Soal Kerancuan Sejarah Pancasila di Buku Ajar Sekolah, Basarah Minta Lemhannas Meluruskan

Rabu, 05 Juli 2023 – 18:44 WIB
Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah saat berbicara di depan peserta kursus PPRA LXV dan PPAS XXIV 2023 Lemhannas, Rabu (5/7). Foto: Dokumentasi Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah menyoroti masih ditemukannya keracuan tentang sejarah lahirnya Pancasila di sejumlah buku ajar sekolah.

Untuk itu, dia mengajak Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) meneliti dan meluruskan sejarah kelahiran Pancasila di buku ajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) maupun bahan pengajaran lembaga pendidikan kedinasan.

BACA JUGA: Peringati Haul Bung Karno di UM, Ahmad Basarah Berpesan Begini, Silakan Disimak

Menurut Basarah, Lemhannas bisa bekerja sama dengan badan atau lembaga lain yang menaruh perhatian pada geopolitik dan ideologi negara.

"Di sejumlah buku ajar sekolah, perguruan tinggi, bahkan di bahan pengajaran kedinasan tertentu, masih ditemukan kerancuan tentang sejarah lahirnya Pancasila. Ada yang menyebut tokoh yang melahirkan Pancasila adalah Bung Karno, ada yang menyebut Mohammad Yamin," ungkap Ahmad Basarah di depan peserta kursus PPRA LXV dan PPAS XXIV 2023 Lemhannas, Rabu (5/7).

BACA JUGA: Basarah PDIP: Bung Karno Tokoh Legendaris yang Tidak Lekang Sejarah

Dia pun menegaskan agar sejarah kelahiran ideologi bangsa Indonesia tersebut harus ditulis secara valid dan seragam.

Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu menilai jika Lemhannas bersama MPR, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta lembaga-lembaga riset di banyak kampus duduk bersama melakukan riset untuk meluruskan sejarah kelahiran Pancasila di semua buku ajar, hasilnya akan sangat bermanfaat buat bangsa dan negara.

"Masyarakat Indonesia kini didominasi oleh generasi milenial dan generasi Z yang sama sekali terputus dari sejarah kemerdekaan masa lalu. Mereka adalah generasi cerdas, kritis, melek internet. Jika disodorkan kepada mereka sejarah yang tidak masuk akal, mereka cenderung mempertanyakan atau menolaknya," jelasnya.

Untuk itu, Ahmad Basarah mengusulkan agar kepada generasi ini didoktrinkan hanya ada satu Pancasila, tidak ada Pancasila 1 Juni, Pancasila 22 Juni, atau Pancasila 18 Agustus 1945.

Hanya saja, lanjut dia, agar generasi muda bangsa tidak bingung dengan begitu banyak informasi di dunia virtual, kepada mereka harus disodorkan penulisan sejarah yang simpel, enak dibaca, dan masuk akal.

"Pertama-tama di buku ajar harus disampaikan sejarah Bung Karno dan para pendiri bangsa lainnya, lalu bagaimana nilai-nilai Pancasila digali dari nilai-nilai luhur yang berkembang di Nusantara. Ini yang saya maksud penyajian fakta-fakta sejarah secara rasional dan membangkitkan kecintaan pada Pancasila," terang Ahmad Basarah.

Setelah pembaca diharapkan paham tentang bagaimana nilai-nilai Pancasila digali, Ahmad Basarah mengusulkan tahap kedua agar kepada generasi muda yang kritis itu disodorkan sejarah kelahiran Pancasila secara komprehensif.

Dimulai dari pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 di sidang BPUPK, lalu rapat Panitia Sembilan pada 22 Juni 1945, hingga sidang PPKI pada 18 Agustus 1945.

"Hanya dengan menjelaskan sejarah kelahiran Pancasila dengan runtut seperti inilah maka sejarah kelahiran Pancasila akan mudah dimengerti dan jauh dari resistensi generasi muda," tandas doktor ilmu hukum tata negara lulusan Universitas Diponegoro Semarang itu.

Ahmad Basarah mengingatkan dalam meralat buku ajar sekolah itu, hendaknya pihak-pihak yang terlibat di dalamnya tetap menghormati setiap pelaku sejarah kelahiran Pancasila.

Misalnya, selama ini diketahui dalam versi Nugroho Notosusanto bahwa Muhammad Yamin adalah tokoh yang pertama kali mengusulkan Pancasila dalam sidang BPUPK 29 Mei 1945.

Saat sejarah versi Nugroho ini diralat, dia mengingatkan jangan sampai ketokohan dan peran sejarah Muhammad Yamin terabaikan.

"Kita harus terus menghormati jasa para pahlawan. Ingat, Pancasila dilahirkan oleh semua pendiri bangsa. Bahwa sumber kelahiranya adalah pidato Bung Karno 1 Juni 1945, itu hanyalah bagian sejarah. Bung Karno dan semua pahlawan itu adalah milik bangsa Indonesia," tegasnya lagi.

Hadir dalam acara itu Wakil Gubernur Lemhannas Letjen Mohamad Sabrar Fadhilah, Sestama Lemahannas Komjen Rudy Sufahriadi.

Hadir juga Deputi Pendidikan Lemahannas Marsda Andi Heru Wahyudi, Deputi Kebangsaan Lemahannas Laksda Edi Sucipto, dan Deputi Pengkajian Lemahannas Prof Reni Mayerni. (mrk/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler