Solar Langka, Nelayan Tarakan Menjerit

Jumat, 07 Desember 2012 – 12:13 WIB
TARAKAN – Ketua Persatuan Nelayan Kecil (PNK) Kota Tarakan, Rustan mengatakan bahwa sepekan terakhir ini BBM jenis Solar kembali langka. Akibatnya, ribuan nelayan tidak bisa melaut untuk mencari ikan.

"Bagi nelayan solar itu merupakan jantungnya. Artinya, kalau tidak ada bagaimana mereka bisa hidup,” ungkap Rustan seperti dilansir Radar Tarakan (JPNN grup), Jumat (7/12).

Menurutnya, kelangkaan BBM yang kerap dirasakan nelayan ini karena minimnya perhatian Pemerintah Kota Tarakan. Utamanya dari dinas terkait, dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP). “Tidak banyak yang kami harapkan ke pemerintah, hanya tolong berikan kami alokasi BBM dan tempat khusus buat nelayan, hanya itu saja, tidak lebih,” bebernya.

Rustan menegaskan bahwa keresahan para nelayan di Tarakan akibat kelangkaan BBM, sudah beberapa kali disampaikan kepada pemerintah. Namun, aspirasi nelayan Tarakan yang tergabung dalam PNK tak pernah digubris secara serius. “Padahal kami hanya membutuhkan BBM untuk melaut, bukan menyelewengkan. Selama ini BBM yang diperjualbelikan di SPBB (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Bunker) dan SPBN (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan) tidak maksimal, sering habis. Khususnya di SPBN, kami menduga terjadi monopoli pembelian,”  katanya.

Untuk itu, pihaknya mendesak DKP untuk mengambil sikap dalam mengatasi persoalan kelangkaan BBM untuk nelayan. “Kita butuh penanganan khusus dari pemerintah,” cetus Rustan.

Alasan kelangkaan di SPBB misalnya, ungkap Rustan, disebabkan keterlambatan pengisian yang dilakukan pihak Pertamina. Selain itu, BBM yang diperuntukkan bagi nelayan melalui SPBB, saat ini terbentur masalah administrasi. “Nah persoalan ini seharusnya disikapi oleh DKP, kan itu barang subsidi. Kalau pemerintah mau, saya kira tidak ada masalah,” katanya. Jika hal tersebut terus dibiarkan, dampak yang dirasakan para nelayan tak kunjung selesai.

Kebutuhan BBM untuk nelayan tergantung pasang surut air laut. Jika musim air surut seperti sekarang ini, 90 persen solar dimanfaatkan nelayan sebagai  bahan bakar transportasinya, sisanya dari jenis bensin. Sebaliknya, bila air pasang rata-rata menggunakan bensin atau premium. “Kalau bensin masih bisa kami dapatkan meski terkadang sulit dan bersaing dengan speedboat,” ucapnya.

Biasanya, penjualan BBM di SPBB hanya berlangsung selama 3 hari. Ironisnya, di saat nelayan membutuhkan, selalu habis. Begitu juga di sejumlah pangkalan BBM yang ada di perairan Tarakan.  “Selama ini nelayan mencari sendiri di SPBB, pangkalan maupun APMS. Tapi di APMS dibatasi 50 liter, sementara nelayan selalu membutuhkn 200 hingga 300 liter untuk kebutuhan melaut selama seminggu,” jelas Rustan.

Pihaknya juga sangat menyayangkan penjualan BBM di SPBN yang tak pernah dalam pengawasan pemerintah. Padahal, ia menduga ada praktek penjualan barang subsidi yang tak tepat sasaran atau mengedepankan kepentingan pribadi semata.

“Kawan-kawan nelayan ini sebenarnya sudah mau demo, tapi masih ada toleransi ke pemerintah. Tapi kalau begitu terus beberapa minggu kedepan, mau tidak mau ada aksi yang kami lakukan. Kita tidak ada sangkut pautnya dengan pembubaran koperasi BBM yang dilakukan pemerintah kota, siapapun yang jual BBM kita beli, apapun itu namanya yang jelas barang subsidi yang memang diperuntukkan nelayan,” pungkasnya.(sur/ndy/fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Massa Pro dan Kontra-Aceng Nyaris Bentrok

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler