jpnn.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan angka prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan di Indonesia sebesar 8,49 persen pada 2021.
Angka tersebut naik 0,15 poin dari tahun sebelumnya yang sebesar 8,34 persen
BACA JUGA: Beras jadi Komoditas Pangan Penyebab Inflasi, NFA Lakukan Hal Ini
Ini menjadi salah satu alasan Corsec Diesel One Group Ayuningtyas Widari Ramdhaniar getol ingin membenahi persoalan pangan di Indonesia.
Ayuningtyas menyebutkan ada beberapa persoalan penting yang harus dibenahi. Salah satunya ialah akses dan ketersediaan pangan bergizi.
BACA JUGA: Pemerintah Harus Fokus Jaga Stabilitas Harga Pangan untuk Tumbuhkan Kepuasan Publik
"Hal itu makin terhambat oleh berbagai tantangan antara lain pandemi COVID-19, konflik, perubahan iklim, ketimpangan, kenaikan harga, dan ketegangan internasional," kata Ayuningtyas dalam keterangannya, Senin (27/10).
Dia juga menjelaskan optimalisasi pemberdayaan kelembagaan pangan juga harus dilakukan.
BACA JUGA: Hadapi Potensi Krisis Pangan 2023, Ganjar Optimalkan Produksi Pajale dan Politik Pupuk
"Selain itu, belum optimalnya pemanfaatan sumber daya pangan lokal, ekstensifikasi dan diversifikasi pangan masyarakat, dan pengembangan sistem ketahanan pangan yang berkelanjutan," lanjutnya.
Ayuningtyas menyebutkan tindakan yang dilakukan saat ini akan menentukan masa depan bang Indonesia.
"Jadi, saat ini harus menentukan apa yang akan diperbaiki, mulai dari mana, dan dengan cara seperti apa," tuturnya.
Tak hanya itu, Ayuningtyas menyebutkan data Persatuan Bangsa-Bangsa, lebih dari 80 persen orang miskin ekstrem tinggal di daerah pedesaan dan bergantung pada pertanian serta sumber daya alam.
"Ini adalah perjuangan bagi mereka untuk mendapatkan akses ke pelatihan, keuangan, inovasi dan teknologi," lanjutnya.
Dia juga menjelaskan jika ingin mengakhiri kelaparan, membutuhkan akses yang lebih baik terhadap pangan dan ajakan budi daya pertanian secara luas berkelanjutan.
"Hal tersebut mencakup pengembangan produktivitas dan pemasukan petani kecil dengan mendorong kesamaan luas lahan, teknologi dan penjualan, sistem produksi pangan yang berkelanjutan, dan budi daya yang terus menerus," tutur Ayuningtyas.(mcr8/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Kenny Kurnia Putra