Sodorkan Data Palsu, Dhana Minta Uang ke Wajib Pajak

Auditor BPK Pernah Minta Dhana Disanksi

Kamis, 09 Agustus 2012 – 20:02 WIB

JAKARTA - Posisi Dhana Widyatmika semakin tersudut. Dhana yang menjadi terdakwa kasus korupsi itu disudutkan dengan kesaksian yang menyebut mantan pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak itu memeras wajib pajak.

Pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/8), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung menghadirkan saksi dari bagian keuangan PT Kornet Trans Utama (KTU), Riana Juliarti. Riana dalam kesaksiannya menuturkan,  dirinya pada awal 2006 pernah dipanggil ke Kantor Pelayanan Pajak Pancoran, Jakarta Selatan, terkait hasil pemeriksaan pajak PPn, PPh badan dan pajak 21 tahun 2002 PT KTU.

Riana mengaku ditemui petugas pemeriksa pajak bernama Salman, yang meminta PT KTU melengkapi data pajak tahun 2002. Sepekan setelah pertemuan itu Riana kembali ke KPP Pancoran dengan sejumlah dokumen.

Namun tak lama setelah data pajak dilengkapi, Salman meminta Dirut PT KTU, Rudi Sitepu. Salman dan Rudi bertemu di sebuah coffe shop di Tebet Indraya Square (TIS), Jakarta Selatan.

"Saya mendampingi Rudi bertemu Salman dan Dhana. Di situ dibicarakan karena ditemukan data eksternal, akan terbit SKPKB (Surat Ketetapan pajak Kurang Bayar) tahun 2002 sebesar Rp 3,2 miliar berserta bunganya," kata Riana.

Namun Rudi, kata Riana, tak bisa menerima data yang disodorkan Salman dan Dhana. Alasannya, karena dalam laporan keuangan itu tidak jelas asalnya.  "Data salinan laporan keuangan, laba-rugi, neraca. Tapi tidak ada kop surat dan tanda tangan," kata Riana.

Namun Salman dan Dhana justru meminta uang untuk menurunkan SKPKB bagi PT KTU. "Salman menawarkan kalau kita bayar sejumlah uang, nilai SKPKB-nya akan diturunkan," ucapnya.

Majelis pun mendesak angka yang disodorkan Salman. "Di atas Rp 500 juta. Saya dengar dari Mr Lee (manajer PT KTU Lee Jung Ho) kalau nggak salah Rp 1 miliar," ucapnya.

Riana menambahkan, PT KTU tak mau membayar uang sebagaimana diminta Salman dan Dhana. "Kalau nggak salah mereka (Salman dan Dhana) minta Rp 1 miliar termasuk pajak yang harus dibayar," sambungnya.

Akhirnya PT KTU mengajukan banding. Berdasarkan putusan banding pajak, ternyata PPH 21 dan PPH badan PT KTU dinyatakan nihil. "Sedangkan PPn jadi sekitar Rp 200 juta," sebutnya.

Saksi lain yang dihadirkan JPU adalah auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bernama Lili Wakhida. Kesaksian Lili juga memperkuat keterangan Riana.

Lili mengungkapkan, data krang bayar pajak PT KTU yang disodorkan Salman dan Dhana memang tidak akurat. "Temuan Dhana mengenai kekurangan pajak PT Kornet Trans Utama dasarnya adalah data eksternal yang menurut tim kami tidak kuat," kata Lili  yang pernah terlibat dalam Tim Investihasi kasus gayus Tambunan itu.

Dalam sidang banding pajak PT KTU, kata Lili menambahkan, Dhana juga tak dapat menunjukkan data eksternal tentang kekurangan pembayaran pajak. "Sehingga majelis(banding pajak) tidak yakin akan keterangan pemeriksa (Dhana) ini," ucap Lili.

Menurut Lili, negara dirugikan karena ulah Dhana itu karena harus membayar ke KTU sebesar Rp 722 juta beserta bunganya. Sampai-sampai Tim Audit dari BPK merekomendasikan agar Dhana dijatuhi sanksi oleh Ditjen Pajak. "Hukuman displin sedang sesuai PP Nomor 53 tahun 2010," ucap Lili.

Dhana tak membantah adanya data eksternal tentang kekurangan pajak PT KTU. Namun ia beralasan, data itu diperoleh dari atasannya di Ditjen Pajak yang bernama Firman.

Seperti diketahui, Dhana didakwa dengan empat dakwaan sekaligus yakni korupsi, pemerasan, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang. Khusus PT KTU, Dhana dianggap telah merugikan keuangan negara Rp1,208 miliar akibat kesalahan penghitungan pajak terhadap perusahaan yang ditanganinya. (ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Bayar THR, Nama Perusahaan Dipublikasikan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler