Solar Hijau, Bahan Bakar Alternatif Buatan Dr Hafnan setelah Penelitian Enam Tahun (1)

Terinspirasi Eropa yang Campurannya seperti Susu

Senin, 15 Desember 2008 – 08:35 WIB

Setelah enam tahun meneliti, Dr Ir MHafnan MEng akhirnya menemukan sebuah racikan zat aditif yang bisa mencampurkan solar dengan air

BACA JUGA: Dana Ratusan Juta Menguap, Perorangan Korban Investasi Pertanyakan Nasib

Formula yang dia beri nama solar hijau itu diklaim lebih ramah lingkungan dan bisa menghemat penggunaan solar


---------------------------------------------------
KURNIAWAN MUHAMMAD, JAKARTA
---------------------------------------------------

JUMAT pekan lalu (5/12), Hafnan bersama timnya mempresentasikan temuannya itu di kantor Ditjen Minyak dan Gas Bumi (Migas) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

BACA JUGA: Andi Mappaganti, Jakarta Awal-Akhri Karir Birokrasi



Ikut mendengarkan dalam presentasi tersebut, Dirjen Migas Dr Ing Evita H
Legowo serta beberapa pejabat di kantor tersebut

BACA JUGA: Mengunjungi Rumah Cepat Korban Tsunami Bantuan Pembaca Jawa Pos

Di antaranya, Ir Saryono Hadiwidjoyo SE (direktur pengembangan hilir gas dan minyak) dan Ir Suyartono MSc (direktur di Direktorat Teknik dan Lingkungan Migas)

Selain para pejabat di lingkungan Departemen ESDM, hadir pula John SKaramoy, mantan praktisi perminyakan yang pernah menjadi president director PT Medco Energy International dan Slamet Wahyudi, salah satu sponsor dalam penelitian Hafnan yang juga pencinta lingkungan dari Gresik

Dalam presentasinya, Hafnan menyatakan bahwa apa yang dia lakukan dengan mencampurkan solar dengan air secara prinsip sesungguhnya sudah dilakukan di luar negeri sejak 1980-an, terutama di beberapa negara di Eropa dan AS’’Di Eropa dikenal dengan nama water blend diesel fuel,’’ ungkap pria yang mendalami combustion engine (motor bakar) di Ritsumeikan University Kyoto, Jepang, tersebut.

Lantas, apa beda temuan Hafnan dengan water blend diesel fuel (WBDF)? Menurut Hafnan, WBDF adalah campuran solar dengan air berbentuk milky (seperti cairan susu)’’Kalau bentuknya seperti susu, rasanya kurang enak kalau dibuat bahan bakar,’’ ujar pria yang sehari-hari menjabat ketua Pusat Studi Teknologi Industri Tepat Guna (PS-TITG) di Universitas Trisakti, Jakarta, itu

’’Formula saya, setelah dicampur solar, air akan menyatu dengan solar, setelah ditambahkan zat aditif tertentuFormula dari zat aditif itu adalah temuan saya,’’ paparnya

Jawa Pos yang ikut dalam presentasi di kantor Ditjen Migas itu menyaksikan Hafnan memamerkan formulanyaPertama, dia mengambil air di dalam tabung, lalu dicampurkan dalam tabung yang sudah berisi solarDengan sebuah alat, campuran air dan solar itu diaduk, kemudian ditambahkan zat aditifTak lama berselang, setelah alat pengaduk dihentikan, warna campuran cairan tersebut sama seperti warna solar semula

’’Seberapa stabil campuran itu? Jangan-jangan nanti antara air dan solarnya misah?’’ tanya salah seorang staf di Ditjen Migas yang menyaksikan demo tersebut.

’’Saya menjamin kestabilan cairannyaDi laboratorium saya ada campuran seperti ini yang saya bikin sejak 2003Sampai sekarang masih menyatu dengan baikJadi, nggak akan misah antara air dan solarnya,’’ tegas Hafnan yang pernah tinggal di Jepang selama 10 tahun itu

Keunggulan lain formula Hafnan tersebut, jika digunakan sebagai bahan bakar, akan bisa menurunkan emisi hingga 40 persen’’Jika di Eropa, bisa menurunkan emisi 20 persen,’’ katanya

Karena mampu menurunkan emisi lebih banyak, formula campuran solar dan air dianggap sebagai bahan bakar ramah lingkungan’’Karena itu, formula ini saya namakan solar hijau,’’ ungkapnya

Hafnan menambahkan, solar hijau sudah dites di Laboratorium Motor Bakar dan Sistem Propulsi (LMBSP) Departemen Teknik Mesin ITB pada 12–14 Juli 2005 dan 1–4 Agustus 2005Sertifikat hasil pengujian ITB itu ditunjukkan dalam presentasi tersebut.’’Hasil tes di ITB menunjukkan bahwa pada pembakaran dengan solar hijau, terjadi penurunan emisi gas buang NOx maksimal 42 persen; CO maksimal 22,6 persen; dan opasitas maksimal 3,2 persen,’’ paparnya

Selain itu, pada sertifikat yang ditandatangani Kepala LMBSP ITB Dr Iman KReksowardojo itu disebutkan bahwa penggunaan solar hijau bisa menghemat bahan bakar maksimal 12 persen pada beban mesin tinggi (80 persen)Disebutkan pula, pemakaian solar hijau tidak mengganggu kinerja mesin maupun merusak mesin

Seperti apa komposisi formula solar hijau? Hafnan menjelaskan komposisinya, solar 75 persen, zat aditif 15 persen, dan air 10 persen’’Zat aditifnya dari crude oil dan bahan kimia,’’ ucap pria 48 tahun tersebut

Lebih lanjut soal zat aditif itu, kata Hafnan, dirinya meracik dari empat unsurYang tiga unsur merupakan produk komersial, diambil dari produk olahan yang tersedia dalam negeriUnsur keempat, kata dia, adalah unsur turunan dari minyak mentah (crude oil) yang sementara ini diambil dari Tiongkok (Petrochina)’’Keempat unsur itu saya racik, saya formulakan, kemudian menjadi sebuah karya yang sudah saya patenkan,’’ tegasnya

Berarti, salah satu unsur untuk zat aditifnya berasal dari Tiongkok? Itu diakui Hafnan’’Kalaupun kita datangkan dari sana (Tiongkok), harganya relatif murah,’’ ujarnya

Sebenarnya, lanjut dia, di Indonesia juga ada’’Itu sangat bergantung pada PertaminaSebab, mereka sebenarnya punya bahan baku untuk zat aditif itu,’’ ungkapnya

Mengapa Pertamina tak memanfaatkannya? Hafnan menyatakan karena tak ada permintaan’’Petrochina mau memproduksi dan mengolahnya karena ada permintaan untuk digunakan sebagai stabilizer,’’ kata bapak tiga anak tersebut. (bersambung)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketabahan Mereka yang Menderita Penyakit Langka (2-Habis)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler