jpnn.com, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang memvonis bersalah anak buah John Refra alias John Kei dalam kasus penyerangan terhadap kediaman Nus Kei dan anak buahnya.
Sebanyak 13 orang anak buah John Kei diputus dua tahun penjara. Sementara sembilan terdakwa lainnya divonis satu tahun delapan bulan kurungan.
BACA JUGA: Bantah Batal Pindahkan Hercules ke Salemba karena Ada Jhon Kei
Penasihat hukum terdakwa, Anton Sudanto mengaku masih pikir-pikir apakah mengajukan banding atau tidak terhadap putusan yang dibuat hakim Ketua Sutarjo dan hakim anggota Arief Budiman serta Mahmudin itu.
“Iya, kami mempunyai hak banding selama tujuh hari setelah putusan. Kami sedang menunggu arahan klien kami John Refra atau John Kei,” kata Anton kepada wartawan, Kamis (21/1).
BACA JUGA: Putri John Kei Blak-blakan Soal Hubungan Ayahnya dengan Nus Kei
Meski begitu, kata Anton pihaknya mengakui adanya kesepahaman antara majelis hakim dengan pengacara terdakwa dalam putusan tersebut. Terutama dalam pertimbangan hakim yang menyebut, bahwa akar persoalan ini hanya merupakan upaya penagihan utang sejumlah uang dari John Kei terhadap Nus Kei.
“Terpenting dalam pertimbangan hakim menekankan, bahwa ini hanya berupa penagihan yang dilakukan klien kami John Refra atau John Kei yang sangat sesuai dengan fakta persidangan dalam kesaksian saksi korban yaitu Nus Kei, yang mengakui bahwa telah ditagih selama tiga kali dan keempatnya terjadi kejadian tersebut,” tuturnya.
BACA JUGA: Putri John Kei: Dulu Om Nus Dekat sama Kami Sekeluarga
Selain itu, Anton menilai selama persidangan tak dibuktikan bahwa ada perintah membunuh Nus Kei dari John Kei, saat penagihan utang.
"Dan selama persidangan tidak ada satu bukti apapun bahwa ada perintah dari klien kami John Refra atau John Kei untuk membunuh Nus Kei. Jadi sangat aneh ya (jika disebut ada perintah membunuh Nus Kei),” kata dia.
John Kei sendiri, kata Anton meminta ditagihkan utangnya melalui pengacara bernama Daniel Far Far. Sehingga, menurutnya tak mungkin John Kei memerintahkan seseorang yang notabene penegak hukum, membunuh orang lain atau melanggar hukum. Apalagi, kata Anton kliennya justru rugi jika akhirnya Nus Kei tewas.
"Klien kami John Refra atau John Kei menagih uangnya melalui penegak hukum yaitu pengacara yang bernama Daniel Far Far terhadap Nus Kei. Bahkan dalam proses penagihan tersebut, itu bukan urusan klien kami. Apalagi ada perintah membunuh, itu lebih aneh lagi. Jika Nus Kei mati, maka uang tidak bisa didapatkan dan ada pidananya," papar Anton.
"Biasa itu seorang pengacara diminta untuk menagih utang-piutang," imbuhnya.
Peristiwa kekerasan itu juga dianggap tak masuk akal jika melibatkan orang sekaliber John Kei. Terlalu sembrono jika orang dengan reputasi besar seperti John Kei memerintahkan penyerangan tersebut.
“Bayangkan saja, peristiwanya terjadi di siang hari bolong, di keramaian. Lalu John Refra atau John Kei tidak ada di Green Lake atau di Kosambi, tidak ada bukti apapun via call, WA atau SMS perintah untuk membunuh Nus Kei dan terakhir Nus Kei-nya tidak mati. Dan penagihan itu melalui penunjukan seorang pengacara melalui surat kuasa untuk menagih, rekan-rekan media catat ya, kuasa nagih bukan kuasa membunuh," kata Anton.
Anton menilai, berbagai argumentasi dan bukti yang disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) merupakan upaya merebut keyakinan majelis hakim dalam perkara tersebut. Hal itu tak menjadi masalah, sebab upaya yang sama juga pihaknya lakukan.
"Penuntut umum dan kami sedang genit menggoda keyakinan hakim dengan bukti dan saksi yang ada. Namun kami berharap bukti dalam kasus pidana, jaksa bisa membuat terang," ujarnya.
Anton berharap, seluruh unsur teori pembuktian akan disajikan oleh jaksa, sebagaimana mestinya. Bukan melalui keterangan terdakwa, alibi, apalagi ilusi dan fiksi, serta pendapat JPU pribadi.
"Apalagi melalui teori labeling, dimana klien kami John Refra atau John Kei telah dilabeli preman atau mantan narapidana. Ingat ya, bukan berarti orang yang pernah dipidana tidak bisa menjadi baik, malah sebaliknya orang yang tidak pernah dipidana akan tetapi merampok uang rakyat," jelas doktor hukum pidana ini.
Anton dan kuasa hukum lainnya berjanji, akan berupaya keras mencari keadilan dalam persidangan lainnya di Jakarta Barat, masih dengan perkara yang sama.
“Apapun itu lima alat bukti akan disuguhkan oleh kami dan penuntut umum di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Mencuri keyakinan hakim, harus dengan prinsip tujuan hukum yaitu kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum. Bukan datang ke pengadilan untuk menang akan tetapi untuk membuka fakta dan mencari keadilan yang hakiki," tuturnya.
“Jangan juga kriminalisasi atau menzalimi klien kami John Refra atau John Kei. Jangankan perkara besar, perkara kecil pun jika pembuktiannya tidak terang, maka seseorang tidak dapat dipidana," kata Anton.
"Dalam persidangan nanti kami akan membuka kejutan besar agar rakyat Indonesia mengetahui apa yang sebenarnya dan terjadi dan akan melihat kejadian sebenarnya. Tunggu saja kejutan besar akan terjadi di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Barat nanti,” kata Anton lagi.
Pihaknya optimistis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat akan bersikap adil dan menjalankan tugasnya dengan profesional.
“Kami selalu percaya majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Barat akan melihat seluruh pembuktian dengan terang sebelum menetapkan keyakinannya dalam perkara klien kami John Refra atau John Kei. Beliau sudah tobat ya," tandas advokat yang dijuluki Monster Persidangan ini.(fri/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Friederich