jpnn.com, JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai vonis bebas dari Pengadilan Tipikor Jakarta untuk mantan Dirut PLN Sofyan Basir menambah bukti tentang pentingnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diawasi oleh dewan pengawas (Dewas).
Menurutnya, vonis bebas untuk terdakwa suap proyek PLTU Riau-1 itu telah membuka aib KPK sebagai lembaga penegak hukum yang tidak profesional, penuh rekayasa, bermain politik, serta tidak menaati asas alat bukti.
BACA JUGA: Bebas, Sofyan Basir Ingin Habiskan Waktu Bersama Keluarga
"Dengan adanya kasus Sofyan Basir ini, IPW melihat keberadaan Dewan Pengawas di KPK mendesak diperlukan, agar lembaga antirasuah itu tidak melenceng dari sistem hukum," ujar Neta di Jakarta, Selasa (5/11).
Selain itu, Neta juga mendorong pemerintah segera merampungkan peraturan turunan dari Undang-Undang (UU) KPK hasil revisi. Tujuannya agar KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi makin profesional dan independen.
BACA JUGA: Keluar dari Rutan KPK, Sofyan Basir Bilang Begini
"Dengan demikian hasil kerja KPK benar-benar berdasarkan asas keadilan dan bukan memolitikkan, apalagi mengkriminalisasi lawan-lawan politik. Dewan Pengawas harus bisa menjaga muruah KPK yang profesional dan independen, sehingga semua perkara yang dimajukan ke pengadilan tipikor tidak ada celah untuk dikalahkan," ucapnya.
Neta justru mengapresiasi majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang menjatuhkan vonis bebas untuk Sofyan. Sebab, selama ini hakim pengadilan tipikor cenderung takut membuat keputusan yang profesional dan independen atas perkara korupsi yang ditangani KPK.
Menurut Neta, para hakim pengadilan tipikor pun sangat khawatir menjadi target operasi oknum KPK. “IPW melihat ada sejumlah kasus yang diajukan KPK sangat lemah alat buktinya,” tuturnya.
Mantan wartawan itu lantas mencontohkan perkara Sofyan. Neta mengaku memperoleh informasi bahwa KPK menjerat Sofyan sebagai tersangka bukan atas dasar alat bukti, melainkan karena hasil voting.
"Kami mendapat informasi seorang komisioner tidak setuju perkara Sofyan Basir dilimpahkan, satu abstain, dan tiga mendesak agar perkara itu segera dilimpahkan. Akibat Sofyan Basir beperkara dengan KPK, program listrik pedesaan Presiden Jokowi menjadi terhenti hingga kini," katanya.
Karena itu Neta juga mengharapkan Firli Bahuri Cs yang akan dilantik menjadi komisioner KPK periode 2019-2023 pada Desember mendatang bisa membersihkan komisi yang telah eksis sejak 2003 itu dari politik. “Kasus Sofyan Basir ini harus menjadi pelajaran berharga untuk introspeksi bagi jajaran KPK maupun komisioner yang baru dan Dewan Pengawas KPK agar tidak terulang kembali di kemudian hari," pungkas Neta.(gir/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang