Standardisasi Kemasan Picu Kenaikan Rokok Ilegal

Senin, 23 Desember 2024 – 19:48 WIB
Rokok ilegal. Foto: Dokumentasi Humas Bea Cukai

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah berencana memasukkan pasal mengenai penyeragaman kemasan pada produk tembakau berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal. 

Direktur Industri Minuman, Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Merrijantij Punguan Pintaria mengatakan dengan adanya kemasan yang tidak memiliki identitas dapat membuat produk legal makin tergerus.

BACA JUGA: Kenaikan HJE Rokok Tidak Mendukung Upaya Prokesehatan

Pada akhirnya, membawa efek domino terhadap berjalannya industri.

“Akan lebih susah membedakan rokok ilegal dengan rokok legal. Hal ini akan se makin merugikan kinerja industri hasil tembakau (IHT) legal. Jika peredaran rokok ilegal terus terjadi, dikhawatirkan akan semakin menggerus kinerja IHT baik dari pendapatan perusahaan, serapan tenaga kerja sampai dengan serapan bahan baku,” ujar Merri dikutip, Senin (23/12).

BACA JUGA: Tegas, Bea Cukai Banjarmasin Musnahkan Jutaan Batang Rokok Ilegal

Seperti diketahui, sebagai bentuk pelaksanaan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP Kesehatan), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah merumuskan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik (RPMK Tembakau). Pengaturan mengenai standardisasi kemasan menjadi bagian yang ditetapkan dan dituangkan pada rancangan RPMK Tembakau yang beredar.

Merri mengatakan negara juga berpotensi mengalami kerugian dari hilangnya pendapatan atas cukai produk tembakau. 

Keberadaan rokok ilegal tidak hanya mengancam keberlangsungan industri, tetapi turut berpotensi menurunkan penerimaan negara.

“Rokok ilegal telah berdampak pada turunnya produksi IHT legal, hal tersebut terlihat dari utilisasi IHT yang menurun 16,08 persen sampai dengan Juli 2024.  

"Produksi IHT juga turun pada 2022 sebesar 323 miliar batang, sedangkan 2023 sebesar 318 milyar batang atau turun sekitar 1,5 persen,” ujarnya.

Dia menegaskan pendapatan negara dari cukai hasil tembakau harus terus dijaga. 

Pada 2023, jumlah pendapatan yang diterima mencapai Rp 213 triliun. 

Nilai ini tidak mencapai yang telah ditargetkan pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 28 tahun 2022 tentang APBN Tahun Anggaran 2023 sebesar Rp 227,21 triliun. 

Namun, pemerintah merevisi target tersebut pada 2023 menjadi Rp 218,7 triliun seiring dengan penurunan kinerja penerimaan cukai hasil tembakau (CHT). Dari tahun 2023 sendiri, penurunan yang signifikan telah terlihat pada industri ini.

Belum lagi, IHT juga melibatkan banyak pekerja yang menggantungkan hidupnya sebagai sumber penghasilan utama. Hal ini harus menjadi perhatian agar daya beli masyarakat tetap terjaga, di tengah target pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen.

“Situasi ini ini akan semakin merugikan kinerja IHT legal. Adanya kebijakan penyeragaman kemasan rokok kurang tepat dilakukan pada saat ini,” ucapnya.

Dihubungi terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, saat ini Kemenkes masih melakukan koordinasi internal terkait penyusunan aturan turunan PP Kesehatan. 

RPMK Tembakau termasuk ke dalam salah satu aturan yang masih dikaji ulang, sambil mendengar masukan dari berbagai pihak.

"Semua masukan dari berbagai pemangku kepentingan baik dari pengusaha, industri, hingga petani, kami pertimbangkan dalam menyusun aturan ini. Tujuan aturan ini memang ingin menjaga anak. Karena bonus demografi, kita tentunya ingin masuk ke dalam negara maju dengan kualitas sumber daya manusia yang sehat,” kata Siti Nadia.(mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler