersebut bisa muncul dikarenakan suatu daerah memiliki karakteristik tertentu, seperti kekhususan dalam aspek administrasi, budaya, ataupun aspek strategis lainnya.

BACA JUGA: Pilkada Melalui DPRD Tidak Melanggar UUD 1945

Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, wacana mengubah format pilkada sebagai evaluasi dari gelaran pilkada langsung selama ini sah-sah saja. Namun, Fahira mengingatkan terlepas dari efek negatif negatifnya, pilkada langsung oleh rakyat adalah format pilkada terbaik saat ini. Fokus yang perlu diperhatikan dalam menata pilkada ke depan adalah menutup serapat mungkin celah yang menjadikan pilkada sumber konflik dan membuat aturan yang ‘memaksa’ partai politik hanya mengajukan hanya calon yang memiliki kompetensi, integritas, dan kapabilitas serta memenuhi unsur akseptabilitas. Untuk itu, tahapan penyelenggaraan pilkada ke depan harus ada tahapan uji publik bagi para calon kepala daerah.

Menurutnya, ada dua pilihan mekanisme. Uji publik dilakukan oleh parpol dengan menjaring calon-calon kepala daerah, diperkenalkan dan diuji kemampuannya di depan publik semacam konvensi. Atau KPU di daerah membuat panitia uji publik yang mandiri untuk menyaring calon yang diajukan parpol ataupun calon perseorangan di hadapan publik.

BACA JUGA: Komisi II Pertimbangkan Hapus Pilkada Langsung di Tingkat Provinsi

“Tahap uji publik inilah menjadi ruang seluas-luasnya bagi publik untuk menyaksikan kompetensi, integritas, dan kapabilitas calon. Jadi ini lebih mendalam dari debat kandidat,” ujar Fahira Idris yang juga Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI ini di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (22/11).

Jika uji publik dilakukan oleh KPU Derah, maka uji publik harus masuk ke dalam tahapan dan jadwal penyelenggaraan pilkada atau menjadi syarat wajib yang harus diikuti semua calon kepala daerah. Uji publik yang terbuka sangat efektif menyaring calon yang integritasnya buruk dan kemampuannya rendah menjadi kepala daerah.

BACA JUGA: NasDem Tolak Pilkada lewat DPRD

“Format ini sebenarnya sudah ada di Perpu Pilkada yang dikeluarkan Pak SBY untuk menganulir UU Pilkada Lewat DPRD pada 2014 lalu. Namun saat akan dijadikan undang-undang, ketentuan uji publik ini ditolak oleh banyak parpol di DPR saat itu. Padahal ini salah satu terobosan untuk menata pilkada,” jelas Fahira.

Terkait besarnya anggaran yang harus dikeluarkan terutama bagi calon kepala daerah solusinya adalah aturan yang tegas dan komitmen menghadirkan pilkada yang efektif dan efisien. Mulai dari sosialisasi calon yang hanya melalui KPU daerah, format kampanye yang sifatnya dialogis bukan rapat umum, menjaring pendanaan secara terbuka oleh calon, dukungan dana dari parpol untuk calonnya, hingga menghilangkan dugaan adanya mahar politik jika praktik itu masih terjadi.

“Jadi kalau evaluasi pilkada langsung soal besarnya biaya yang harus dikeluarkan calon, kembali lagi kepada komitmen calon dan parpol untuk menjalankan aturan dana kampanye. Persoalannya kita semua, terutama parpol dan calon mau tidak berkomitmen menghadirkan pilkada yang efektif,” pungkas Fahira. #

Salam dan doa semoga Bapak/Ibu Redaksi sehat dan sukses dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Bersamaan dengan ini, saya kirimkan siaran pers terkait wacana opsi pilkada selain pilkada langsung oleh rakyat.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler