Saran Romo Benny untuk Melawan Radikalisme di Era Digital

Rabu, 07 April 2021 – 16:38 WIB
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo (kedua kanan) menghadiri acara Diskusi Komsos Cegah Tangkal Radikalisme/Separatisme yang diselenggarakan oleh TNI AD pada Rabu (7/4/2021). Foto: Dok. BPIP

jpnn.com, JAKARTA - Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo menghadiri acara Diskusi Komsos Cegah Tangkal Radikalisme/Separatisme yang diselenggarakan oleh TNI AD pada Rabu (7/4).

Sebanyak 100 mahasiswa hadir dalam diskusi bertema Meneguhkan Toleransi Mencegah Radikalisme dan Separatisme.

BACA JUGA: BPIP Kutuk Aksi Aksi Bom Bunuh Diri di Depan Gereja Katedral Makassar

Romo Benny mengatakan radikalisme terjadi tidak hanya dalam satu agama saja.

“Radikalisme tidak terjadi hanya di suatu agama saja tetapi banyak kelompok yang melakukan tindak radikalisme demi kepentingan sesaat,” ujar Benny.

BACA JUGA: HNW: Keterlibatan Perempuan dalam Kasus Narkoba Lebih Besar dari Radikalisme

Benny menjelaskan radikalisme muncul dari pemikiran yang tidak utuh sehingga banyak salah tafsir dan keluar dari konteks.

“Dalam penafsiran sebuah paham harus dipahami secara menyeluruh, tidak boleh hanya setengah atau sebagian dan keluar dari konteksnya," ujar Benny.

BACA JUGA: Cegah Radikalisme di Kalangan Milenial, Polri Harus Gandeng Organisasi Kepemudaan

Lebih lanjut, Benny menuturkan sekarang ini terjadi perang suci yang mengeklaim mempunyai surga, padahal sebenarnya hanya untuk kepentingan tertentu.

“Munculnya perang suci yang mengeklaim mempunyai surga dan neraka. Padahal ini di dalamnya ada kepentingan lain dan sesaat,” ujar Benny.

Pendiri Setara Institute ini juga menambahkan penyebaran radikalisme makin cepat dengan kemajuan teknologi yang ada.

"Bahaya sekarang di media sosial banyak konten yang salah dan keluar konteks demi perebutan kekuasaan dan mencapai tujuan tertentu,” ujar Benny.

Benny berharap generasi milenial harus membanjiri sosial media dengan konten positif untuk melawan konten negatif yang banyak saat ini dan untuk membangun kesadaran publik.

“Untuk menghadapi terorisme harus membuat counter wacana positif khususnya di media sosial guna melawan konten negatif serta akhirnya akan membangun kesadaran publik," tegas Benny.

Menurut Benny, Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara harus juga menjadi habitualisasi dalam setiap diri masyarakat.

Turut hadir Direktur Bela Negara Ditjen Potensi Pertahanan Kemenhan Brigjen TNI Jubei Levianto.

Jubei dalam pemaparannya menjelaskan kemajuan teknologi mempengaruhi kehidupan bermasyarakat.

“Kita hidup di zaman 4.0 yang kemajuan teknologi makin pesat dan mempengaruhi kehidapan bermasyarakat. Terjadi perang modern seperti proxy war yaitu negara yang kuat akan mengatur negara yang lemah untuk tujuan tertentu," ujar Juvei.

Lebih lanjut, Jubei menjelaskan cara proxy war biasanya dilakukan dengan mencuci otak, separatis, hingga memasukan ideologi lain.

“Radikal atau separatis biasanya menginginkan melepaskan diri dari kedaulatan wilayah dan radikalisme adalah menggunakan kekerasan untuk membuat ketakuan ini harus diwaspadai," tegas Jubei.

Jubei menambahkan radikalisme di media sosial digunakan karena kecepatan jaringan dan sumber anonim.

“Bela negara adalah kewajiban bagi setiap warga Negara,” tegas Jubei.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler