jpnn.com, BONTANG - Wakil Ketua MPR Mahyudin mengaku senang lembaganya bisa bekerja sama dengan Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI/Polri (GM FKPPI) Kota Bontang untuk menyosialisasikan Empat Pilar.
Mahyudin menyampaikan hal itu ketika sosialisasi Empat Pilar MPR di Kota Bontang, Kalimantan Timur, Selasa (5/3). “Ketika ada usulan kerja sama sosialisasi Empat Pilar MPR dengan FKPPI, langsung saya setujui,” ujarnya.
BACA JUGA: MPR: Jangan Pilih Berdasarkan Uang
Dalam kesempatan itu Mahyudin menyampaikan pengantar sekaligus membuka sosialisasi Empat Pilar MPR yang diikuti 400 peserta tersebut. Peserta sosialisasi Empat Pilar MPR di Bontang adalah warga masyarakat dan kalangan pelajar.
Mahyudin juga mengajak dua anggota MPR dari Fraksi Partai Golkar sebagai narasumber, yakni Hetifah Sjaifudian dan Popong Otje Djundjunan. Tokoh nasional asal Kalimantan Timur ini punya alasan sehingga kerja sama MPR dengan FKPPI tersebut begitu penting.
BACA JUGA: MPR: Jangan Terperangkap dengan Janji-janji Sesat
Menurut Mahyudin, para orang tua anggota FKPPI menjadi saksi sejarah tentang perjuangan Indonesia meraih kemerdekaan. “Itu tidak mudah, banyak darah ditumpahkan, banyak air mata terkuras, dan banyak jiwa melayang untuk kita bisa seperti sekarang ini,” kata Mahyudin.
Pengorbanan yang diberikan oleh para pejuang, kata Mahyudin, adalah bukti bahwa kemerdekaan tidak diperoleh secara gratis. Oleh karena itu MPR dan FKKPI memiliki satu misi, yaitu mempertahankan yang kita miliki bersama, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai kapan pun.
BACA JUGA: Mahyudin Sedih dengan Praktik Politik Indonesia Saat Ini
Mahyudin lantas menjelaskan makna kemerdekaan. Politikus Golkar itu mengutip pernyataan Bung Karno tentang kemerdekaan sebagai jembatan emas.
“Dulu, sebelum merdeka, rakyat kita bodoh, mudah diadu domba karena miskin,” tuturnya.
Mahyudin mencontohkan penemuan kopi luwak secara tidak sengaja pada masa kolonial. Menuruttnya, Belanda memaksa petani di tanah air menanam kopi.
Namun, Belanda melarang petani meminum kopi yang kala itu harganya sangat mahal. Kala itu, petani hanya diizinkan mengonsumsi kopi yang berasal dari kotoran luwak.
Ternyata justru biji kopi yang telah dimakan luwak punya nilai lebih. Bahkan harganya mahal, sehingga kini petani kopi memelihara luwak.
“Itulah penjajahan. Oleh karena itu masyarakat kita sepakat untuk merdeka sebagai jembatan emas untuk membawa kita dari bodoh menjadi pintar, dari miskin menjadi kaya, dari terbelenggu menjadi bebas,” katanya.
Hanya saja, tutur Mahyudin, kini masyarakat malah terlalu bebas. Padahal, katanya, kebebasan tetap harus taat aturan.
Mahyudin mencontohkan maraknya hoaks. Bahkan, masyarakat kini kerap mengumbar caci maki melalui media sosial.
“Apalagi menjelang pemilu ini segala cara dihalalkan. Jangan sampai kita kembali ke zaman jahiliah,” katanya berpesan.
Karena itulah Empat Pilar menjadi penting. “Jangan gunakan kedaulatan itu untuk korupsi,” ungkap Mahyudin.
Mahyudin juga mengingatkan pentingnya Empat Pilar dalam memilih calon pemimpin. Yang penting, katanya, persatuan tetap terjaga.
“Kalau suka 01 (Joko Widodo - KH Ma’ruf Amin, red) silakan. Suka 02 (Prabowo Subianto - Sandiaga S Uno, red) silakan. Jangan sampai karena beda pilihan jadi pisah ranjang,” ujar Mahyudin.(eno/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sosialisasi 4 Pilar MPR : Mencintai Indonesia, Mengenal Sejarahnya
Redaktur : Tim Redaksi