Soal Polemik Ivermectin, DPR Minta Industri Farmasi BUMN & Swasta Diberi Peluang Sama untuk Memproduksi

Rabu, 18 Agustus 2021 – 17:09 WIB
Ivermectin 12 mg. Foto: ANTARA/HO-Kementerian BUMN/pri

jpnn.com, JAKARTA - Ivermectin sampai saat ini masih menjadi kontroversi. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sejauh ini belum merekomendasikan Ivermectin sebagai obat terapi pasien Covid-19.

Menanggapi polemik Ivermectin ini, anggota DPR Rahmad Handoyo dari Fraksi PDI Perjuangan, mendukung langkah BPOM tersebut.

BACA JUGA: Maria Vania: Aku Selalu Pengin...

Namun dia mengingatkan, jika nanti hasil uji klinis Ivermectin sudah keluar dan BPOM memberikan izin edar sebagai obat Covid-19, semua pihak harus diberi hak untuk memproduksi.

"Kalau kemarin itu ada masalah antara BPOM dengan PT Harsen soal Ivermectin, tentu itu ranahnya BPOM. Tetapi syukurlah itu sudah selesai dan PT Harsen harus diperbolehkan kembali memproduksi. Tentu tak hanya Indofarma atau Kimia Farma, PT Harsen juga harus diberi hak untuk memproduksi Ivermectin atau obat-obat Covid-19. Menurut saya harus ada asas kesamaan," kata Rahmad.

BACA JUGA: Hendak Ditangkap, Elan Melawan, Menembak Polisi

Namun dia mengingatkan, karena ini bukan obat bebas, tentu tidak bisa semua orang bisa mengonsumsi tanpa pengawasan dari dokter.

"Jangan sampai obatan-obatan keras seperti Ivermectin bisa dibeli bebas tanpa resep dokter," ujar Rahmad.

BACA JUGA: Pelaku Tawuran di Johar Baru yang Sebabkan Seorang Tewas Ditangkap, Lihat Umurnya, Ya Ampun

Dia menambahkan pemerintah harus memberi peluang yang sama kepada perusahaan farmasi swasta nasional dan BUMN untuk memproduksi obat yang dibutuhkan negara.

"Ingat, perusahaan swasta juga penopang ekonomi nasional. Saya kira jika industri farmasi di luar BUMN bisa tumbuh besar, saya kira yang untung adalah bangsa kita," katanya.

Menurutnya, tidak mungkin penanganan Covid-19 saat ini hanya dilakukan oleh pemerintah namun harus mengikutsertakan seluruh elemen masyarakat, termasuk dalam penyediaan obat-obatan.

"Soal obat-obatan kita dorong kepada pemerintah untuk jenis obat tertentu seperti obat antivirus, bisa diproduksi di Indonesia sehingga kita tidak terlalu tergantung pada obat impor dari luar negeri. Itu menjadi salah satu solusinya," kata anggota DPR dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah ini.

Dia mengatakan parlemen akan mendorong perusahaan farmasi di luar BUMN untuk bisa memproduksi obat-obatan di dalam negeri.

"Ketika perusahaan farmasi swasta mampu memproduksi kebutuhan obat-obatan dalam negeri justru kita sambut baik," sambungnya.

Menurutnya, siapapun pihak yang mampu memproduksi obat-obatan yang dibutuhkan negara untuk mengatasi pandemi Covid-19 ini harus disambut baik.

Industri farmasi dalam negeri, baik BUMN maupun swasta harus dipercepat dalam perizinan, tidak dihambat sehingga dapat meningkatkan produktivitas untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan dalam negeri.

"Kita harus fair siapapun perusahaan farmasi yang bisa memproduksi obat dan multivitamin yang dibutuhkan rakyat, silahkan saja. Rakyat akan senang, pemerintah akan senang, dan industri juga akan tumbuh," ucapnya.

Senada dengan Rahmad Handoyo, anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi NasDem Ratu Ngadu Bonu Wulla mengatakan berkaitan dengan ketersediaan obat Covid-19, saat ini kerja pemerintah belum maksimal.

Dia memberi contoh saat Presiden Jokowi melakukan inspeksi obat-obatan ternyata tidak tersedia obat di beberapa apotek.

"Nah, ini tidak boleh terjadi apalagi pada situasi pandemi. Masyarakat harus memastikan bahwa obat selalu tersedia sehingga mereka bisa mendapatkan perawatan," ujarnya.

Menurutnya, pemerintah harus memberikan dukungan kepada semua pihak termasuk swasta untuk memproduksi obat-obatan yang dibutuhkan masyarakat tapi dengan catatan harus lewat SOP dan tentu di bawah pengawasan BPOM karena ini menyangkut nyawa manusia.

"Proses perizinan dan pengawasan harus berjalan dengan seefektif mungkin karena kondisi saat ini sedang krisis dan darurat. Jangan sampai kebutuhan obat-obatan masyarakat tidak terpenuhi karena proses perizinan dan administrasi yang memakan waktu berminggu-minggu," katanya. (rhs/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler