Setelah lebih dari tiga tahun menempati rumah bantuan pembaca Jawa Pos di Calang, Kabupaten Aceh Jaya, sebagian besar korban tsunami pindah ke rumah permanen sumbangan LSM asingNamun, mereka tetap tak melupakan kedermawanan pembaca yang membangun ’’rumah cepat’’ saat kritis
BACA JUGA: Ketabahan Mereka yang Menderita Penyakit Langka (2-Habis)
Laporan BAHARI yang baru pulang dari sana.KAWASAN unit-unit rumah bantuan pembaca Jawa Pos di Desa Lhok Buya itu sudah tak seramai dulu
BACA JUGA: Ketabahan Para Penderita Penyakit Langka (1)
Bahkan, banyak bangunan yang sudah tak utuhBACA JUGA: Makkah dan Masjid Al Haram yang Sedang Ganti Total Wajah (3-Habis)
Namun, unit di Blok F No 36 itu terlihat berbedaMeski dindingnya ditambal di sana-sini, rumah tersebut masih utuhBeraneka bunga yang ditanam dalam pot di halaman rumah terlihat segarItu menandakan bahwa tanaman tersebut dirawat dan rumah itu masih ditinggali penghuninya.
Said Jafar, 44, penghuni rumah, saat ditemui Jawa Pos, mengaku dirinya adalah salah seorang penghuni yang masih bertahan di kawasan permukiman sementara yang sudah ditempati lebih dari tiga tahun tersebutHanya, dia juga tak bisa bertahan lebih lama lagiKarena itu, siang itu dia mulai mencicil mengemasi barang-barang, pindah ke rumah baru’’Rumah baru kami tak jauh dari rumah sini,’’ ujarnya.
Menurut Said, sebenarnya rumah baru yang permanen bantuan LSM asing belum selesai 100 persenTapi, karena yang lain sudah banyak yang pindah, dia pun terpaksa ikut pindahSebagian papan dan bahan bangunan di bekas rumah pembaca Jawa Pos yang masih bisa dipakai itu diangkut menggunakan becak motor (sepeda motor yang dimodifikasi)’’Siapa tahu nanti berguna untuk menambah luasan dapur,’’ katanya.
Bukan hanya ituAneka bunga kemboja Jepang dan bunga-bunga kesukaan warga Lhok Buya lainnya siang itu juga siap diangkut’’Saya kerja apa sajaTermasuk bisnis kembangIni barang dagangan saya selama ini,’’ ungkapnya.
Said mengaku sangat senang tinggal di rumah bantuan pembaca Jawa PosDia bahkan sudah menambah ruang dapur di belakang rumah hingga makin nyamanMemang, dibanding unit penghuni yang lain, rumah Said tergolong masih baikSemua masih lengkapTermasuk pintu dan jendela
Dia mengaku, sejak menempati rumah itu pada 2005, banyak suka-duka yang dialami’’Yang jelas luar biasaMakanya, kami sangat berterima kasih kepada pembaca Jawa Pos,’’ ujarnya.
Laki-laki berkumis itu ingat benar bagaimana penderitaan rakyat Desa Lhok Buya pascagelombang tsunamiSebagian besar di antara mereka tidak punya rumah dan harta serta hidup di tenda darurat yang serbaantreMulai makanan, minum, bahkan buang air besarBelum lagi bocor kalau hujan’’Pokoknya tidak nyaman,’’ kenangnya.
Namun, saat rumah pembaca Jawa Pos selesai dibangun disertai genset, sumur air bor, dan beberapa fasilitas lain seperti permainan anak-anak, sedikit demi sedikit kehidupan mereka mulai membaik’’Jadi, anak-anak ikut senang pindah kemari,’’ jelas Said.
Bahkan, fasilitas permainan anak-anak seperti plosotan (fasilitas peluncuran) masih utuhAda juga musala yang dibangun di tengah permukiman’’Bahkan, anak-anak korban tsunami masih suka bermain plosotan,’’ ungkapnya.
Said menambahkan, selama tinggal di rumah bantuan pembaca itu, suasana antarwarga cukup akrabSebab, mereka umumnya berasal dari satu kampung yang sama-sama korban tsunami’’Sekarang pun, meski pindah ke rumah baru, kami tetap bertetangga,’’ tegasnya.
Lain lagi dengan Janjibar, 23Penghuni rumah bantuan pembaca Jawa Pos itu bangga tinggal di rumah yang sudah ditempati lebih dari tiga tahun tersebut’’Anak ketiga saya, Imelda Salsabila, yang kini berusia satu tahun, lahir di rumah itu,’’ katanya seraya menunjukkan rumah yang dihuni lebih dari tiga tahun’’Saya pindah baru beberapa minggu lalu tak jauh dari sini kok,’’ tambahnya
Dia menuturkan, luas rumah bantuan yang mereka terima dari LSM asing itu sama seperti yang diterima dari pembaca Jawa PosYakni, 6 x 6 meter dengan dua kamar’’Kelebihannya, rumah itu lebih permanen,’’ tegasnya.
