jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama dengan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menggelar seminar Program Literasi Digital bertema Cerdas dan Bijak dalam Bermedia Sosial di Jakarta, Sabtu (26/9).
Dosen Ilmu Komunikasi Unika Atma Jaya, Dr. Lisa Esti Puji Hartanti menerangkan lebih dari 50 persen anak muda Indonesia lemah dalam literasi digital.
BACA JUGA: Gandeng KWI, Kominfo Berantas Hoaks Jelang Pemilu 2024
“52, 2% anak muda Indonesia tidak memverifikasi kebenaran dari informasi yang diterima, baik dalam bentuk gambar, video, berita, situs, dan postingan media sosial,” ujarnya.
Selain itu, Lisa menerangkan ada empat jenis berita palsu, di antaranya misinformasi (informasi yang salah namun tidak diciptakan untuk merugikan orang lain), disinformasi (informasi yang salah dengan sengaja diciptakan untuk merugikan orang lain atau kelompok tertentu).
BACA JUGA: SIG Mengoperasikan Fasilitas Pemusnah Bahan Perusak Ozon Pertama di Asia Tenggara
Kemudian malinformasi (informasi sesuai dengan realitas yang dapat merugikan atau mendatangkan bahaya bagi orang lain atau kelompok) dan kekacauan informasi (informasi yang salah dengan niat merugikan).
Oleh karena itu generasi muda harus dapat menjadi pelopor yang ramah dalam bermedia sosial.
BACA JUGA: KLHK Gelar Festival Lingkungan, Le Minerale Berkolaborasi Wujudkan Ekonomi Sirkular
“Anak muda harus menghindari pola pikir yang hanya membaca karena ingin dan mempercayai sesuatu karena keyakinan saja. Kemudian kebiasaan malas dalam berfikir mencari informasi yang akurat. Anak muda harus dapat berpikir kritis dan berpikir dua kali terhadap apa yang ada di depanmu dengan menggunakan data dan fakta yang relevan,” sambungnya.
Sementara itu, Founder Dampak Kreatif Indonesia, Soni Mongan menekankan agar anak muda katolik harus mempunyai kemampuan yang bijak terkait literasi digital, karena kemampuan ini dapat memudahkan dalam mengelola informasi digital.
“Mayoritas orang akan menggunakan media sosial mem-posting hal terbaik dalam hidupnya dan ini bisa bernilai positif jika diisi dengan kata-kata motivasi, video lucu ataupun hal-hal positif lainnya,” terangnya.
Namun menurutnya media sosial akan bernilai negatif jika diisi dengan konten-konten saling hujat, sedangkan konten kreator tentunya akan membuat konten yang sesuai dengan kebutuhannya dan secara tidak langsung dapat mempengaruhi.
“Oleh karena itu, anak muda Katolik harus mempunyai bekal literasi digital agar dapat menyaring informasi secara bijak,” tegasnya.
Kegiatan ini diikuti oleh 250 orang muda Katolik dan belum terikat perkawinan sesuai dengan pedoman karya pastoral kaum muda.
Seminar ini diharapkan mampu mengedukasi orang muda katolik untuk cerdas dalam bermedia sosial.
Selain itu, kegiatan ini diharapkan anak muda katolik dapat memproduksi konten yang berlandaskan pancasila dan mempersatukan bangsa serta dapat menciptakan jaringan kerja antar sesama anak muda katolik dengan menyebar konten-konten positif.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada