JAKARTA - Persidangan atas Nunun Nurbaetie di Pengadilan Tipikor, Jakarta Senin (26/3) menghadirkan saksi dari PT First Mujur Plantation Industry (FMPI) dan Bank Artha Graha (AG). Pihak FMPI dihadirkan karena sebagai pemesan 480 lembar travel cek (TC) Bank International Indonesia (BII).
Sedangkan pihak Artha Graha dihadirkan karena sebagai pihak yang meneruskan pesanan TC dari FMPI ke BII. Namun ada hal yang masih belum terungkap, yakni sosok kunci yang sempat menerima travel cek pesanan FMPI dengan aliran TC ke Nunun Nurbaetie.
Pada persidangan tersebut, saksi dari FMPI yang dihadirkan adalah Budi Santoso selaku Direktur Keuangan. Menurut Budi, TC dengan nilai total Rp 24 miliar itu merupakan bagian dari perjanjian kerjasama antara Dirut PT FMPI Hidayat Lukman dengan Ferry Yen alias Suhardi, untuk investasi perkebunan kelapa sawit di Tapanuli Selatan. Nilai investasinya adalah Rp 75 miliar. "Luasnya 500 ha, harga per hektarnya Rp 15 juta," kata Budi.
Dipaparkannya, dana yang diinvestasikan Hidayat untuk kebun sawit sebesar Rp 60 miliar. Sementara Ferry Yen menanamkan modalnya senilai Rp 15 miliar. Ada pun TC senilai Rp 24 miliar merupakan sebagian dari dana yang diinvestasikan Hidayat untuk membeli lahan dari Ferry.
Singkat kata, pada 7 Juni 2004 Ferry Yen akan mengambil uang Rp 24 miliar tersebut. "Pada saat di kantor (Ferry Yen) berubah pikiran minta diganti travel cek," paparnya.
Akhirnya dipesanlah travel cek ke Bank Artha Graha (AG). Namun karena AG tidak menerbitkan travel cek, pesanan PT FMPI itu pun diteruskan ke BII. FMPI membayar pemesanan TC ke BII itu dengan fasilitas kredit dari AG. "Kami punya fasilitas di Artha Graha," ucap Budi.
Hanya saja, 480 lembar TC BII baru siap seluruhnya pada 8 Juni pagi. "Pagi menjelang siang, saya serahkan (TC) ke Ferry Yen," ucapnya.
Namun kesaksian Budi tentang Ferry Yen yang dikabarkan meninggal pada 2007 itu malah mengusik majelis. "Ini benar diterima Ferry Yen?" cecar ketua majelis, Sudjatmiko.
Budi justru mempertegas kesaksiannya. " Iya, Ferry Yen yang terima, di depan saya waktu itu, langsung. Buat tanda terima untuk TC tersebut, udah, lalu dia pulang," kata Budi.
Diungkapkannya pula, Ferry adalah sahabat Hidayat Lukman sejak kecil. Hanya saja, Hidayat saat ini tidak berada di Indonesia. "Sedang di Singapura, sakit kanker," ucapnya.
Yang pasti, Budi menegaskan bahwa penyerahan TC dilakukan di kantor FMPI, gedung Artha Graha Jakarta, lantai 27. Namun Budi mengaku tak tahu jika akhirnya TC berpindah ke PT Wahana Eka Sejati (EWS) milik Nunun Nurbaetie. Sebab, perjanjian kerjasama tentang perkebunan sawit di Tapanuli itu murni antara Hidayat lukman dengan Ferry Yen.
Saksi lain yang dihadirkan adalah Cash officer Bank AG cabang Sudirman bernama Tutur. Menurutnya, 480 lembar TC yang dipesan AG dari BII diambil oleh seorang perempuan bernama Indah. Tutur menduga perempuan yang mengambil 480 TC itu sebagai utusan FMPI. Anehnya, dari pengakuan Tutur justru Indah tidak melampirkan identitas diri saat mengambil 480 TC BII senilai Rp 24 miliar itu.
Seperti diketahui, Nunun didakwa menyogok para politisi Komisi IX DPR periode 1999-2004 demi memenangkan Miranda Gultom sebagai Deputi Gubernur Senior BI. Para politisi di Keuangan dan PErbankan DPR itu menerima TC dari Nunun melalui orang kepercayannya yang bernama Arie Malangjudo. TC yang diterima para politisi adalah TC yang sama dengan yang dipesan Artha Graha ke BII.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Diijinkan Berobat, Nunun Harus Diawasi Ketat
Redaktur : Tim Redaksi