Rumah bantuan pembaca yang dulu komponen-komponennya dikirim dari Surabaya itu penuh kenangan bagi Janjibar dan keluargaSebab, bukan hanya putri ketiga mereka lahir di rumah tersebut’’Di rumah itulah kami bisa hidup normal setelah berbulan-bulan hidup di pengungsianKalau ada sedikit kekurangan, itu wajarApalagi, rumah tersebut dibangun cepat karena sangat diperlukan warga saat itu,’’ jelasnya.
Penghuni lain, Dimayar, 17, yang menempati rumah di Blok D Nomor 180, menuturkan, selama tinggal di pengungsian, dirinya tidak bisa bersekolahBaru setelah masuk rumah bantuan pembaca Jawa Pos, dia bisa bersekolah lagi’’Saya baru lulus STM,’’ kata Dimayar yang kini menempati rumah baru atau sekitar 200 meter dari rumah bantuan pembaca
Dimayar yang kehilangan bapaknya, Nurdin, dan kakaknya, Nyadi, dalam musibah tsunami empat tahun lalu tersebut mengaku bersyukur saat itu bisa memperoleh bantuan rumah dari pembaca.
Kini, Dimayar dan ibunya, Haji Kemala, sudah hidup di rumah baru hasil bantuan LSM asing’’Tapi, kami tetap berterima kasih kepada pembaca Jawa PosMerekalah yang sudah menolong kami dalam masa sulit,’’ ungkapnya
Ungkapan terima kasih kepada pembaca Jawa Pos juga disampaikan Saripah Asia, 78, yang juga menempati rumah bantuan pembaca’’Saat itu rumah pembaca (Jawa Pos) merupakan bantuan pertama bagi para korban di CalangJadi, kami amat gembira,’’ kata Saripah yang kini juga tinggal di rumah baru.
Seperti Saripah, korban tsunami yang lain, Cut Irma, juga menyimpan banyak kenangan di rumah cepat ituMeski statusnya darurat, Cut Irma justru bisa menikmati kehidupan normal di sanaBahkan, dia bisa menikah dan tinggal di situ’’Putri kami, Raisa Nabila (2 tahun), juga lahir di rumah ituJadi, kami tak bisa melupakan begitu saja,’’ ujar Cut Irma.
Penghuni rumah cepat yang lain, Alimudin, 62, juga tampak bersemangat saat Jawa Pos mengunjungi rumahnyaAlimudin yang semula bertelanjang dada buru-buru masuk kamar, lalu keluar lagi mengenakan kausSalah satu makanan ringan yang dihidangkan ialah kue boe atau bolu’’Ini roti khas Aceh,’’ katanya ramah.
Alimudin mengaku tak melupakan kedermawanan pembawa Jawa Pos yang membangun rumah untuk para korban gelombang tsunami di Lhok Buya’’Saya masih ingat, ada 20 KK dari keluarga besar saya yang menempati beberapa rumah bantuan itu,” ungkapnya.
Sebelum menempati rumah pembaca Jawa Pos, Alimudin dan keluarga besarnya ditampung dalam tenda di Calang bersama ribuan korban tsunami lainnya’’Begitu mendapat rumah bantuan (Jawa Pos), kami bisa menata keluarga kamiMakanya, kami tidak bisa melupakan budi baik pembaca Jawa Pos meski kami sudah punya rumah baru,’’ akunya.
Di rumah bantuan pembaca itu, Alimudin dan korban tsunami yang umumnya warga Lhok Buya hidup rukun dan saling membantu karena merasa senasib’’Kenangan indah itu yang tidak bisa kami lupakan selama tiga tahun lebihKami mengucapkan banyak terimah kasih dibantu pembaca (Jawa Pos) di saat-saat kritis,’’ tuturnya
Alimudin kini tinggal di tanah miliknya (sebelum musibah tsunami), yang di atasnya dibangun rumah permanen 6 x 6 meter, sumbangan LSM asing’’Saya baru pindah ke rumah baru ini dua bulanAnak-anak saya juga dapat bantuan rumah baru,’’ katanya
Agar rumahnya bertambah luas, Alimudin membuat dapur tambahan di belakang rumahBahannya –seperti kayu dan seng– diambilkan dari rumah bantuan pembaca Jawa Pos’’Daripada terbuang, kan masih bisa dimanfaatkan,’’ ujar pensiunan PNS itu(el)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Makkah dan Masjid Al Haram yang Sedang Ganti Total Wajah (1)
Redaktur : Tim Redaksi