Sogok DPR demi Miranda, Nunun Terancam 5 Tahun Penjara

Jumat, 02 Maret 2012 – 12:21 WIB
Nunun Nurbaetia pada persidangan perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (2/3). Foto : Arundono W/JPNN

JAKARTA - Nunun Nurbaetie akhirnya duduk di kursi terdakwa. Istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun itu pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (2/3), didakwa menyogok anggota DPR RI demi memenangkan Miranda Gultom sebagai Deputi Gubernur Senior BI.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Andi Suharlis, menyatakan bahwa sekitar Mei 2004, Miranda Gultom menyampaikan niatnya ke Nunun untuk ikut pemilihan DGS BI menggantikan Anwar Nasution. Miranda meminta dukukungan Nunun, sekaligus agar dikenalkan dengan kalangan anggota Komisi IX DPR.

Atas permintaan Miranda, Nunun pun menyanggupinya. "Ok deh, nanti coba saya omongkan ke orang-prang yang saya kenal," ucap Nunun kepada Miranda sebagaimana ditirukan JPU.

Akhirnya Nunun memang memfasilitasi pertemuan Miranda dengan Paskah Suzetta dan Hamka Yandhu dari Golkar, serta Endi AJ Soefihara dari PPP. Pertemuan digelar di rumah Nunun di Cipete, Jakarta Selatan. Namun sebeum pertemuan usai, Nunun pun mendengar celetukan; "ini bukan proyek thank you ya."

Selanjutnya pada 7 Juni 2004, Nunun di kantornya,  PT Wahana Eka Sembada di Jalan Riau Menteng, Jakarta Pusat, bertemu dengan Hamka Yandhu. Pada pertemuan itu dibahas rencana pemberian travel cek Bank International Indonesia (BII) sebagai tanda terima kasih kepada anggota Komisi IX DPR dalam rangka pemilihan Miranda.

Kemudian, Nunun meminta bantuan orang kepercayaannya, Arie Malangjudo ikut bergabung dalam pertemuan dengan Hamka Yandhu. "Saya mau Pak Ari membantu saya untuk menyampaikan tanda terima kasih kepada anggota Dewan," ucap Nunun kepada Ari sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan.

Singkat cerita, bersamaan dengan proses fit and proper test calon DGS BI pada 8 Juni 2004, Arie sudah stand by di Restoran Bebek Bali yang tak jauh dari gedung DPR RI. Arie membawa empat kantong berwarna merah, hijau, kuning dan putih yang isinya travel cek. Nilai masing-masing cek adalah Rp 50 juta.

Dalam dakwaan bernomor DAK-05/24/02/2012 setebal 13 halaman juga diuraikan, jatah travel cek untuk politisi PDIP senilai Rp 9,8 miliar diambil oleh Dhudie Makmun Murod. Sedangkan jatah travel cek senilai Rp 1,25 miliar untuk Fraksi PPP diambil oleh Endin di Hotel Century Atlet. Sementara jatah untuk anggota Fraksi TNI Polri senilai Rp 2 miliar, diserahkan Ari ke Udju Djuhaeri di kantor Wahana Eka Sembada. Demikian pula dengan jatah untuk anggota Fraksi Partai Golkar yang diambil oleh Hamka Yandhu di Jalan Riau.

"Dan terdakwa tahu bahwa pemberian TC BII senilai Rp 20,85 miliar berhubungan dengan pelaksanaan pemilihan Miranda selagu DGS BI yang bertentangan dangan kewajiban anggota DPR yang dilarang korupsi, kolusi dan nepotisme.

Dalam 'proyek' itu, Nunun juga mendapat jatah berupa 20 lembar TC BII senilai Rp 1 miliar. Nunun memerintahkan skretaris pribadinya yang bernama SUmarni untuk mencairkannya. Kemudian uangnya disetor ke rekening Nunun di BII cabang Thamrin.

Atas perbuatan itu, dalam dakwaan pertama Nunun dianggap telah melanggar Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman maksimal lima tahun penjara. Sedangkan dalam dakwaan kedua, bekas buron Interpol kelahiran 28 September 1950 itu dianggap telah melanggar pasal 13 UU yang sama.

Atas dakwaan itu, Nunun mengaku dapat memahaminya. "Secara garis besarnya saya mengerti. Saya serahkan ke penasihat hukum," ucap Nunun kepada majelis hakim yang diketuai Sudjatmiko. "Kita tidak akan mengajukan eksepsi," kata koordinator Tim Penasihat Hukum Nunun, Mulyaharja.

Menurut Mulyaharja, kliennya tetap merasa tak bersalah dan ingin proses persidangan lekas tuntas. "Permintaan terdakwa (Nunu) kepada kami ingin seperti Nabi Yusuf masuk tahanan bukan karena kesalahannya, tapi karena kemuliaannya," ucapnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Saksi juga Rawan Dibacok


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler