Soedarmo: Permendagri 3/2018 Tidak Mempersulit Peneliti

Rabu, 07 Februari 2018 – 08:43 WIB
Dirjen Polpum Kemendagri Mayjen Soedarmo. Foto: Soetomo Samsu/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Dirjen Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Soedarmo mengatakan, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 3/2018 tentang Penerbitan Surat Keterangan Penelitian (SKP), mempermudah para peneliti.

Para peneliti tidak lagi diharuskan melapor secara berjenjang ketika hendak melakukan penelitian, sebagaimana sebelumnya diatur dalam Permendagri Nomor 64/2011 tentang Penerbitan SKP.

BACA JUGA: LIPI Punya 3 Profesor Riset Baru

"Sebelumnya kan ketika memperoleh SKP dari pusat, harus lapor dulu ke provinsi, lalu ke kabupaten/kota. Sekarang ketika dapat SKP misal di Papua, maka dapat langsung ke Papua. Permendagri ini lebih mempermudah para peneliti, tidak ada hal yang memberatkan, baik institusi maupun perorangan," ujar Soedarmo di Jakarta, Selasa (6/2).

Soedarmo mengakui, dalam Permendagri yang baru sebagaimana diatur dalam Pasal 2, disebutkan tujuan diterbitkannya SKP dalam rangka kewaspadaan terhadap dampak negatif yang diperkirakan akan timbul dari proses penelitian.

BACA JUGA: Peneliti dan Dokter Pendidik Klinis Jangan Resah Dulu

Dampak negatif yang dimaksud hanya untuk menjamin peneliti benar-benar fokus melakukan penelitian sesuai dengan SKP yang telah diterbitkan.

"Jadi, jangan ada peneliti yang meneliti di Kalimantan, tapi lokasinya malah di Sumatera. Kemudian, penelitian di Asmat soal campak, tapi yang diteliti malah persoalan lain untuk kepentingan tertentu. Sama sekali enggak ada maksud lain dari pasal ini, hanya menjamin jangan sampai tidak sesuai dengan surat keterangan yang diterbitkan," ucapnya.

Menurut Soedarmo, Kemendagri akan terlebih dahulu melakukan pengkajian terhadap usulan objek penelitian, sebelum menerbitkan SKP. Langkah ini untuk meminimalisir dampak negatif yang kemungkinan ada.

“Misalnya, usulan itu soal Jati di Papua. Nah, di Papua mungkin ada kelompok OPM, tentu ini menjadi pertimbangan. Keselamatan peneliti yang kami jaga. Bisa juga misalnya soal batubara, jika itu penelitiannya di daerah rawan, maka tidak akan diterbitkan SKP-nya," kata Soedarmo.

Permendagri Nomor 3/2018 telah diundangkan pada 17 Januari lalu. SKP wajib dimiliki bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian di seluruh wilayah Indonesia. Namun, tidak berlaku bagi penelitian dalam rangka tugas akhir pendidikan.

Aturan juga tidak mengikat bagi warga negara asing. Peneliti yang dimaksud pada Pasal 1 ayat 5 Permendagri 3/2018 adalah perseorangan atau kelompok WNI yang tergabung dalam lembaga pendidikan, badan usaha, atau ormas yang melakukan penelitian.(gir/jpnn)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler