Soal Pengembangan Panas Bumi, Indonesia Lebih Agresif Dibanding Negara Lain

Kamis, 29 Juli 2021 – 21:53 WIB
Pemanfaatan energi panas bumi. Foto: dok for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan Indonesia tergolong lebih agresif dibanding negara lain untuk pengembangan panas bumi.

Saat ini kapasitas PLTP nasional mencapai 2.175 MW dan baru ada tambahan dari PLTP Sorik Marapi.

BACA JUGA: Kritik Parodi Aturan Makan 20 Menit, Dokter Tompi: Ayolah, Katanya Sudah Cape

Ada beberapa tantangan dalam pengembangan panas bumi, yakni terkait lingkungan, dan status kawasan hutan.

"Tantangan sampai kapan pun akan ada, dinamika masyarakat juga semakin kuat, tapi dengan sinergi berbagai pihak dapat dikelola dengan baik tantangan tersebut,” kata Dadan dalam sharing session bertajuk Urgensi Transisi Energi ke Panas Bumi, Kamis (29/7).

BACA JUGA: Jokowi Berharap Pengusaha Tiru Pembangunan Rumah Oksigen Gotong Royong

Pemerintah, lanjut dia, akan mendukung pengembangan panas bumi dengan berbagai insentif yang dimungkinkan.

Tarif yang sekarang sedang disusun pemerintah, khususnya dalam bentuk Peraturan Presiden.

BACA JUGA: 1 Tahun Implementasi AKHLAK, Pupuk Indonesia Terus Bertransformasi

“Kami pastikan balik modalnya cepat, tapi juga memaksimalkan kemampuan negara, sehingga angka tidak stay di angka yang tinggi. Sedang dipikir, saya ingin seperti yang di migas, ada komitmen untuk menambah cadangan,” ungkap Dadan.

Panas bumi dinilai banyak kemiripan dengan migas, sehingga cadangan makin bertambah. Eksplorasi yang dilakukan pemerintah sedang berjalan, di Nage dan Cisolok.

Ini diharapkan bisa memberikan penyesuaian dari sisi harga.

“Harga panas bumi, saat ini sedang saya lunakkan. Saya akan dorong panas bumi yang layak secara keekonomiannya, sehingga bisa memanfaatkan panas bumi itu sebagai baseload. Keekonomiannya win win dari sisi konsumen dan produsen,” katanya.

Menurut Direktur Utama PT Geo Dipa Energi Riki Ibrahim tantangan pengembangan panas bumi adalah harga EBT yang masih harus bersaing dengan pembangkit fosil, terbatasnya lembaga keuangan yang bersedia memberikan pinjaman dalam fase esplorasi dan masih banyak lagi.

“Saya sampaikan untuk eksplorasi panas bumi itu risikonya tidak sebesar migas. Khusus di lapangan di Indonesia, termasuk yang baru, dari sisi resiko itu 40%, tidak begitu besar,” tutur Riki.

Untuk itu, pengembangan panas bumi harus dilakukan bertahap dan perusahaan yang terjun di sana harus yang mempunyai visi dan misi jangka panjang.

PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) misalnya sudah melakukan 39-40 tahun untuk pengembangan panas bumi melalui PLTP Kamojang.

“Jadi bagaimana caranya agar risiko eksplorasi itu jangan dilihat sebagai jangka pendek. Masih perlu kajian ulang untuk harga panas bumi, agar swasta bisa betul betul masuk ke panas bumi,” kata dia.

Riki mengatakan pemerintah sedang dalam keadaan dilema, ingin mengembangkan EBT dengan harga reliable, tapi disisi lain harus memberikan subsidi ke PLN.

Untuk itu, pemerintah sedang memikirkan bagaimana jalan keluarnya, seperti ada biaya infrastruktur yang diturunkan dan lainnya.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler