jpnn.com - JPNN.com – Tiga perusahaan asing yang bergerak di sektor pertambangan dan properti akan melakukan initial public offering (IPO) tahun ini.
Meski begitu, otoritas bursa tidak mau mengungkap jati diri tiga perusahaan asing tersebut.
BACA JUGA: BTN Kejar Pertumbuhan DPK Hingga 22 Persen
”Intinya, kami telah bicara dengan tiga perusahaan. Dua bergerak di bidang mining (pertambangan) dan satu di properti. Mereka berminat IPO tahun ini,” beber Direktur Utama BEI Tito Sulistio, Kamis (5/1).
Sejatinya, trio perusahaan itu dimiliki investor domestik namun menggunakan nama asing.
BACA JUGA: Premium Mulai Ditinggalkan, Pertalite Jadi Idola
Ketiganya merupakan bagian dari 52 perusahaan asing yang dibidik karena meraup keuntungan dengan pertumbuhan pendapatan di atas 50-100 persen.
”Total kapitalisasi pasar 52 perusahaan itu bisa mencapai Rp 300-400 triliun. Nah, tiga perusahaan lumayan besar dengan ukuran medium. Tidak pantas kalau mereka ambil aset Indonesia. Mereka harus listing (tercatat) di sini,” tutur Tito.
BACA JUGA: IHSG Berpotensi Sundul Posisi 5.400
Tito mengaku telah menyerahkan nama 52 perusahaan itu kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.
Penyerahan itu dilakukan supaya pemerintah mendorong perusahaan masuk pasar modal Indonesia.
”Saya percaya kemampuan Bu Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk memaksa perusahaan asing go puclic,” tegasnya.
Tito membeber persoalan itu kala bertemu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Panjaitan.
Di hadapan Luhut, Tito menyampaikan kalau pasar modal merupakan platform tepat memobilisasi dana untuk mendongkrak pembangunan Indonesia.
Dia juga menyinggung privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
”Privatisasi BUMN penting supaya tidak menyedot penyertaan modal negara (PMN),” tegasnya.
Sayangnya lanjut Tito, masih banyak aturan harus dipatuhi manajemen perusahaan pelat merah untuk bisa go public.
UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, terutama Pasal 74 hingga 86, membuat proses perusahaan negara menjadi panjang untuk melantai di bursa.
”Saya sudah rekomendasikan ke Pak Luhut untuk merevisi UU tersebut sehingga prosesnya lebih ramping,” ucapnya. (far)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tax Amnesti Kedua, Tak Sedahsyat Periode Pertama
Redaktur & Reporter : Ragil