jpnn.com, JAKARTA - Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menyindir Kapolri Jenderal Listyo Sigit kepolisian menyusul terbitnya surat telegram bernomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021.
Dia pun menggunakan sebuah peribahasa untuk terbitnya telegram Kapolri tersebut.
BACA JUGA: GMNI Nilai Surat Telegram Kapolri Berpotensi Mengancam Demokrasi
"Ini seperti buruk rupa cermin dibelah," kata Mardani dalam pesan singkatnya kepada awak media, Selasa (6/4).
Dalam surat telegram itu, Kapolri meminta media tidak menyiarkan tindak kekerasan atau arogansi anggota Korps Bhayangkara.
BACA JUGA: 11 Poin Telegram Kapolri, Media Dilarang Menyiarkan Tindakan Polisi Arogan
Selain itu, media diimbau lebih menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas, tetapi humanis.
Mardani mengatakan, kontrol sosial terhadap kepolisian justru penting.
BACA JUGA: KontraS Menilai Surat Telegram Kapolri yang Ini Berbahaya Bagi Kebebasan Pers
Nantinya polisi bisa memperbaiki kinerja dan mendapatkan kepercayaan publik.
"Tanpa kontrol sosial, kepolisian bisa makin jauh dari masyarakat," tutur dia.
Sebelumnya, Jenderal Sigit menerbitkan surat telegram tentang ketentuan peliputan media massa mengenai tindak pidana atau kejahatan kekerasan.
Dalam surat itu, Jenderal Sigit mengeluarkan sebelas arahan.
Berikut arahan lengkap Jenderal Sigit dalam surat telegram terbaru:
1. Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan. Kemudian diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis;
2. Tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana;
3. Tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian;
4. Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan;
5. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual;
6. Menyamarkan gambar wajah dan indentitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya;
7. Menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya yaitu anak di bawah umur;
8. Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku;
9. Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detil dan berulang-ulang;
10. Dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten;
11. Tidak menampilkan gambaran secara eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak. (ast/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan