jpnn.com - JAKARTA - Tidak kali ini saja terjadi perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri. Di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), cicak vs buaya yang analogikan dengan KPK dan Polri juga terjadi.
SBY mampu menengahi. Dua pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah sempat ditahan tapi kemudian dilepas atas desakan publik. Semuanya dilewati.
BACA JUGA: Ini Saran Politikus PKS untuk Denny Indrayana
Di era Presiden Joko Widodo, persinggungan kembali terulang. Namun saat ini belum menemukan titik temu. Apalagi, kondisi tersebut dikabarkan memanas ketika pihak KPK melimpahkan kasus Komjen Pol Budi Gunawan ke pihak Kejaksaan Agung (Kejagung).
Saat ini, posisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dipertanyakan langkah dan sikapnya demi menyelesaikan kisruh dua lembaga hukum ini.
Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil mengatakan seharusnya dalam kisruh KPK-Polri ini sudah bisa disudahi karena ke dua lembaga hukum tersebut sudah sama-sama dewasa. Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan, dalam kisruh KPK-Polri ini Presiden Jokowi harus mencontoh sikap mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika menyelesaikan masalah cicak vs Buaya.
“Mereka harus bisa duduk bersama, yaitu Mahkaman Agung, Kejaksaan, Polisi, Kemenkum HAM dan KPK. Jadi memang disini butuhkan kedewasaaan pimpinan di ke tiga lembaga (KPK,Polri dan Kejagung) untuk menyelsaikan masalah ini,” ujar Nasir, saat dihubungi wartawan, Senin (9/3).
BACA JUGA: Menteri Marwan Minta Keunikan Daerah Jadi Sumber Penghasilan
Menurutnya, pelimpahan kasus BG dari KPK ke Kejagung tidak perlu dijadikan suatu hal yang perlu dikhawatirkan atau diduga akan mempertambah kisruh antara KPK dengan Polri. Karena menurutnya, kasus tersebut bisa ditarik kembali oleh KPK jika Kejagung terlalu lama menyelesaikan kasus tersebut.
“Tidak tepat jika kita berburuk sangka kalau pelimpahan itu akan mengubur kasus itu atau di SP3 kan. Justru kita harus kawal proses hukum itu, agar bisa berjalan secara transparan,” usul Nasir.
Dalam kisruh KPK-Polri saat ini, menurut Nasir, tidak mungkin mengharapkan kinerja para pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK untuk menyelesaikan konflik ini. “Karena sebuah Plt itu berbeda dengan yang resmi. Kewenangan mereka tidak penuh. Makannya mereka meminta tolong untuk mengusut kasus ini,” ucap Nasir.
Oleh karena itu, ia menyarankan, agar Presiden Jokowi melakukan mandate untuk pihak Kejagung untuk bisa menyelesaikan sedikit-demi sedikit kisruh KPK-Polri ini.
“Presiden Jokowi itu punya instrument, tanpa harus ikut campur dalam kasus ini. Dia tinggal urus dan meminta kepada Kejaksaan agar tak main-main dalam menyelesaikan perkara ini,” kata Nasir.
Melihat saat ini Presiden Jokowi sedang ‘blusukan’, Nasir merasa tak heran dan memakluminya. Akan tetapi, ia berharap, Presiden Jokowi dapat membuat suatu sikap agar kisruh KPK-Polri ini dapat teratasi meski dirinya sedang blusukan.
“Presiden Jokowi ini punya dunia lain selain ke presidenannya, yaitu yang namanya blusukan. Jadi maklumin saja, memang begitu presiden kita. Meski blusukan, dia harus buat surat perintah, jadi ada tekanan dari dia agar di evaluasi. Mudah-mudahan ada surat perintah untuk KPK, Kejagung dan Polri. Jadi harus di evaluasi. Mudah-mudahan presiden punya fikiran seperti itu,” harap Nasir. (awa/jpnn)
BACA JUGA: JK Tak Dukung Kriminalisasi, Tapi..
BACA ARTIKEL LAINNYA... Risma Pastikan 8 Warga Surabaya ke Turki
Redaktur : Tim Redaksi