Soal Jabatan Presiden Tiga Periode, Pakar Ini Menolak Keras, Sebut Nama Jokowi

Selasa, 08 Juni 2021 – 15:23 WIB
Pakat komunikasi politik Univeristas Eza Unggul Jamiluddin Ritonga. dok for jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga merespons munculnya wacana masa jabatan presiden selama tiga periode.

Menurut dia, isu yang kembali dimunculkan menjelang Pilpres 2024 itu harus ditolak.

BACA JUGA: AHY Khawatir soal Jabatan Presiden 3 Periode, Pangi Tuding Kelompok di Lingkaran Jokowi

"Wacana masa jabatan presiden tiga periode yang kerap didengungkan sejumlah pihak harus ditolak," kata Jamiluddin kepada JPNN.com, Selasa (8/6).

Dia pun melihat belakangan ini ada upaya-upaya untuk menjadikan Jokowi sebagai presiden tiga periode.

BACA JUGA: Rizal Ramli Jawab Tantangan Debat soal Haji, Yandri Susanto Bagaimana, Siap?

Hal itu menurutnya dilontarkan sebagian elite dan petualang politik yang ingin mendapat keuntungan pribadi dan kelompok.

Jamiluddin mengatakan, Presiden Jokowi sendiri sudah berulang kali menyatakan akan tetap konsisten dan berkomitmen terhadap UUD 1945 yang mengatur masa jabatan presiden maksimal dua periode.

BACA JUGA: Informasi Penting Pendaftaran PPPK 2021, Seluruh Guru Honorer Mungkin Bergembira

"Keinginan presiden tiga periode juga mengingkari amanat reformasi," ujar Jamiluddin.

Penulis buku Perang Bush Memburu Osama itu menegaskan, penetapan dua periode yang dilakukan para reformis bertujuan agar tidak mengulangi masa kelam kepemimpinan orde baru dan presiden seumur hidup di era Soekarno berkuasa.

Jamiluddin bahkan menyebut DPD RI dan mayoritas partai politik juga menolak wacana jabatan presiden tiga periode.

"Ini artinya, untuk dapat mengamendemen UUD 1945 peluangnya sangat kecil," ucap dia.

Oleh karena itu, dia menilai tidak ada alasan yang cukup kuat bagi elite dan petualang politik untuk terus menerus menyuarakan masa jabatan presiden tiga periode.

Mantan dekan Fakultas Ilmu Komunikasi IISIP Jakarta itu menyatakan, semua yang merasa reformis harus melakukan pencegahan jangan sampai ada amendemen kelima UUD 1945.

BACA JUGA: Mahfud Sebut Pengalihan Tanah Asing Banyak di Era SBY, Demokrat Serang Balik

"Dimaksudkan untuk mencegah penumpang gelap dan para oligarki yang hanya berpikir pragmatis demi kepentingan sesaat," kata Jamiluddin. (cr3/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler