Soal Wacana Larangan Bercadar untuk ASN, Syamsi Sarman Beri Reaksi Begini

Minggu, 03 November 2019 – 01:09 WIB
Presiden Jokowi berswafoto dengan seorang wanita bercadar di Kendari, Sabtu (2/3). Foto: M Fathra/JPNN

Sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Tarakan Syamsi Sarman angkat bicara terkait wacana larangan bercadar dan celana cingkrang di instansi pemerintah.

Ia menilai pernyataan Menteri Agama (Menag) Jenderal (Purn) Fachrul Razi, itu seharusnya tidak diungkapkan ke publik.

BACA JUGA: Bikin Malu Korps Bhayangkara, Briptu Andika Dipecat Secara Tidak Hormat

Meski hal tersebut merupakan wacana, namun perlu pertimbangan yang matang agar tidak memicu perpecahan di kalangan umat beragama.

Menurutnya cadar atau nikab sebatas cara berpakaian. Cadar menurut mazhab tertentu adalah wajib sebagai perintah agama. Walaupun, kata dia, memang sejumlah ulama berbeda pendapat memandang hal ini.

BACA JUGA: Berita Duka, Mahasiswi Keperawatan Fiwi Angraini Meninggal Dunia dengan Tragis

“Pun dalam memandang celana cingkrang. Ada yang memandang merupakan hal yang wajib, ada yang berpendapat celana cingkrang adalah sunnah. Saya kira dengan kondisi perbedaan-perbedaan ini Menag mengkaji dulu, melihat masalah ini. Saya tidak mengatakan setuju atau tidak setuju, tetapi sebaiknya harus dikaji lagi lebih dalam dan pengkajian itu sebaiknya melibatkan ahli agama,” ujar Syamsi, (1/11).

Meski wacana pelarangan ini didasari atas aspek keamanan, namun hal tersebut tentunya melibatkan pendapat pemuka agama agar nantinya bisa diterima oleh publik. Selain itu, menurutnya meski nantinya diterapkan, pemerintah dapat menyampaikan argumen yang menyejukkan.

BACA JUGA: Usai Cabuli Bocah Tetangga, Kakek 78 Tahun: Kan Saya Bayar, Habis Perkara

“Cadar ini kan wajahnya tidak kelihatan dalam artian sulit dikenali sehingga hal itu dikaitkan dengan penikaman mantan Menkopolhukam Bapak Wiranto (aksi teror). Jadi hal ini kan masih didasari dari aspek keamanan. Mari dikaji untuk melihat aspek lainnya. Mungkin perlu melibatkan ahli-ahli agama dan ahli agama itu juga kalau bisa dari berbagai kelompok keagamaan. Sehingga kalau nanti ada keputusan, keputusan itu menyejukkan semua pihak lah,” ujar mantan wakil ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tarakan ini.

Syamsi juga mengatakan MUI pusat juga telah meminta pengkajian lebih dalam dengan melibatkan tokoh agama agar dapat memberikan masukan secara hukum.

“Walau bagaimana pun, cadar itu masuk dalam kategori pakaian tetapi berkaitan dengan keyakinan seseorang. Ada kelompok ormas yang membolehkan, artinya tidak wajib dan tidak melarang. Adapula ormas yang menganggap hal tersebut wajib, adapula ormas yang menganggap itu tidak wajib. Jadi dari ormas Islam sendiri, paham keagamaannya berbeda-beda, sehingga kami mengharapkan kalau usulan itu akan diterapkan, maka sebaiknya melalui pengkajian,” tambahnya. Seharusnya, Menag tak membuat hal kontroversial di awal masa jabatan.

“Apalagi Menag kan masih baru dalam menjalankan amanah dari Presiden Jokowi. Sebaiknya jangan membuat hal-hal yang dianggap kontroversial. Cobalah mengajak duduk pemuka agama seperti MUI, NU, Muhammadiyah, dan organisasi lainnya sebelum mewacanakan kebijakan itu. Tidak gegabah dalam mengambil keputusan, karena itu bisa menimbulkan perpecahan,” imbuhnya.

Mengenai celana cingkrang atau di atas mata kaki, ia berpendapat jika kerapihan merupakan hal yang relatif. Sehingga menurutnya, hal tersebut tidak dapat dinilai hanya dengan melihat satu sisi saja.

“Kalau pribadi saya, celana cingkrang sama sekali tidak menganggu. Justru kalau celananya sampai ke tanah itu justru mengganggu menurut saya. Tentunya kalau dia bekerja di bidang kesehatan itu tidak sehat karena kain celana yang terseret di lantai bisa menyeret kuman dan bakteri. Jadi kalau berbicara kenyamanan, keindahan dan kerapian itu relatif,” tukasnya.

BACA JUGA: Ambulans Bawa Jenazah Terbalik di Waykanan, Sopir Beri Pengakuan Mengejutkan, Hiii

“Keputusan Menteri (Menag) tidak akan berdampak pada yang memakai cadar, karena yang memakai tidak banyak. Tetapi hal ini akan berdampak pada psikologis umat Islam, kenapa sih urusan pakaian juga diatur Pak Menteri? Jadi ini lebih kepada psikologis dalam menyikapi aturan itu,” tambahnya lagi.(*/zac/shy)


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler