Soal RAPBN 2025, Said Abdullah: Waspadai Tren Kurang Baik di Indikator Sektor Keuangan

Senin, 24 Juni 2024 – 15:43 WIB
Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah. Foto: Humas DPR

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah berkeyakinan postur RAPBN 2025 cukup baik untuk merespons tantangan ekonomi Indonesia ke depan meskipun dengan sejumlah target yang cukup menantang.

Said Abdullah yang juga Ketua Bidang Perekonomian DPP PDI Perjuangan ini menyampaikan hal itu di Jakarta, Senin (24/6).

BACA JUGA: Intan Fauzi: RAPBN 2024 Harus Berorientasi pada Percepatan Transformasi Ekonomi

Said menyampaikan pepatah tentang sedia payung sebelum hujan.

“Pepatah ini memiliki makna penting agar kita memilih jalan untuk senantiasa antisipatif dengan segala keadaan,” ujar Said.

BACA JUGA: DPR Setujui Asumsi Makro Sektor ESDM dalam RAPBN 2023

Bertolak dari pepatah tersebut, menurut Said, perlu mewaspadai terhadap sejumlah indikator sektor keuangan yang menunjukkan tren kurang baik.

Dia menyebutkan sejumlah tanda. Pertama, sejak dua tahun lalu, nilau tukar (kurs) rupiah terus bergerak naik, semua dari Rp 14.000 an/Dolar Amerika Serikat (USD) pada tahun 2022, terus merangkak Rp 14.500- 15.000 an/USD di tahun 2023, dan pada semester 1 2024 ini berada di level Rp 15.400-16.400 an/USD.

BACA JUGA: Investasi Paling Menguntungkan versi Menko Perekonomian, Investor Wajib Tahu!

Kedua, kuartal II 2024, kinerja saham di bursa menunjukkan tren penurunan dibanding kurtal I 2024.

Pada kuartal II 2024, IHSG pada April 2024 masih di level Rp 7.200, dan per akhir Mei 2024 IHSG terus melorot Rp 6.728 di 19 Juni 2024.

Situasi ini menempatkan IHSG menjadi pasar saham terburuk kelima setelah Qatar, Meksiko, Brasil dan Thailand.

Ketiga, sejak akhir tahun lalu, yield SBN 10 tahun di level 6,4 persen, terus merangkak naik hingga 7,2 pada 20 Juni 2024.

Di lain pihak, minat investor asing terhadap SBN makin turun sejak pandemi covid19 melanda Indonesia, dari sebelum pandemi porsi asing memegang SBN sebesar Rp 38 persen.

Namun, akhir Mei 2024 menyisakan 14 persen sehingga kebutuhan likuiditas ke depan makin menantang dan ketat.

Keempat, sejak kuartal II 2023 hingga kurtal I 2024 current account terus mengalami defisit. Padahal capaian kuartal III 2021 hingga Kuartal I 2023 mengalami surplus.

“Defisit current account kuartal I 2024 cukup dalam mencapai 2,2 miliar USD,” ujar Said.

Kelima, meskipun Foreign Direct Investment (FDI) pada kuartal I 2024 tumbuh 15 persen, namun pertumbuhan ini tidak secemerlang pada periode sebelumnya.

“Pada Kuartal III 2022 FDI kita tumbuh fantastik hingga 63,6 persen, dan sejak itu perlahan lahan menurun,” ujar Said.

Menurut Said, mencermati sejumlah indikator tersebut, benang merah yang dapat dijelaskan adalah minat investor asing terhadap kegiatan bisnis di Indonesia, khususnya pada sektor keuangan menurun.

Musababnya, kata dia, karena sentimen peningkatan yield surat utang di Amerika Serikat dan tren suku bunga tinggi di sejumlah bank sentral negara maju yang belum akan berakhir.

“Dengan demikian, kebutuhan pemerintah dan pelaku usaha untuk mendapatkan likuiditas kedepan akan sangat kompetitif, dan berbiaya mahal,” ujar Said.

