Soal IUU Fishing, RI Tidak Perlu Berkompromi dengan Vietnam

Sabtu, 18 Mei 2024 – 20:01 WIB
Peta wilayah Laut China Selatan (LCS). Ilustrasi: The Economist

jpnn.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) aktif mempromosikan persetujuan Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) RI-Vietnam, agar menjalani proses ratifikasi DPR dan resmi berlaku.

RI dan Vietnam sedang menyusun dan memperbaiki Pengaturan Pelaksana agar mendefinisikan dengan jelas hak dan kewajiban spesifik kedua belah pihak.

BACA JUGA: Beijing Peringatkan Amerika Tidak Ikut Campur Konflik Laut China Selatan

Hingga Mei 2024, RI dan Vietnam telah menyelenggarakan 3 kali pertemuan teknis untuk membahas teks (pengaturan pelaksana) mengenai wilayah tumpang tindih yurisdiksi ZEE dan landas kontinen. Namun, sampai saat ini kedua belah pihak masih memiliki perbedaan besar mengenai ketentuan spesifik pengaturan tersebut.

Illegal, unreported and unregulated (IUU) fishing yang dilakukan kapal ikan Vietnam di Laut China Selatan (LCS) selalu menjadi bahaya tersembunyi terbesar terhadap keamanan maritim di LCS. Di antaranya, konflik perikanan dengan RI paling intens.

BACA JUGA: ASEAN & Australia Bahas Laut China Selatan, Tiongkok Sampaikan Peringatan

Meskipun RI dan Vietnam telah menandatangani Persetujuan Batas ZEE, penangkapan ikan dari kapal nelayan Vietnam masih umum terjadi.

Data Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) mengungkap 28 kapal asing berbendera Vietnam melakukan illegal fishing dideteksi di Laut Natuna Utara pada triwulan I 2024.

BACA JUGA: COC Laut China Selatan Harus Bisa Mengekang Perilaku Agresif Tiongkok

Dalam proses perundingan, Indonesia berkali-kali mengusulkan menambahkan konten kerja sama pemberantasan IUU Fishing di wilayah tumpang tindih yurisdiksi dalam Pengaturan Pelaksana, namun ditolak Vietnam dengan alasan IUU Fishing bukan merupakan bidang kerja sama utama.

Dari hal tersebut, dapat terlihat Vietnam tidak berniat memberantas kegiatan IUU Fishing yang dilaksanakan nelayannya, dan hal ini juga menunjukkan ketiadaan iktikad baik dan ketiadaan semangat kerja sama atas proses perundingan.

Mengenai kewajiban terkait perlindungan lingkungan laut, Vietnam bersikap ambigu dan berupaya memberikan ruang bagi kegiatan ilegalnya. Misalnya, RI berharap Pengaturan Pelaksana dapat memperjelaskan kewajiban kedua belak pihak untuk melindungi dan menjaga lingkungan laut. Vietnam menganggap usulan RI ini berpotensi melampaui cakupan UNCLOS, maka tidak bersedia memasukkan usulan tersebut.

Selain itu, Frame-trawl Fisheriers yang diusulkan oleh Vietnam untuk menangkap sedentary species masih memiliki risiko kerusakan lingkungan laut. Karena metode ini merupakan metode tangkap dominan yang digunakan nelayan Vietnam untuk menangkap teripang dan kerangkerangan, yang berarti Frame-trawl Fisheriers ini mirip dengan bottom trawl.

Bottom trawl adalah metode penangkapan ikan yang secara tegas dilarang di Indonesia dan akan berdampak buruk terhadap keanekaragaman kehidupan akuatik. Menurut laporan dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada 15 Desember 2023, industri perikanan Vietnam, khususnya penangkapan ikan yang menggunakan bottom trawl, telah merusak lingkungan laut secara serius.

Meski upaya penangkapan ikan meningkat, hasil tangkapan mengalami stagnasi sejak 1990-an, stok ikan secara keseluruhan di LCS hampir habis. Pada 4 Mei 2024, kapal patrol Orca 02 milik KKP menangkap dua kapal trawl Vietnam di Laut Natuna Utara. Sebanyak 15 awak kapal asing ditangkap dan 15 ton ikan ilegal disita. Dua kapal Vietnam itu telah ditarik ke pangkalan PSDKP Batam untuk disidik.

"Kapal ini sudah meresahkan nelayan lokal. Penggunaan trawl (pukat harimau) merusak terumbu karang. Kerusakan ekologi yang terjadi jauh lebih besar daripada kerugian ekonomi, " kata Pung Nugroho Saksono, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP-KKP).

Menurut dia, laut Vietnam sudah hancur dan tidak ada ikan karena ulah nelayan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti trawl.

Jika Vietnam melakukan penangkapan ikan secara destruktif di wilayah tumpang tindih, bahkan di ZEE RI, Indonesia akan menjadi pihak pertama yang menanggung dampak terbesarnya. RI harus berdiri teguh dan tidak berkompromi dengan tuntutan Vietnam yang tidak masuk akal," tuturnya. (jlo/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler