Sori, Hak Milik Tanah di DIY Belum Boleh untuk Nonpribumi

Kamis, 19 Oktober 2017 – 23:23 WIB
Sertifikat bukti kepemilikan tanah. Foto/ilustrasi: Ayatollah Antoni/JPNN.Com

jpnn.com, YOGYAKARTA - Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sampai sekarang masih memberlakukan Instruksi Kepala Daerah No. K 898/I/A/75 tentang penyeragaman kebijakan pemberian hak atas tanah kepada warga negara Indonesia (WNI) nonpribumi. Dengan demikian, warga nonpribumi tak bisa memiliki sertifikat hak milik (SHM) atas tanah.

Kepala Biro Hukum Setprov DIY Dewo Isnu Broto Imam Santoso mengatakan, kebijakan itu berlaku sejak 1975 atau di era Gubernur Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) IX. “Instruksi itu belum dicabut,” ujarnya.

BACA JUGA: Anies Diprediksi Bakal Terus Momeles Citra Demi Pilpres 2019

Instruksi kepala daerah itu ditujukan kepada para bupati dan wali kota se-DIY. Meski berlabel instruksi kepala daerah, surat itu ditandatangani Paku Alam VIII selaku wakil kepala Daerah DIY karena Sultan HB IX kala itu menjadi wakil presiden.

Merujuk instruksi itu maka Pemerintah DIY hingga sekarang belum memberikan hak milik atas tanah kepada WNI nonpribumi yang memerlukan tanah. Apabila ada seorang WNI nonpribumi membeli tanah hak milik rakyat, maka diproses sebagaimana biasa melalui pelepasan hak.

BACA JUGA: Anies Disarankan Terus Mainkan Isu Pribumi

"Sehingga tanahnya kembali menjadi tanah negara yang dikuasai langsung Pemerintah DIY. Kemudian yang berkepentingan/melepaskan supaya mengajukan permohonan kepada kepala daerah DIY untuk mendapatkan sesuatu hak,” tulis  Paku Alam VIII dalam  instruksi bertanggal 5 Maret 1975 itu.

Keputusan pemprov mempertahankan instruksi tersebut bukan tanpa risiko. Sebab, beberapa kali Dewo harus berjibaku di pengadilan.

BACA JUGA: Anies Ucapkan Kata Pribumi, Polri Segera Minta Pendapat Ahli

Salah seorang warga yang getol mengajukan upaya hukum adalah Handoko. Pria yang tinggal di Jalan Taman Siswa itu tercatat tiga kali menggugat.

Pertama, mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA). Uji materi ini tidak diterima.

MA beralasan materi yang diuji bukan merupakan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Tapi, instruksi kepala daerah itu merupakan kebijakan.

Kedua, Handoko maju ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jogjakarta. Lagi-lagi upayanya belum berhasil. PTUN juga tidak menerima gugatan yang diajukan.

“Sekarang Handoko menggugat lagi secara perdata ke Pengadilan Negeri Jogja. Ini kali ketiga setelah dua gugatan sebelumnya berhasil kami menangkan,” ucap Dewo.

Dalam gugatan ketiga ini, Handoko menyebut Gubernur DIY Hamengku Buwono X telah melakukan perbutan melawan hukum. Dalam gugatannya, dia memohon kepada majelis hakim PN Jogja untuk menyatakan Instruksi Kepala Daerah No. K 898/I/A/75 tidak memiliki kekuatan hukum dan bertentangan dengan UU No 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA).

Handoko menuding gubernur DIY tidak patuh terhadap UUPA, sehingga ada kebijakan yang tidak adil dalam kepemilikan tanah di DIY. “Saya hanya ingin ada keadilan kepemilikan tanah di DIJ. Tidak ada motif apa pun. Toh tak punya tanah juga tidak masalah,” kata Handoko.

Sidang perdana perkara ini dilakukan pada Selasa (10/10). Secara kebetulan pembacaan gugatan berbarengan dengan jadwal pelantikan gubernur dan wakil gubernur DIJ masa jabatan 2017-2022 yang berlangsung di Istana Negara Jakarta.Gugatan perbuatan melawan hukum tercatat dalam register nomor 132/Pdt.G/2017/PN Yyk.(kus/yog/ong/jpg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sori, Polri Belum Tangani Laporan soal Anies Sebut Pribumi


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler