JAKARTA--Kinerja logistik Indonesia kembali menjadi sorotan. Kali ini, ketimpangan biaya logistik antara kawasan barat dan timur Indonesia dinilai menjadi penyebab disparitas harga yang cukup besar. Untuk memperbaiki kondisi tersebut, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menggagas sebuah solusi yakni pelabuhan internasional di Sorong.
Dia menjelaskan, biaya logistik antara kawasan Barat dan Timur sangat berbeda. Kondisi tersebut menyebabkan harga barang di Indonesia timur terhitung lebih mahal. Misalnya, daerah Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara. Misalnya, harga semen. Satu kemasan semen hanya dihargai Rp 50 ribu di wilayah barat. Sedangkan, harga produk yang sama bisa mencapai Rp 1 juta di wilayah timur.
"Bagaimana kalau ada pelabuhan transshipment (pelabuhan pusat konektivitas, Red) saja di wilayah timur. Misalnya kita bangun (pelabuhan internasional) di wilayah Sorong," ujarnya dalam pada seminar "Tantangan dan Peluang Logistik Indonesia Menghadapi Pasar Global" di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (10/4).
Pelabuhan tersebut, rinci dia, nantinya bakal khusus menangani semua komoditas impor untuk distribusi wilayah timur. Sehingga, perusahaan logistik mempunyai kepastian untuk mengangkut barang setelah berlabuh di wilayah timur. Untuk informasi, mahalnya biaya logistik di wilayah timur umumnya disebabkan tak ada barang yang dikirimkan kembali ke wilayah barat. Sehingga, perusahaan logistik harus mengenakan biaya perjalanan kembali kepada pengirim barang ke wilayah timur. "Kalau begini, arus perdagangan dari timur ke barat bisa terjadi. Dan barang di barat bisa dikirimkan ke Timur jika dibutuhkan," ungkapnya.
Dia berharap, upaya tersebut dapat berdampak terhadap biaya logistik yang selama ini dianggap terlalu membebani harga produk. Menurut data Asosiasi Logistik Indonesia pada 2011, biaya logistik Indonesia, menyerap 24,6 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari negara maju seperti Amerika Serikat, Singapura, dan Jepang, yang hanya berkisar 9-11 persen. "Saya yakin ini akan sangat membantu kinerja Indonesia," tuturnya.
Namun, dia mengakui bahwa proses untuk merealisasikan ide tersebut tak bisa dibilang mudah. Pasalnya, pihaknya sebagai kementerian perdagangan tak punya wewenang langsung dalam pengadaan pelabuhan. "Tidak segampang itu. Ini harus , harus secara bersama (dengan kementerian perhubungan dan kementerian BUMN) dan memerlukan biaya. Ini diluar poksi kementerian perdagangan. Kami hanya bisa ngurusin masalah bawang," celetuknya. (bil)
Dia menjelaskan, biaya logistik antara kawasan Barat dan Timur sangat berbeda. Kondisi tersebut menyebabkan harga barang di Indonesia timur terhitung lebih mahal. Misalnya, daerah Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara. Misalnya, harga semen. Satu kemasan semen hanya dihargai Rp 50 ribu di wilayah barat. Sedangkan, harga produk yang sama bisa mencapai Rp 1 juta di wilayah timur.
"Bagaimana kalau ada pelabuhan transshipment (pelabuhan pusat konektivitas, Red) saja di wilayah timur. Misalnya kita bangun (pelabuhan internasional) di wilayah Sorong," ujarnya dalam pada seminar "Tantangan dan Peluang Logistik Indonesia Menghadapi Pasar Global" di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (10/4).
Pelabuhan tersebut, rinci dia, nantinya bakal khusus menangani semua komoditas impor untuk distribusi wilayah timur. Sehingga, perusahaan logistik mempunyai kepastian untuk mengangkut barang setelah berlabuh di wilayah timur. Untuk informasi, mahalnya biaya logistik di wilayah timur umumnya disebabkan tak ada barang yang dikirimkan kembali ke wilayah barat. Sehingga, perusahaan logistik harus mengenakan biaya perjalanan kembali kepada pengirim barang ke wilayah timur. "Kalau begini, arus perdagangan dari timur ke barat bisa terjadi. Dan barang di barat bisa dikirimkan ke Timur jika dibutuhkan," ungkapnya.
Dia berharap, upaya tersebut dapat berdampak terhadap biaya logistik yang selama ini dianggap terlalu membebani harga produk. Menurut data Asosiasi Logistik Indonesia pada 2011, biaya logistik Indonesia, menyerap 24,6 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari negara maju seperti Amerika Serikat, Singapura, dan Jepang, yang hanya berkisar 9-11 persen. "Saya yakin ini akan sangat membantu kinerja Indonesia," tuturnya.
Namun, dia mengakui bahwa proses untuk merealisasikan ide tersebut tak bisa dibilang mudah. Pasalnya, pihaknya sebagai kementerian perdagangan tak punya wewenang langsung dalam pengadaan pelabuhan. "Tidak segampang itu. Ini harus , harus secara bersama (dengan kementerian perhubungan dan kementerian BUMN) dan memerlukan biaya. Ini diluar poksi kementerian perdagangan. Kami hanya bisa ngurusin masalah bawang," celetuknya. (bil)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bupati Kolaka Dinonaktif, Mendagri Tunjuk Wakil Bupati jadi Pelaksana
Redaktur : Tim Redaksi