jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPD RI Abdul Rachman Thaha menyoroti aksi seorang anggota Polresta Tangerang yang membanting mahasiswa saat mengamankan demonstrasi di depan kantor Bupati Tangerang.
Rachman menilai Polri selalu meyakinkan publik untuk melakukan kerja-kerja penegakan hukum terhadap berbagai peristiwa di tengah masyarakat.
BACA JUGA: Polisi dan TNI Merangsek ke Tengah Hutan, Belasan Orang Kocar-kacir, Dor dor dor
Meskipun begitu, katanya, publik tidak mengetahui cara Polri menindak, terutama memberlakukan hukum pidana terhadap personelnya yang mencederai masyarakat.
Dalam kasus anggota polisi membanting mahasiswa di Tangerang, Polri memastikan akan menindak tegas personelnya, Brigadir NP.
BACA JUGA: 5 Fakta Aksi Polisi Membanting Mahasiswa Tangerang
"Kesanggupan untuk mengenakan sanksi, lalu menyampaikannya ke publik, saya nilai sebagai cara membangun budaya akuntabilitas di lingkungan Polri," kata Rachman dalam keterangannya, Kamis (14/10).
Dia menyebutkan budaya akuntabilitas memiliki tiga nilai, yaitu, integritas, responsibilitas, dan transparansi.
BACA JUGA: Pembunuh Pria di Kamar Hotel di Medan Terungkap, Motifnya, Ya Tuhan
Menurutnya, hukum formil bisa dilakukan kepolisian untuk memastikan akuntabilitasnya, bukan hanya tindak lanjut di dalam ranah organisasinya.
"Pastinya, perlu disisir kasus demi kasus, agar tidak setiap misconduct oleh personel Polri ditangani secara pidana," lanjut pria yang beken disapa dengan inisial ART itu.
Rachman mengaku menunggu data lengkap dari Polri tentang pendisiplinan dan pemidanaan anggotanya yang telah dilakukan secara internal.
Seharusnya, kata Rachman, Polri menyampaikan data terkait pendisiplinan anggotanya kepada publik sebagai refleksi transparansi Korps Bhayangkara.
Dengan begitu, Polri akan meyakinkan masyarakat tentang kesanggupannya menjadi agen perubahan sosial.
Kemudian, Rachman juga mempertanyakan standar pendidikan dan pelatihan (diklat) di Polri karena Brigadir NP mengaku refleks saat membanting korban.
BACA JUGA: 5 Fakta Novel Baswedan Cs Usai Dipecat KPK, Nomor 5 tak Disangka
"Refleks mengindikasikan bahwa penggunaan kekerasan mengabaikan tata urutan (prosedur) penanganan yang semestinya," ucap Rachman.
Senator asal Provinsi Sulawesi Tengah itu menilai refleks yang dilakukan Brigadir NP menggambarkan lemahnya kontrol emosi.
"Pada titik itulah saya ingin mengingatkan Polri agar selalu meng-upgrade kurikulum diklat personelnya, termasuk diklat Brimob," ujar dia.
Diketahui, Brigadir NP telah melakukan aksi pembantingan atau smackdown terhadap mahasiswa berinisial MFA.
Brigadir NP dan Kapolda Banten Irjen Rudy Heriyanto menyampaikan permintaan maaf atas peristiwa pembantingan yang terjadi. (mcr9/jpnn)
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Dea Hardianingsih