jpnn.com - JAKARTA – Peminat investasi surat berharga syariah negara (SBSN) di Indonesia semakin banyak.
Sejak dimunculkan delapan tahun lalu, penanaman modal dalam bentuk sukuk atau obligasi syariah menggeliat.
BACA JUGA: Pemerintah Hanya Batalkan 773 Perda Bermasalah
Karena itu, pemerintah tidak ragu untuk menggenjot investasi syariah tersebut.
Delapan tahun terakhir, nilai penerbitan sukuk mencapai Rp 565,7 triliun.
Di antara angka tersebut, yang belum jatuh tempo mencapai Rp 411,7 triliun.
Presiden Joko Widodo mengapresiasi tingginya nilai sukuk tersebut.
’’Kita patut bangga. Saat ini Indonesia adalah penerbit sukuk negara terbesar di dunia dalam bentuk dolar Amerika Serikat,’’ ujarnya, Jumat (23/12).
Hingga 30 November lalu, penerbitan sukuk untuk pasar internasional mencapai USD 10,15 miliar.
Sedangkan nilai outstanding atau belum jatuh tempo USD 9,5 miliar.
Besarnya penjualan sukuk menunjukkan bahwa investasi syariah makin diminati. Potensinya masih sangat besar untuk bisa berperan penting dalam pembangunan nasional.
’’Artinya, sekarang kita miliki alternatif-alternatif investasi,’’ lanjut mantan pengusaha mebel itu.
Dia menambahkan, potensi keuangan syariah Indonesia baru dimanfaatkan lima persen.
Angka itu masih sangat jauh bila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia yang mencapai 30 persen.
Bahkan, Indonesia masih kalah dari Inggris dan Korea Selatan dalam hal keuangan syariah.
Dengan status sebagai negara berpenduduk muslim terbesar, wajar, Jakarta diproyeksikan menjadi pusat keuangan syariah internasional.
Presiden menambahkan, total penjualan sukuk yang besar itu sebenarnya tidak bisa menjadi tolok ukur keberhasilan.
’’Tapi, (tolok ukurnya) pada manfaat yang bisa dihasilkan,’’ tambahnya.
Sebagai gambaran, pada 2015–2016, ada dana dari sukuk Rp 20,8 triliun yang bisa digunakan untuk membiayai proyek pembangunan. (byu/c16/sof)
Redaktur & Reporter : Ragil