SPI Ciptakan Kesadaran Risiko Korupsi di Pemerintahan

Sabtu, 07 Oktober 2023 – 10:21 WIB
Ilustrasi tersangka korupsi. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, SORONG - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengadakan Survei Penilaian Integritas (SPI) untuk mengukur risiko korupsi di instansi publik.

Survei ini menyasar pegawai instansi publik, masyarakat pengguna layanan publik dan pelaku usaha, dan pemangku kepentingan lain seperti auditor, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan media massa.

BACA JUGA: Lewat Cara ini Keuskupan Agung Jakarta dan Kominfo Dorong Literasi Digital Anak Muda

“Dengan SPI, kita bisa menilai apa yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah, dan Kementerian maupun Lembaga terkait dengan upaya-upaya pemberantasan korupsi,” jelas Ketua Satuan Tugas SPI, Tri Gamarefa, pada kegiatan Forum Literasi Hukum dan HAM Digital (FIRTUAL) dengan tema “Mengawal SPI Demi Negeri” di Sorong (4/10).

Tri Gamarefa menjelaskan SPI menjadi survei yang dilakukan untuk memetakan upaya pencegahan korupsi dan bagaimana kemajuan dari upaya-upaya korupsi tersebut.

BACA JUGA: AirAsia Travel Fair 2023 Banjir Promo dan Peluang Kerja, Buruan Datang!

“Dari survei ini akan dikeluarkan indeks, dan dari indeks tersebut kami akan memberikan laporan yang di dalamnya ada rekomendasi-rekomendasi dari kumpulan hasil survei tersebut,” tambah Tri Gamarefa.

SPI nantinya akan disebarkan ke tiga jenis responden, yakni internal, eksternal, dan responden eksper/ahli.

BACA JUGA: Somethinc Hadirkan Solusi untuk Mengatasi Kulit Kusam dan Berjerawat

Sehingga dari hasil survei dapat digambarkan kondisi pelayanan dan tata kelola pemerintahan di suatu lembaga.

“Tujuan dari survei ini adalah untuk memetakan risiko dan praktik korupsi di seluruh lembaga publik meliputi Kementerian, Lembaga dan Daerah di Indonesia untuk menjadi cerminan kondisi integritas di Indonesia,” jelas Ketua Tim SPI KPK, Wahyu Dewantara Susilo.

Wahyu menjelaskan penilaian tentang risiko korupsi tersebut didapat dari berbagai stakeholder dari masing-masing lembaga, sehingga ada partisipasi langsung. 

“KPK bukan yang menilai di sini, kami memfasilitasi penilaian. Yang menilai sebenarnya adalah pengguna layanan, pegawai (ASN dan Non ASN), eksper/ahli, dan pemangku kepentingan. Kami undang semua untuk mengajak partisipasi langsung dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi,” tambah Wahyu.

Kehadiran SPI diharapkan dapat semakin menumbuhkan kesadaran tentang risiko korupsi.

Selain untuk memetakan risiko korupsi, SPI juga digunakan untuk menilai pengelolaan anggaran dan mengukur efektivitas pencegahan korupsi yang dilakukan masing-masing instansi.

Semakin rendah nilai SPI, maka menunjukkan semakin tinggi risiko korupsinya.

Hasil SPI yang dipublikasikan ke masyarakat juga akan mendesak dilakukannya perbaikan sistem pada organisasi agar tidak ada lagi celah korupsi.

Forum Literasi Hukum dan HAM Digital (FIRTUAL) berlangsung secara hybrid yang dihadiri lebih dari 250 peserta luring di Aston Sorong Hotel & Conference Center dan peserta daring melalui Zoom Meeting serta YouTube Ditjen IKP Kominfo dan KPK RI.

Kegiatan ini diharapkan dapat mengoptimalisasi sosialisasi dan diseminasi berbagai informasi tentang korupsi dan SPI.

Serta mengajak partisipasi langsung dan aktif dari masyarakat untuk terlibat dalam pencegahan korupsi di Indonesia.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler