Stafsus BPIP Tegaskan Anak Muda Butuh Pelajaran Berpikir Kritis dan Literasi

Jumat, 17 November 2023 – 21:09 WIB
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo saat menjadi narasumber pada Seminar Nasional dengan tema 'Orang Muda Menghidupi Pancasila Menuju Indonesia Emas' yang berlangsung di Sekolah Tinggi Pastoral Kateketik Santo Fransiskus Asisi Semarang pada Jumat (17/11). Foto: Dokumentasi Humas BPIP

jpnn.com, SEMARANG - Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo mengungkapkan terjadi sebuah keprihatinan terhadap anak muda.

Hadir sebagai narasumber pada Seminar Nasional yang diselenggarakan Sekolah Tinggi Pastoral Kateketik Santo Fransiskus Asisi Semarang pada Jumat (17/11), Benny mengungkapkan survei Setara Institute menunjukkan sekitar 73 persen anak muda setingkat SMA menyatakan ideologi Pancasila bukanlah final.

BACA JUGA: Kepala BPIP Tegaskan Nilai-Nilai Pancasila Selaras dengan Ajaran Islam

"Kenapa ini bisa terjadi? Memori anak muda kita terhadap Pancasila hilang, dan ini yang paling besar, Hilangnya keteladanan, role model, bagi anak muda, akan seseorang yang Pancasilais," ujar Benny.

Rohaniwan Katolik ini menyatakan tidak adanya role model ini berdampak besar kepada anak-anak muda. 

BACA JUGA: BPIP Ajak Penerus Bangsa Teladani Semangat Juang Para Pahlawan

Namun, ungkap Benny, yang dipertontonkan adalah pelanggaran hukum dan norma etika, seperti yang baru-baru ini terjadinya di Mahkamah Konstitusi (MK) dan terkait keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). 

"Ini persoalan aplikasi nilai-nilai Pancasila. Pancasila belum menjadi pandangan hidup. Praktik KKN, kekerasan, hukum tebang pilih. Akibatnya, anak-anak cuek terhadap Pancasila, karena tidak ada role model yang aktual dan masih berkarya sekarang di Indonesia. Ini harus menjadi perhatian serius semua unsur bangsa," tegasnya.

BACA JUGA: BPIP dan Kemendikbudristek Berkolaborasi Wujudkan Visi Pancasila Melalui Pendidikan

Romo Benny menegaskan bicara Pancasila adalah bicara bagaimana nilai dalam ketuhanan.

"Artinya orang yang memiliki nilai ketuhanan berarti bisa mengaplikasikan kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, musyawarah mufakat dan keadilan sosial. Aplikasi ini jauh, karena orang-orang sekarang haus kekuasaan dan kekuatan," imbuhnya.

Pakar komunikasi politik ini menyampaikan bagaimana anak-anak muda hidup di era teknologi yang serba instan dan cepat. 

Menurut Benny, kekuatan visualnya kuat, tetapi gampang bisanan. Ingin cepat, tetapi tidak matang. 

"Anak-anak membutuhkan pelajaran berpikir kritis dan literasi, maka anak muda tidak mudah dimanipulasi teknologi, jiwa merdekanya tidak terenggut," ungkapnya.

Romo Benny pun mengingatkan teknologi harus menjadi sarana mempersatukan, bukan memecah belah.

Namun, praktiknya sekarang, teknologi membuat peminggiran dan manipulasi terhadap kemanusiaan yang adil dan beradab. 

"Hati-hati terhadap manipulasi, oleh karena itu, berpikirlah kritis dan tambah ilmu literasi," pesan Romo Benny.

Dia juga berpesan agar anak-anak muda jangan terjerat dengan 'populerisme' dan menghalalkan segala cara. 

Melukai diri sendiri, merendahkan martabatnya sendiri, hanya agar dapat banyak followers. 

"Inilah dibutuhkan kekritisan anak muda," tegasnya lagi. 

Benny mengajak anak-anak muda untuk memerangi konten yang merusak. 

"Teman-teman muda harus punya literasi kebangsaan, jadilah kritis. Buat gagasan yang bernilai Pancasila. Jangan hanya ikut arus dan tidak memakai kemampuan berpikir kritisnya. Jangan sampai kita hidup instan terus, tetapi harus cerdas, dan mewujudkan masyarakat adil dan makmur," pesan Romo Benny. 

Narasumber lainnya, Wakil Uskup Semarang FX Sugiyono dalam paparannya menyampaikan anak-anak muda memiliki kecenderungan untuk tidak peduli dan cuek terhadap literasi dan pembicaraan pembangunan dan perkembangan dan nilai-nilai sosial bangsa. 

"Lebih suka berbicara internal gereja. Padahal harus ada rasa yang tumbuh untuk peduli kepada dunia dan keadaan sosial Indonesia. Keadaan Indonesia, apapun itu, akan berdampak untuk semua orang, termasuk anak-anak muda katolik ini," ungkapnya.

Dirinya pun menyatakan bahwa terdapat 11 persen muda Katolik yang menyatakan Pancasila bisa diganti sebagai ideologi. 

Politik, menurutnya, adalah berpikiran untuk kebaikkan bersama, dan semua orang adalah pemain dan tergantung kepada situasi politiknya. 

"Menyambut tahun emas ini tergantung pada politik. Kalau kita sendiri tidak peduli pada politik dan tidak berpikir kritis, apa yang akan mempengaruhi tahun emas tersebut, yaitu politik, maka menjadi tidak ada apa-apa. Tidak akan ada perubahan. Ini yang harus dibangkitkan," paparnya.

Dia menegaskan Pancasila harus diwujudkan untuk menuju Indonesia Emas. 

"Maka, aktiflah berpartisipasi terhadap politik, jangan diabaikan, berpikir kritis, karena apapun yang terjadi di politik, akan berdampak terhadap hidup kita semua," pesan FX Sugiyono. (mrk/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler