jpnn.com, JAKARTA - Sebanyak 8 koperasi mitra operator Program Jaklingko yang tergabung dalam Komunikasi Laskar Biru (FKLB), melakukan aksi unjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (30/7).
Operator yang tergabung dalam FLKB itu antara lain Koperasi Komilet Jaya, Purimas Jaya, Kopamilet Jaya, Komika Jaya, Kolamas Jaya, Kodjang Jaya, PT Lestari Surya Gemapersada, dan PT. Kencana Sakti Transport.
BACA JUGA: Diminta Oleh Warga, Anies Berjanji Bangun JakLingko untuk Warga Samarinda
Dalam aksinya, mereka menuntut beberapa hal seperti transparansi pembagian kuota atas penyerapan angkutan reguler bergabung dengan program Jaklingko yang diduga tidak adil.
Mereka juga meminta untuk menghentikan politisasi program JakLingko yang diduga dilakukan oleh Direksi Transjakarta dengan oknum DPRD DKI yang sekaligus sebagai ketua salah satu operator mitra Jaklingko.
BACA JUGA: Anies Bakal Mengubah Sistem Angkutan Perkotaan di Indonesia dengan Skema Jaklingko
“Kami meminta mengurangi aturan dari Transjakarta yang merugikan operator dan pramudi serta mempermudah proses peremajaan kendaraan yang masih layak operasional,” kata koordinator lapangan aksi Fahrul Fatah di lokasi, Selasa (30/7).
Fahrul Fatah menuturkan bahwa aksi itu dilakukan sebagai bentuk protes atas diskriminasi nyata yang diduga dilakukan oleh Direksi Transjakarta terhadap beberapa operator mitra program JakLingko.
BACA JUGA: Pemprov DKI Bantah Heru Budi Ganti Nama JakLingko yang Diinisiasi Anies
“Direksi Transjakarta menganak-emaskan satu operator tertentu, di mana ketua dari operator tersebut adalah sekaligus anggota Komisi B DPRD DKI. Entah motifnya apa, namun banyak kesalahan yang selalu ditolerir,” jelasnya.
Operator tersebut dituding mendapat kuota penyerapan paling banyak yang diberikan terus menerus dan kemudahan lainnya.
Di satu sisi, operator lain, khususnya operator mikrolet merasa selalu dipersulit oleh Transjakarta, dicari-cari kesalahannya, dan pembagian kuota yang kecil, namun harus dibagi ramai-ramai.
“Padahal anggota kami yang mengoperasikan angkutan reguler juga sebetulnya mau bergabung ke dalam program Jaklingko, namun tak kunjung bisa karena kuotanya sangat-sangat terbatas,” tutur Fahrul.
“Kami menuntut keadilan atas itu semua dan meminta PJ Gubernur DKI Jakarta untuk bisa memberikan solusi yang adil bagi semua,” lanjutnya.
Sementara itu, Koperasi Komilet Jaya Berman Limbong mengatakan bahwa terkait Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 66 Tahun 2019 serta penjelasan yang diterima dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta terkait dengan Jaklingko Mikrotrans selama ini, jumlah bus kecil yang akan diintegrasikan dengan layanan Transjakarta dalam bentuk Jaklingko Mikrotrans adalah sebanyak 6.360 unit.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, saat ini sudah memasuki tahun ketujuh operasi, populasi bus kecil yang sudah diintegrasikan dengan Transjakarta baru berjumlah 2.795 unit atau setara dengan 43,94 persen.
“Dari angka prosentase tersebut, dari 11 operator mitra program Jaklingko, ada satu operator yang memiliki kuota dasar paling banyak dan serapan yang banyak juga, telah mencapai hingga 51 persen,” jelas Berman.
Transjakarta sebagai pengelola subsidi transportasi melalui Public Service Obligation (PSO) diminta menghentikan hal tersebut dan bertindak lebih adil serta wajib transparan dalam penentuan pemberian kuota serta pembentukan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) kepada mitra operator dan publik.
“Karena dana PSO itu berasal dari APBD Provinsi Jakarta yang harus transparan penggunaannya serta mudah diakses oleh publik,” tutup Berman. (mcr4/jpnn)
Redaktur : Dedi Yondra
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi