Soroti Potensi Politik Uang Terhadap Penyelenggara Pemilu, KIPP: Kecurangan Paling Efektif di Pilkada 2024

Rabu, 09 Oktober 2024 – 13:48 WIB
Divisi Monitoring KIPP Indonesia Brahma Aryana. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Divisi Monitoring KIPP Indonesia Brahma Aryana mengatakan tahapan kampanye Pilkada 2024 sudah memasuki minggu kedua, geliat dan manuver-manuver politik Paslon peserta pemilihan di berbagai daerah, tim sukses, beserta parpol-parpol pendukungnya mulai meramaikan ruang-ruang publik.

“Tentu, manuver-manuver politik tersebut ditujukan untuk meraih simpati pemilih sebanyak-banyaknya, bahkan kerap dilakukan dengan cara-cara yang dilarang oleh aturan main atau peraturan perundan-undangan yang mengatur soal Pilkada,” ujar Brahma Aryana dalam keteragan tertulis pada Rabu (9/10/2024).

BACA JUGA: Jaga Keamanan Jelang Pilkada, Polres Rohil Fokus Pengamanan di TPS Rawan Konflik

Brahma memprediksi potensi pelanggaran dan kecurangan pada Pilkada saat ini tidak jauh-jauh dari penyelenggaraan pemilu 2024, selalu berpola berulang (recurrent patern) karena dinilai dapat menguntungkan secara politik.

“Dalam catatan pemantauan kami, hingga memasuki minggu kedua tahapan kampanye, terdapat 4 kasus pelanggaran ASN berupa politik uang di daerah Kabupaten Sleman, Kota Cimahi, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Buru. Meskipun demikian, banyak Bawaslu di berbagai daerah masih belum serius menangani temuan pelanggaran-pelanggaran kampanye,” ujar Brahma.

BACA JUGA: Calon Bupati Serang Ratu Zakiyah Penuhi Undangan Klarifikasi Bawaslu

Menurut Brahma, pelanggaran yang ditemukan masih bersifat kasuistik dan itupun masih dalam proses di Bawaslu -- yang mana pada pengalaman Pemilu 2024, di saat masyarakat dan pegiat demokrasi menanti keberanian Bawaslu, banyak proses pelaporan di Bawaslu berakhir “tidak ditemukan pelanggaran”.

Saat ini, sebagai contoh di daerah Jawa Barat, terdapat 27 kasus yang masih didominasi persoalan-persoalan klasik, yakni ketidaknetralan ASN, terlibatnya aparat kepala desa, politik uang, dan materi lainnya, penggunaan fasilitas negara, penggunaan fasilitas ibadah dan pendidikan sebagai sarana kampanye.

BACA JUGA: Diduga Tidak Netral, ASN Perangkat Desa dan KPU Bojonegoro Bakal Dilaporkan ke Bawaslu

Dapat dipahami pola pelanggaran dan kecurangan pada Pilkada tentu berbeda dengan Pilpres 2024 yang lalu karena sifatnya yang lokal. Pada Pilpres 2024 lalu karena wilayah kontestasinya luas dan bersifat nasional maka diperlukan upaya-upaya politik mobilisasi yang massif sedari awal, terkoordinasi, dan rapih.

Namun demikian, patut menjadi perhatian semua pihak, minimnya pelanggaran pada minggu kedua kampanye Pilkada kali ini bukan hal yang harus diremehkan dan dibanggakan, justru sebaliknya, pemantauan dan pengawasan terhadap bentuk-bentuk pelanggaran dan kecurangan pemilu harus lebih ditajamkan.

Untuk itu, KIPP Indonesia setelah mengadakan beberapa kali diskusi dengan KIPP Daerah yang melaksanakan pemantauan di daerahnya masing-masing menyimpulkan sementara poin-poin pemantauan Pilkada 2024 sebagai berikut:

Pertama, pola pelanggaran Pilkada 2024 akan berbeda dengan pelaksanaan Pemilu dan Pilpres yang lalu, di mana saat itu upaya-upaya mobilisasi pemenangan sudah disiapkan sedari awal, rapi, dan terkoordinasi.

“Di Pilkada 2024 kali ini, karena peta politik yang cair, tidak ada kekuatan politik yang mendominasi di pusat kekuasaan, maka banyak upaya-upaya dan sumber daya pemenangan harus ditanggung oleh Paslon peserta pemilihan beserta parpol dan tim suksesnya,” ujar Brahma.

Kedua, minimnya pelanggaran pada minggu kedua kampanye Pilkada 2024 di berbagai daerah bukan suatu hal yang harus diremehkan dan dibanggakan, justru sebaliknya bahwa hal tersebut dapat menjadi indikator rendahnya partisipasi politik dan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelaksanaan Pilkada sebagai proses seleksi dan rekrutmen pemimpin politik di daerah-daerah mereka.

Kemudian telah berubahnya pola pemenangan paslon yang memfokuskan pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara serta pada tahap rekapitulasi, di samping dinilai sangat efektif juga lebih irit biaya politiknya;

Ketiga, diprediksi pola yang banyak digunakan sebagai strategi pemenangan paslon di berbagai daerah yang bersinggungan dengan kecurangan akan cenderung menggunakan politik uang atau money politics yang menyasar atau menargetkan pada penyelenggara pemilu, khususnya dalam hal ini jajaran bawah KPU di berbagai daerah, baik KPPS, PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota hingga KPU Provinsi di hari pemungutan dan penghitungan suara hingga tahapan rekapitulasi suara berjenjang;

Politik uang terhadap jajaran bawah penyelenggara pemilu dapat berdampak atau menyebabkan penggelembungan suara, manipulasi suara, penimbunan surat undangan memilih, penghilangan hak pilih, dan lain-lain.

Adapun pelanggaran Pilkada yang didominasi oleh ASN, nantinya tetap akan menggunakan politik uang terhadap penyelenggara pemilu dan bermuara di hari pemungutan suara serta proses rekapitulasi berjenjang.

Keempat, KIPP Indonesia menghimbau agar pengawasan pemilu, dalam hal ini Bawaslu RI beserta jajarannya di daerah untuk lebih memfokuskan fungsi pengawasannya di tahapan pemungutan dan penghitungan suara serta rekapitulasi suara berjenjang.

Bawaslu dan jajarannya harus bekerja, di samping laporan masyarakat, namun harus lebih aktif pada “fungsi kerja temuan” pelanggaran, sehingga ke depan tidak ada kejadian banyak kecurangan pemilu yang terjadi di masyarakat tetapi minim temuan pelanggaran.

Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) sebagai bagian dari Bawaslu agar lebih diperhatikan sehingga mereka benar-benar bekerja dan diaktivasi, karena pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di Pilkada 2024 di prediksi akan didominasi pada pasal-pasal pelanggaran yang bersifat pidana di hari pemungutan dan penghitungan serta rekapitulasi suara.(fri/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler