jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany menilai program Jaminan Hari Tua (JHT) di Indonesia terjebak pada persepsi pikiran pendek di kalangan pekerja dan sebagian kelompok masyarakat.
Menurutnya, polemik mengenai perubahan mekanisme pencairan saldo JHT melalui Permenaker No. 2/2022, disebabkan adanya kesalahan persepsi di kalangan masyarakat mengenai program yang dijalankan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan tersebut.
Menurutnya, program ini disusun dengan mempertimbangkan rendahnya kesadaran masyarakat pekerja dalam menyisihkan penghasilannya sebagai jaring pengaman sosial pada masa mendatang.
"Di seluruh dunia semua negara mewajibkan pekerjanya untuk menabung di hari tua. Ada yang bentuk uang pensiun dan jaminan hari tua," ujar Hasbullah, Kamis (24/2).
BACA JUGA: Potensi Bisnis Ekspor Menjanjikan, Ini Tips Jitu Tembus Pasar Internasional
Sejalan dengan itu, Hasbullah menilai sudah selayaknya saldo JHT dicairkan ketika pekerja berusia tua atau sudah tidak lagi aktif di dunia kerja, sehingga memberikan jaminan kelayakan hidup.
"Tapi sekarang banyak manusia itu berpikir pendek, padahal aturan Menaker itu sudah sangat bagus dan sesuai. Jaminan sosial dan manfaat jaminan sosial hanya dapat dicairkan ketika tua," serunya.
BACA JUGA: Ada Harapan Besar dan Kepuasan dari Masyarakat Atas Kinerja Pak Jokowi
Hasbullah menambahkan, berdasarkan data KSPI pada tahun lalu terdapat 50 ribu pekerja yang terkena PHK. Adapun Kementerian Ketenagakerjaan memperkirakan pekerja yang terancam PHK mencapai 143 ribu orang.
Sementara itu, jumlah peserta JHT pada tahun lalu mencapai 52 juta orang.
Artinya, polemik mengenai kekhawatiran perubahan skema pencairan JHT hanya mewakili 0,3% peserta di dalam program tersebut.
"Apakah harus membongkar program JHT dengan menolak syarat pencairan usia 56 tahun? Lihat kepentingan masa depan bersama, jangan lihat jangka pendek kan semua ada solusinya," ujarnya.
Hasbullah menambahkan, pekerja yang terkena PHK saat ini bisa memanfaatkan program baru BPJS Ketenagakerjaan, yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Dengan demikian, pekerja tidak perlu khawatir mengenai masa depan ketika dikenai PHK setelah adanya perubahan mekanisme pencairan JHT ini.
Skema JHT dan JKP yang diusung pemerintah sama dengan konsep jaminan sosial yang diberlakukan di Jerman.
Apabila di tengah usia produktif pekerja dikenai PHK, maka Pemerintah Jerman akan menanggung 60% upah pekerja setiap bulan selama satu tahun, sembari membantu mencarikan pekerjaan baru.
Konsep ini sama persis dengan JKP yang akan diimplementasikan oleh pemerintah.
Hasbullah juga menyerukan kepada para pekerja untuk tidak perlu khawatir terkait dana yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Pasalnya, akumulasi dana JHT merupakan investasi pekerja untuk membangun negeri.(chi/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Yessy