Said mengatakan untuk membantu pemerintah memiliki kelonggaran dalam bergerak, khususnya pada pemerintahan ke depan menghadapi sentimen negatif dari eksternal, khususnya pada sektor keuangan.

Dia mengatakan posisi Badan Anggaran DPR terhadap sejumlah asumsi ekonomi makro dan postur RAPBN 2025, antara lain, pertama, target pertumbuhan ekonomi dipatok pada kisaran 5,1 – 5,5 persen.

Kedua, tingkat inflasi pada kisaran 1,5 -3,5 persen. Ketiga, nilai tukar (kurs) Rp/USD Rp 15.300-15.900.

Keempat, Yield SBN 10 tahun 6,9 – 7,2 persen. Kelima, harga minyak mentah Indonesia 75-80.

Kelima, lifting minyak bumi 580-605 ribu barel. Keenam, Lifiting gas bumi 1.003-1.047 setara ribu barel

Asumsi tersebut sesungguhnya tidak terpaut signifikan dari usulan asumsi ekonomi makro yang di usulkan oleh pemerintah kepada DPR, semisal, kurs batas atas Banggar DPR pada posisi Rp 15.900 sementara pemerintah Rp 16.000.

Namun, pemerintah sepakat batas atas kurs menjadi Rp 15.900 agar ada upaya pengendalian rupiah yang lebih signifikan, sebagaimana disampaikan oleh pemerintah pada konferensi pers bersama Menko Perekonomian dan Menkeu pada pagi tadi.

“Yield SBN, Banggar DPR pada posisi batas atas 7,2 persen sementara pemerintah 7,3 persen,” ujar Said.

Menurut Said, pemerintah menyepakati usulan Banggar DPR atas batas atas yield. Sementara target lifting minyak bumi, Banggar DPR mematok volume yang lebih tinggi dari target pemerintah semula 580-601 ribu barel.

Banggar DPR mendukung usulan Komisi VII DPR di level 580-605, dan pemerintah sepakat atas hal itu.

Asumsi usulan Banggar di atas diletakkan dalam sejumlah landasan. Pertama, terhadap yield SBN, Banggar DPR mendorong agar batas atas yield tidak makin tinggi, meskipun hal itu bisa kita pahami, karena era suku bunga tinggi jadi kecenderungan pada setahun ke depan.

Namun, resiko beban bunga yang akan dihadapi oleh pemerintah kedepan juga akan makin memberatkan.

Kedua, demikian juga dengan target lifting minyak bumi, posisi Banggar DPR mendorong target yang lebih tinggi.

Pertimbanganya investasi di sektor hulu terjadi peningkatan. Di lain pihak, peningkatan kapasitas produksi minyak bumi sebagai bantalan PNBP kita ke depan.

Atas postur pendapatan dan belanja pada RAPBN 2025, saya perkiraakan pendapatan negara Rp. 2.986,3 triliun, belanja negara Rp 3.542 triliun, defisit APBN sebesar Rp 555,7 triliun (2,29 persen PDB) dengan asumsi PDB 2025 sebesar Rp 24.270 triliun.

Said mengatakan belanja negara RAPBN 2025 juga akan memberikan dukungan anggaran untuk Program Pak Prabowo tentang makan bergizi gratis untuk anak sekolah sebesar Rp 71 triliun.

Dia mengatakan tax ratio kita asumsikan bisa meningkat menjadi 10,5 persen PDB, maka target penerimaan perpajakan sebesar Rp 2.548,3triliun, selebihnya dari PNBP dan hibah.

Target ini sangat challenging bagi pemerintah di tahun 2025, di tengah situasi tingkat konsumsi rumah tangga meskipun tumbuh, namun capaiannya lebih rendah dari tahun sebelumnya, serta biaya dana yang mahal.

“Apalagi sejak tiga tahun terakhir tax ratio hanya mampu di raih pada level 10,3 persen PDB, serta komoditas ekspor kita tidak setinggi tahun 2022,” ujar Said.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler