Soal Konsesi, Posisi Jokowi Sangat Tegas Hutan untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 23 Februari 2019 – 23:40 WIB
Menteri LHK Siti Nurbaya ketika menerima plakat dari Direktur PascaSarjana Universitas Brawijaya Prof. Marjono usai memberikan kuliah umum di hadapan mahasiswa pasca sarjana Unbrawa Malang, di Malang, Jumat (22/2). Foto: KLHK

jpnn.com, MALANG - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menilai yang dimaksud Capres No. 01 Jokowi yang juga Presiden ketika menyinggung soal konsesi lahan/hutan pada debat capres kedua Minggu lalu, lebih kepada penegasan mengenai keberpihakan dalam konsesi dan keberpihakan kepada rakyat. Intinya, rakyat harus sejahtera dengan memperoleh akses konsesi lahan/hutan.

“Jadi, menurut saya, ketika Pak Jokowi menyinggung konsesi lahan/hutan, bukan soal salah benar pemilikan konsesi oleh swasta. Secara hukum dan aturan, memiliki konsesi diperbolehkan,” tegas Menteri Siti, usai memberikan kuliah umum di hadapan mahasiswa pascaSarjana Universitas Brawijaya di Malang, Jumat (22/2).

BACA JUGA: Penanganan LHK Terjadi Perubahan Signifikan Sejak Era Jokowi

Siti Nurbaya mengungkapkan, Presiden Jokowi meminta kepada dirinya untuk mengatur dengan baik keberpihakan kepada rakyat dan keseimbangan usaha. Jadi, bukan tidak boleh usaha besar atau swasta, tetapi harus ada keadilan dalam alokasi. Presiden juga mengingatkan saya bahwa ijin harus menjadi instrumen pengawasan.

BACA JUGA: Guru Besar IPB: Jangan Politisasi Status Siaga Karhutla di Riau

BACA JUGA: Penanganan LHK Terjadi Perubahan Signifikan Sejak Era Jokowi

“Jadi, soal keberpihakan ini memang telah menjadi kebijakan beliau yang diarahkan kepada saya sejak penugasan pertama kepada saya selaku Menteri LHK,” ujarnya.

BACA JUGA: Presiden Minta Polri Usut Kasus Mafia Bola Hingga Tuntas

Lebih lanjut, Menteri LHK mengungkapkan, sebagai pembantu Presiden, tentu dirinya mempelajari data dan mengembangkan rancangan kebijakan yang realistis dan memperhatikan berbagai kepentingan, mengingat bahwa pemerintah merupakan simpul negosiasi dari segala kepentingan.

Dari hasil memperlajari soal ini ungkap Siti Nurbaya, diperoleh data yang menunjukkan bahwa dalam kurun waktu yang panjang sejak sistem hutan register hingga hutan dalam tata ruang telah terjadi penurunan luas kawasan hutan dari 147 juta ha (pada sekitar 1978-1999), menjadi 134 juta Ha (1999-2009) dan menjadi 126 juta ha (2009 hingga sekarang).

“Artinya, ada sejumlah luasan kawasan hutan yang dilepaskan untuk keperluan masyarakat, tidak kurang dari 21 ha selama 40-50 tahun, namun kesejahetraan rakyat belum juga terlihat secara nyata. Dan labih lagi ini dirasakan rakyat di dalam dan di sekitar kawasan hutan. Dan itulah yang menjadi dasar kebijakan pemerintah untuk mengedepankan keadilan,” katanya.

Mengenai konsesi ini, Menteri Siti menjelasakan lagi, data pada 2014 menunjukkan bahwa kawasan hutan yang diberikan izin seluas 33,2 juta Ha dari total luas kawasan hutan 126 juta ha. Alokasi perijinan kepada swasta 32,74 juta Ha atau 98,53% dan kepada masyarakat 1,35 persen dan untuk prasarana dan sarana publik 0,12 %.

Dalam kaitan itu maka kebijakan yang dikoresi oleh Presiden Jokowi meliputi langkah-langkah: mengedepankan ijin akses bagi masyarakat dengan hutan sosial, implementasi secara efektif moratorium hutan primer dan gambut, tidak membuka lahan gambut baru (land clearing), moratorium ijin baru sawit, melakukan pengawasan pelaksanaan ijin dan mencabut HPH/HTI yang tidak aktif, mengendalikan izin sangat selektif dan luasan terbatas untuk izin baru HPH/HTI serta mendorong kerjasama hutan sosial sebagai offtaker, moratorium Ijin Baru batubara (di beberapa provinsi dan kabupaten/kota), dan membangun konfigurasi bisnis baru, serta mendorong kemudahan izin untuk kepentingan prasarana/saran (jalan, bendungan, energi, telekomunikasi, pemukiman masyarakat/ pengungsi).

Langkah Konkret

Langkah konkret dari upaya mengedepankan keadilan ekonomi pada konteks aset dan akses kawasan hutan, maka dikembangkan kebijakan reforma agraria dan perhutanan sosial yang sudah berjalan hingga saat ini dan terus berproses serta mendapatkan sambutan yang luas serta sangat baik dari masyarakat, untuk memperbaiki kehidupan mereka.

Oleh karenanya dalam hal konsesi ingin dikembalikan kepada pemerintah oleh para pemegang izin merupakan hal yang positif sehingga bisa mendukung untuk pencadangan lahan dari kawasan hutan untuk masyarakat. Langkah yang sama juga sudah dilakukan oleh beberapa perusahaan.

Sampai saat ini sudah sebanyak 13 perusahaan sudah mengembalikan sebagian lahannya kepada negara seluas 6 ribu hektar selain itu juga pada tahun 2016-2017 juga sudah ada penyerahan kembali lahan konsesi kepada negara serta sudah dikelola oleh masyarakat.

“Jadi langkah itu sebetulnya merupakan langkah yang positif juga untuk mendukung program Refoma Agraria dan Perhutanan Sosial,” katanya.

Selanjutnya data pada akhir 2018 menunjukkan bahwa selama tahun 2015-2018 tercatat kawasan hutan yang diberikan izin seluas 6.497.096,60 Ha dengan komposisi perijinan swasta 1.570.634,68 Ha atau 24,7%, izin kepada masyarakat 4.907.859,92 Ha atau 75,54 % dan untuk prasarana sarana seluas 18.602 Ha atau 0,29%.

Dengan demikian, ini mengubah komposisi semula pada periode hingga tahun 2014 dan hingga akhir 2018. Pada akhir 2018 tercatat area berizin seluas 39,72 juta Ha dari total luas kawasan hutan 126 juta Ha. Alokasi perijinan untuk swasta sebesar 32, 736 juta ha (86,37%) jumlah ini menurun dari 2014 (98,53%) dan areal ijin untuk masyarakat seluas 5,356 juta ha atau 13,49% jumlah ini meningkat dari tahun 2014 (1,35%).

Proporsi ini akan semakin baik menandai akses kelola hutan dan alokasi betul-betul dilaksanakan dengan keberpihakan kepada masyarakat luas. Tidak berhenti sampai disitu karena dipikirkan juga langkah pembinaanya dengan memberikan kesempatan berusaha serta peningkatan kemampuan kapasitas manajemn berusaha tani bagi rakyat.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bawa Boneka Hello Kitty, Jokowi Kunjungi Shakira


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler