Soal Konflik Agraria di Desa Wadas Purworejo Jateng, Ketum PRIMA Bereaksi, Tegas

Selasa, 08 Februari 2022 – 23:16 WIB
Ketua Umum DPP Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) Agus Jabo Priyono. Foto. Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) Agus Jabo Priyono merespons kabar soal warga Desa Wadas Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah mengalami intimidasi saat pengukuran lahan untuk pembangunan Bendungan Bener, Selasa (8/2/2022).

Intimidasi tersebut dilakukan lantaran warga menolak adanya pembukaan lahan untuk pertambangan andesit yang akan digunakan untuk pembangunan bendungan.

BACA JUGA: PRIMA: Ada Praktik Oligarki di Balik Naiknya Harga Minyak Goreng

Agus mengingatkan negara harus menghormati hak konstitusi warga secara umum, termasuk warga Desa Wadas, Kecataman Bener Purworejo.

Menurut Agus, setiap warga negara untuk memperoleh perlindungan, kesetaraan kedudukan di muka hukum, kehidupan yang layak, dan kesejahteraan.

BACA JUGA: KPU Tetapkan Jadwal Pemilu 2024, PRIMA: Tahun Depan Juga Kami Siap

“Jadi, dalam menyelesaikan persoalan tidak dibenarkan aparat keamanan melakukan intimidasi, kekerasan maupun penangkapan,” tegas Agus, Selasa (8/2/2022).

Agus juga mengatakan Polri harus segera membebaskan warga yang ditangkap. 

BACA JUGA: Penyelesaian Konflik Agraria Desa Pakel, Wamen Surya Tjandra; Pertimbangkan Riwayat HGU

Selain itu, Agus mengatakan negara harus selalu mengedepankan tindakan persuasif kepada warga dalam proses penyelesaian konflik, yakni dengan melakukan musyawarah mufakat.

“Hal itu sudah digariskan secara jelas dalam Pancasila,” tegas Agus.

Hal lainnya, menurut Agus, sebelum adanya kesepakatan dengan warga, sebaiknya kegiatan pengukuran dan kegiatan lainnya untuk sementara dihentikan.

Terakhir, Agus mengatakan pembangunan harus menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kemakmuran sesuai filosofi dan dasar negara Pancasila.

Untuk itu, kata Agus, pembangunan di Indonesia harus diorientasikan pada keadilan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

Agus juga mengutip data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat sepanjang tahun 2021, setidaknya ada 207 konflik di 32 provinsi yang tersebar di 507 desa/kota.

Selain itu, ada 33 kasus kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan.

Konflik agraria yang terjadi di Indonesia merupakan konflik struktural yang melibatkan warga, komunitas adat, desa, petani dan warga yang berhadapan langsung dengan pemerintah maupun swasta.

Atas nama pembangunan dan proyek strategis nasional, negara dengan instrumennya sering melakukan tindak kekerasan kepada rakyat, dengan mengabaikan kepentingan rakyat itu sendiri, hidup aman dan tenteram di tanahnya sendiri.

Rakyat Indonesia tidak anti-terhadap pembangunan dan investasi, selama pembangunan tersebut melindungi hak hidup mereka, tidak menggusur dan tidak menimbulkan keresahan hidup mereka.

Konflik agraria yang terjadi di Indonesia saat ini adalah persoalan struktural dan negara beserta instrumennya cenderung menjadi alat kapital dibandingkan membela kepentingan rakyat biasa.

Negara sering kali mengabaikan amanat Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960 dan Pasal 33 UUD 1945.

Parahnya lagi, kedua landasan hukum itu sering disalahartikan dengan penafsiran sepihak pemerintah atas doktrin hak menguasai negara, seolah-olah negara diberikan legitimasi kekuasaan absolut untuk menguasai kekayaan alam, meski itu milik rakyat.

Padahal, sejatinya sudah jelas bahwa tujuan dari dikuasainya bumi, air dan kekayaan alam yang ada di Indonesia adalah untuk kemakmuran rakyat.(fri/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler