Stafsus Presiden Jokowi Ini Yakin Banget Indonesia Bakal Terhindar dari Resesi

Senin, 10 Agustus 2020 – 13:32 WIB
Staf Khusus Bidang Ekonomi Presiden Arif Budimanta. Foto: dokumen JPNN.COM/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Staf Khusus Bidang Ekonomi Presiden Arif Budimanta meyakini Indonesia masih bisa selamat dari ancaman resesi.

Mantan legislator PDI Perjuangan Arif juga menilai temuan Badan Pusat Statistik (BPS) tentang pertumbuhan ekonomi nasional yang minus 5,32 persen pada kuartal II 2020 masih jauh dari indikator bahwa Indonesia akan menuju resesi.

BACA JUGA: Rizal Ramli: Rakyat Sudah Resesi, Pejabat Kebal

"Jika sebuah negara mengalami pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut dihitung secara kuartalan (q-t-q) bukan secara tahunan (year on year), maka itu belum bisa disebut mengalami resesi," kata Arif dalam keterangan yang diterima, Senin (10/8).

Arif menambahkan, resesi adalah pertumbuhan negatif perekonomian berturut-turut selama dua kuartal dihitung secara tahunan (y-o-y). "Sementara, Indonesia masih bisa menghindari resesi jika pertumbuhan ekonomi kita pada kuartal ketiga ini secara tahunan dapat mencapai nilai positif," jelas dia.

BACA JUGA: Irwan Fecho Minta Pak Jokowi Jujur soal Resesi

Lebih lanjut Arif mengatakan, pertumbuhan negatif pada kuartal II 2020 telah diprediksi sebelumnya sebagai konsekuensi dari pandemi Covid-19 yang mengharuskan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pada kuartal pertama, kata dia, ekonomi Indonesia masih tumbuh positif 2,97 persen (y-o-y).

Namun, pada kuartal II 2020, ekonomi Indonesia menjadi minus. Namun, Arif meyakini ekonomi Indonesia punya peluang kembali ke level positif pada kuartal ketiga setelah aktivitas perekonomian bergerak lagi dengan protokol adaptasi kebiasaan baru (AKB).

BACA JUGA: Catatan BPS: Hampir Seluruh Sektor Usaha Terkontraksi, Ekonomi Nasional Minus Lagi

Arif juga mengatakan, kontraksi ekonomi terjadi di banyak negara. Misalnya, pertumbuhan ekonomi Uni Eropa menjadi minus 14,4 persen, Singapura (-12,6), Amerika Serikat (-9,5), dan Malaysia (-8,4).

"Pertumbuhan negatif atau kontraksi ekonomi ini tidak hanya terjadi di Indonesia, hampir seluruh negara mengalami hal serupa bahkan dengan kontraksi yang lebih tajam," tuturnya.

Oleh karena itu Arif menyebut kondisi Indonesia relatif lebih naik dibandingkan dengan beberapa negara tersebut. Sebab, sambungnya, sejak awal Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan arahan untuk melakukan program dan fasilitas yang bersifat counter cyclical untuk mendorong ekonomi domestik khususnya konsumsi masyarakat sehingga tidak membuat ekonomi Indonesia terkontraksi lebih dalam lagi.

Arif memerinci, beberapa data memperlihatkan adanya perbaikan kondisi pada Juli lalu. Misalnya, Purchasing Managers' Index (PMI) bidang manufaktur meningkat dari 39,1 pada Juni menjadi 46,9, pada Juli.

"Diharapkan bulan ini sudah bisa di atas 50," sebutnya.

Demikian juga pertumbuhan kredit perbankan yang mulai menunjukkan  perbaikan pada bulan Juli lalu. "Oleh karena itu, jika momentum perbaikan ini bisa kita jaga dan tingkatkan, maka kuartal ketiga ini ekonomi kita bisa segera pulih," kata dia.(tan/jpnn)

 

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler