jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menilai Gubernur NTT Viktor Laiskodat melakukan akrobatik politik yang tidak terukur dan keluar dari pakem hukum serta hanya berpacu dengan waktu terkait pelantikan Wakil Bupati Ende Erik Rede.
“Hal itu dilakukan Gubernur NTT dengan alasan ada agenda penting lain di tanggal 28/1/2022, lalu jadwal pelantikan mendadak dimajukan sehari lebih cepat yaitu tanggal 27/1/2022, agar tampak lebih logis dalam berpacu dengan waktu dalam hitungan jam, siapa yang lebih gesit, apakah melantik Wakil Bupati Ende atau penarikan SK Mendagri,” kata Petrus Selestinus dalam siaran pers kemarin malam.
BACA JUGA: Gubernur NTT Viktor Laiskodat Lantik Wakil Bupati Ende Erikos Emanuel Rede
Padahal secara hukum, menurut Petrus, masalahnya tidak terletak pada pelantikan yang dipercepat, tetapi pada wewenang Mendagri sesuai prinsip ‘Contrarius Actus’ mencabut Surat Keputusan (SK) baik sebelum atau sesudah pelantikan.
“Dalam hal ini, Mendagri memilih menarik kembali SK-nya kemudian baru menentukan sikap, mencabut SK Nomor: 132.53-67 Tahun 2022, tanggal 19 Januari 2022, sambil menunggu perbaikan,” kata Petrus.
BACA JUGA: Soal Penolakan Permohonan Pelantikan Wakil Bupati Ende, Petrus Selestinus Merespons
Petrus mengatakan harga paling tinggi yang harus dibayar tentu bukan pada seremonial pelantikan Wakil Bupati Ende, melainkan pada Surat Penarikan SK Pengesahan Pengangkatan Wakil Bupati Ende.
Sebab, kata Petrus, menyangkut alasan penting dan substantif yuridis, yaitu kekuranglengkapan dokumen pengusulan Pengesahan Pengangkatan Wakil Bupati Ende yang tidak lengkap sejak awal sudah disoal tetapi diabaikan.
BACA JUGA: Lihat, Sang Jenderal Tiba-tiba Menghentikan Kendaraan Dinasnya
Penyalahgunaan Wewenang
Petrus menilai Surat Dirjen OTDA Surat Dirjen OTDA Nomor: 132.53/956/OTDA, tanggal 27 Januari 2022, Hal Penarikan Keputusan Mendagri pada tanggal 27 Januari 2022, telah mengungkap bagaimana model Tata Kelola Pemerintahan ala premanisme sudah masuk ke dalam struktur kekuasaan secara vertikal dan horizontal mulai dari Kemendagri hingga Pemda Kabupaten Ende dan DPRD Ende.
Menurut Petrus, manajemen tata kelola pemerintahan dengan mengedepankan arogansi kekuasaan dan perilaku congkak serta mengabaikan substansi hukum (norma, standar dan prosedur) merupakan bentuk lain dari kepemimpinan berbasis premanisme dengan mengingkari nilai Pancasila.
“Praktik ini telah mengabaikan nilai-nilai Pancasila yang digali oleh Bung Karno di Kota Ende,” tegas Petrus Selestinus yang juga Advokat Peradi ini.
Petrus mengingatkan anomali dalam tertib hukum dan dalam tata kelola pemerintahan tidak boleh terjadi di Ende.
Sebab, di kota Ende menjadi tempat bagi Bung Karno menggali dan merumuskan nilai-nilai yang dikenal sebagai Pancasila dan dimanifestasikan pada sikap taat kepada etika, moral dan hukum sebagai pandangan dan pedoman hidup.
“Oleh karena itu, Gubernur NTT semestinya menahan diri dan tidak melantik, namun pelantikan tetap dipaksakan sebagai wujud arogansi dan berimplikasi melahirkan tindakan insubordinasi terhadap atasan yaitu Mendagri bahkan Presiden,” ujar Petrus Selestinus.
Tidak Punya Pijakan
Petrus Selestinus mengatakan Mendagri Tito Karnavian dan kewenangannya telah dijadikan ajang spekulasi dan tempat berjudi bagi pihak-pihak yang ingin berspekulasi dan berjudi guna mendapatkan SK Pengesahan dan pengangkatan seorang bupati atau wakil bupati hasil Pilkada yang cacat hukum.
Menurut Petrus, kewenangan Mendagri Tito Karnavian dijadikan ajang spekulasi dan perjudian oleh "Makelar SK" guna mendapatkan kekuasaan secara melawan hukum, etika, dan moral, nyaris berhasil mulus.
Sebab, menurut Petrus, pelantikan yang semula akan dilakukan pada 28/1/2022, mendadak dimajukan pada 27/1/2022, Puklu.19.00 WIT, diduga karena Surat Penarikan SK Pengesahan Pengangkatan Wakil Bupati Ende sudah masuk ke Pemprov NTT.
Petrus mengatakan meskipun Gubernur NTT telah melantik Wakil Bupati Ende, tanggal 27/1/2022, namun Pelantikan itu dipastikan tidak memiliki pijakan pada SK Pengesahan Pelantikan Wakil Bupati Ende.
Petrus beralasan Mendagri melalui Dirjen OTDA, tanggal 27/1/2022, lebih awal menarik dua SK Mendagri yaitu SK No.132.53/879/OTDA tanggal 25/1/ 2022 dan SK No. 132.53-67, Tahun 2022, tanggal 19/1/2022 sebagai dasar pelantikan Wakil Bupati Ende.
“Di tengah problematik yuridis yang serius terkait ketidaklengkapan calon Wakil Bupati Ende yang sejak awal sudah disoal, segala skenario pelantikan terus diekspose ke publik, meski kemudian berantakan dengan masuknya informasi Surat Dirjen OTDA, tanggal 27/1/2022, pagi hari bahwa Mendagri menarik kembali SK Pengesahan Pelantikan Wakil Bupati Ende,” ujar Petrus Selestinus.(fri/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Friederich