Soroti Hasil Reshuffle Kabinet, Analisis Pengamat Ini Menohok Prabowo dan Sandiaga

Kamis, 07 Januari 2021 – 18:40 WIB
Pengamat politik dari Universitas Negeri Semarang Cahyo Seftyono. Foto: Dokpri for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Negeri Semarang Cahyo Seftyono memberikan catatan kritis terhadap masuknya Prabowo Subianto dalam jajaran Kabinet Indonesia Maju, disusul bergabungnya Sandiaga Uno hasil reshuffle kabinet pada 22 Desember 2020 lalu.

Cahyo sapaan akrab Cahyo Seftyono mengibaratkan pertarungan politik seperti sepak bola.

BACA JUGA: 10 Kontroversi Politik 2020: Pernyataan Puan Maharani, Kepulangan HRS Hingga Reshuffle Kabinet

Menurut Cahyo, dalam pertarungan antara Presiden Jokowi dan lawan politiknya Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Jokowi menang 2-0.

Cahyo menilai walaupun penampilan Jokowi terkesan lugu, tetapi cerdik dan pandai bersiasat.

BACA JUGA: FPI Dibubarkan, Petrus: Ini Bukti Presiden Jokowi Mendengar Aspirasi Rakyat

“Kepiawaian Jokowi menaklukkan rival tangguhnya dalam Pilpres 2019 yang lalu, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno merupakan contoh gamblang,” kata dosen Kebijakan Publik ini, Kamis (7/1/2021).

“Sesumbar Prabowo bahwa dirinya akan timbul-tenggelam bersama rakyat, dan kata-kata manis Sandi bahwa dia tak tertarik masuk kabinet, sirna sudah. Keduanya kini melempar handuk, duduk manis dengan baju putih, menjadi bawahan langsung Jokowi,” kata Cahyo.

BACA JUGA: 26 Perwira Tinggi TNI AD Termasuk Letjen Muhammad Herindra Terkena Mutasi, Ini Daftar Namanya

Cahyo mengingatkan betapa kerasnya cercaan kedua tokoh itu terhadap Jokowi dalam Pilpres 2019 lalu. Tetapi hanya dalam setahun, kata-kata tajam mereka berubah menjadi pujian dan sanjungan setinggi langit kepada mantan rivalnya itu.

“Banyak orang kini risih mendengar sanjungan Prabowo pada Jokowi,” ungkap Cahyo yang sering meneliti isu-isu politik lokal ini.

Dengan gayan yang khas dan tenang, Jokowi memainkan strategi 'memangku lawan' dengan memberi pangkat atau jabatan sehingga lawannya senang. Padahal Jokowi menang lebih besar.

"Seolah-olah seperti diangkat tetapi sebenarnya dijatuhkan,” kata Cahyo.

Dalam analisis Cahyo, masuknya Prabowo dan Sandi ke Kabinet Jokowi ini membuat keduanya kalah dua kali. Pertama, Prabowo-Sandi dikalahkan Jokowi pada Pilpres 2019.

Kalau hanya ini, kata Cahyo, kedua tokoh politik ini bisa saja maju lagi di tahun 2024, apalagi Jokowi tak lagi jadi rival.

Kedua, “Sekarang, berapa banyak rakyat yang masih percaya kepada dua politikus ini?,” tanya Cahyo retoris.

“Prabowo dan Sandi dianggap ingkar janji, mengkhianati para pendukungnya, yang dulu berjuang habis-habisan. Mereka bilang berjuang untuk rakyat, tetapi ujungnya hanya untuk kepentingan pribadinya. Karakter Prabowo dan Sandi jatuh dan hancur, oleh perbuatan mereka sendiri.”

Cahyo tidak tahu pasti apakah manuver Jokowi menjadikan Prabowo dan Sandi sebagai menteri itu untuk memperkuat basis dukungan terhadapnya, atau memang untuk menghancurkan karakter dan nama baik bekas penantangnya itu.

Lebih lanjut, Cahyono menilai para pendukung Prabowo-Sandi yang besarnya sekitar 45 persen dari total pemilih pilpres 2019 tidak serta merta berbalik mendukung. Di media sosial maupun dalam di pasar, terminal, pengajian, arisan maupun ruang-ruang publik lainnya, kritik terhadap pemerintah masih lantang.

Yang jelas, kata Cahyo, Jokowi berhasil mengalahkan suara Prabowo-Sandi dalam Pilpres dan kini berhasil meruntuhkan reputasi keduanya dimata para pendukungnya.

“Apapun yang ada dalam pikiran pak Jokowi maupun pak Prabowo dan Sandi, yang jelas saat ini Jokowi menang lagi dan Prabowo-Sandi kalah lagi. Kalah dua kali. Selamat Pak Jokowi,” kata Cahyo.(fri/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler