jpnn.com, JAKARTA - Komisi VI DPR RI menyoroti kehadiran Starlink, yang dinilai menjadi ancaman serius bagi operator selular dan penyedia layanan internet, yang sudah mengeluarkan investasi triliunan rupiah untuk membangun BTS dan jaringan fiber optik.
Sikap pemerintah yang mengistimewakan Starlink akan membuat operator selular dan penyedia layanan internet nasional terancam kalah bersaing dan diprediksi ‘mati’ dalam 2-3 tahun lagi.
BACA JUGA: Starlink Mulai Beroperasi di Indonesia, DPR RI Minta Pemerintah Bersikap Adil dan Konsisten
"Apakah Starlink sudah punya Network Operation Center (NOC)? Menkominfo bilang akan mendesak Starlink segera membereskan perizinan untuk beroperasi di Indonesia, tapi dirjennya bilang sudah ada NOC di Jabar dan Cibitung. Kalau belum ada izinnya, apakah artinya pemerintah sudah menyajikan ladang persaingan yang fair? Karena semestinya jelas, izinnya komplet, baru boleh beroperasi," ujar Anggota Komisi VI DPR RI Harris Turino dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI dengan jajaran Telkom Group, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (30/5).
Menurut Harris, Starlink bisa menjadi ancaman bagi operator penyedia layanan internet maupun operator selular di masa depan.
BACA JUGA: PT ANTAM Pastikan Keaslian & Kemurnian Seluruh Produk Emas Logam Mulia
Jika Starlink bisa sukses dengan teknologinya menghubungkan satelitnya langsung ke telepon selular, kondisi ini akan menjadi potensi kerugian bagi Telkom terutama Indihome, padahal Telkom sudah membangun ratusan ribu BTS.
“Jangan sampai BUMN dirugikan. Kita tidak menutup mata dengan teknologi dan persaingan, tapi harus ada fairness termasuk aspek perpajakan, kedaulatan data, transmisi datanya sekarang kan ke cloud milik Elon Musk, padahal syaratnya datanya disimpan di dalam negeri,” kata Harris.
BACA JUGA: Mantap! PT Pegadaian Dapat Predikat Best Company to Work in Asia untuk ke-6 Kalinya
Menurut Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Hekal, Starlink akan dapat mematikan Telkom, operator selular lainnya termasuk penyedia jaringan internet jika Starlink dapat mengorbitkan 40 ribuan satelit dari saat ini baru enam ribuan, sehingga harga jualnya bisa jauh lebih murah, termasik bila Starlink bisa langsung menghubungkan layanan internet ke HP secara langsung tanpa pengguna membeli antena penangkap sinyal satelit seperti saat ini.
Anggota Komisi VI lainnya, Evita Nursanty, juga mempertanyakan kenapa pemerintah mengistimewakan Starlink, padahal Starlink belum memenuhi persyaratan untuk perusahaan asing beroperasi di Indonesia, seperti memiliki Network Operation Center (NOC) atau kantor pusat, membayar Biaya Hak Penggunaan (BHP), dan melakukan Universal Service Obligation.
Evita menilai Starlink tidak melakukan investasi apapun di Indonesia tapi justeru memanfaatkan Indonesia hanya sebagai pasar untuk meraup keuntungan.
Dia juga mempertanyakan dan heran kenapa layanan internet di Puskesmas-Puskesmas harus diserahkan ke asing, akses perbatasan, dan Ibu Kota Nusantara, padahal ketika ditanya kesanggupan Telkom untuk menyediakan akses internet ke 4.000 Puskesmas, Telkom menyatakan kesanggupannya.
“Saya minta pemerintah untuk menerapkan peraturan-peraturan yang sudah dibuat terhadap Starlink agar tercipta di industri itu level playing field yang equal. Ini malah Starlink sudah beroperasi di Indonesia tanpa mengindahkan peraturan-peraturan,” tegas Evita.
Menyikapi ancaman serius dan adanya perlakuan istimewa terhadap Starlink, Komisi VI menyepakati untuk melakukan rapat gabungan dengan Komisi I dan mengundang Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri BUMN, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, serta Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Tingkatkan Status Kasus Pengadaan Barang & Jasa Fiktif di Telkom, VP Corcom Bilang Begini
Redaktur & Reporter : Yessy Artada