Spirit Pidato Puan Maharani pada Momentum HUT ke-77 RI

Oleh: H. Adlan Daie, Wakil Sekretaris NU Jawa Barat (2010-2021)

Senin, 22 Agustus 2022 – 08:51 WIB
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat 2010-2021 H. Adlan Daie. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com - Pidato politik Puan Mahahani sebagai ketua DPR RI pada momentun Hari Ulang Tahun (HUT) ke-77 Kemerdekaan RI di sidang tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI tahun 2022 di kompleks parlemen, Senayan Jakarta (16/8/2022) memukau khalayak.

Puan menggunakan ‘diksi-diksi metafor’ yang mengundang tafsir sejumlah pengamat politik dari beragam perspektif dan sudut pandang.

BACA JUGA: PDIP Mulai Bersilaturahmi ke Partai Lain, Puan Beber Alasan Sowan Surya Paloh

Dengan diksi metafor simbolik "khas" Indonesia, Puan dalam pidato politiknya di atas yang dihadiri Presiden Jokowi, para menteri, pejabat tinggi negara dan duta besar negara sahabat menganalogikan bahwa laki-laki dan perempuan ibarat dua sayap seekor burung untuk menggambarkan pentingnya kesadaran tentang kesetaraan kedudukan perempuan dan laki-laki dalam peran peran kebangsaan dan kenegaraan.

Puan menegaskan menyertakan perempuan dalam setiap jabatan bukan sebagai kebijakan afirmatif tetapi merupakan kesadaran atas penghargaan harkat dan martabat manusia.

BACA JUGA: Eks Stafsus Jokowi Nilai Prabowo-Puan Penawar Politik Identitas

“Laki-laki dan perempuan adalah sebagai dua sayap seekor burung. Jika dua sayapnya sama kuatnya maka terbanglah burung itu sampai ke puncak setinggi-tingginya. Jika patah satu dari pada dua sayap itu maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali," ungkap Puan.

Sebuah analogi yang pas tentang kekuatan bangsa dalam konteks kesadaran kesetaraan gender.

BACA JUGA: Puan Belum Bisa Bilang Siap atau Tidak Jadi Capres, Ini Sebabnya

Sprit dari pidato Puan di atas bukan sekadar bisa dipahami sebagai wujud ekspresi keterpanggilan Puan untuk tampil dalam gelanggang politik kontestasi pilpres 2024 yang hingga saat ini didominasi oleh tradisi dan cara pandang "patriarkal", yakni dominasi laki-laki.

Lebih dari dari itu, ruang publik berbangsa dan bernegara sebagaimana dinyatakan Jurgen Habermas adalah tempat berbagai sudut pandang berjumpa dan mencari dasar yang adil dan rasional untuk hidup bersama.

Dengan kata lain, ruang publik berbangsa dan bernegara adalah ruang profesionalisme dan aktualisasi pengabdian melampaui batas etnisitas, agama dan gender di mana.

Puan dalam peta politik nasional saat ini adalah kekuatan politik perempuan yang paling menonjol tidak cukup dimaknai hanya upaya untuk memenuhi kewajiban hadirnya representasi pemimpin perempuan melainkan kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender di ruang publik kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dengan demikian spirit pidato politik Puan di atas setidaknya dalam perspektif penulis mengirim pesan bahwa "burung garuda" hanya bisa terbang tinggi jika kepak dua sayapnya sama kuatnya.

Indonesia hanya akan maju dan mencapai cita cita kemerdekaan jika peran peran kebangsaan dan kenegaraan dibangun dalam kesetaraan peran laki laki dan perempuan.

Kesadaran inilah yang hendak ditekankan Puan dalam pidato politiknya di atas bahwa sudah saatnya cara pandang "patriarkal" dan serba "laki-laki" di akhiri dalam diskursus ruang publik kehidupan berbangsa dan bernegara.

Di sinilah tanggung jawab para agamawan dan kaum cendikia untuk mentranformasikan kesadaran kolektif bangsa akan pentingnya kesetaraan peran laki laki dan perempuan di ruang publik.

Hambatan kultutal, tafsir keagamaan yang "patriarkal" dan problem psyikhologis gender harus diakhiri agar "burung garuda" Indonesia terbang tinggi dengan kekuatan dua sayapnya (laki-laki dan perempuan) dalam mengejar cita cita kemerdekaan yang tertunda.

Dirgahayu ke-77 RI.

Wassalam.

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler